Hidup tiada yang tahu akan berahkir seperti apa. Nama yang selalu dipuja pun bisa dilupakan begitu saja. Bagai angin yang berlalu. Lalu, apakah cinta juga seperti itu? Hanya sesaat singgah di hati jika rasa kasih itu menghilang, maka nama yang tersemat di dalam sanubari juga akan terhapus. Sedari tadi dokter kandungan itu memikirkan hal itu, setelah menyaksikan langsung kedekatan Vano dengan Rein. Dia melihat di mata pria itu ada cinta. Meski tak ia ketahui berapa kadarnya dalam hati pemuda tampan itu.
"Dokter A I U E O, kau dicari kepala UGD," ujar Ben membuyarkan lamunan Aira. Perempuan itu menatap sebal Ben karena memanggilnya seenaknya sendiri.
"Aku sudah mengingatkanmu jangan panggil aku dengan nama itu!" Ben hanya terkekeh melihat ekspresi seniornya itu. Bukan Ben jika tak menjaili wanita itu sehari saja, jika ada kesempatan.
"Daripada aku beri panggilan Dokter Galau," goda Ben dengan senyuman jailnya.
"Awas ya kau!" Aira mengepalkan tangannya. Sementara Ben pura-pura ketakutan dan berlari meninggalkan Aira.
Aira langsung pergi ke ruangan dokter kepala UGD. Sesampainya di sana yang ia lihat bukan sang dokter kepala, tapi adalah pria yang berhasil memporak-porandakan hatinya.
"Vano," panggil Aira pelan.
Vano langsung membalikkan badannya menghadap Aira.
"Hai, kau juga disuruh dokter kepala untuk memeriksa arsip bulan lalu, ya?" tanya Vano sambil menunjukkan map yang ia bawa.
"Aku kurang tahu. Kata Ben, Dokter kepala memanggilku. Van, boleh aku bertanya sesuatu?" ujar Aira tak yakin.
Vano segera menutup mapnya dan meletakkan di atas meja. Sementara lelaki itu langsung mengajak duduk Aira dengan semangat.
"Tentu saja boleh untuk sahabatku yang paling jelek ini," gurau Vano yang langsung membuat hati Aira teriris karena lelaki itu hanya mengganggapnya sahabat tak lebih.
"Benar kau akan menikah dengan Rein?"
"Iya, dia sudah menerima pinanganku. Aku akan segera membawa ayahku ke sana untuk membicarakan masalah pernikahan," jawab Vano mantap. Aira mencoba menyembunyikan wajah sedihnya.
"Aku tahu Rein adalah cinta pertamamu, tapi waktu kita kuliah, kau begitu mencintai Ziffany. Kau lebih mencintai siapa Rein atau Ziffany?"
"Aku tidak tahu," jawab Vano seraya mengangkat bahunya.
"Aku sangat mengenalmu Vano. Kau sangat mencintai Ziffany, bahkan di hatimu masih ada namanya, mungkin kau juga memiliki perasaan pada Rein tapi aku yakin tak sebesar cintamu kepada Ziffany. Jika ia masih hidup apakah kau akan tetap menikah dengan Rein?"
Vano hanya terdiam. Ia tak tahu ingin menjawab apa. Padahal lelaki ini sudah berusaha keras melupakan nama gadis itu, tetapi hari ini ia harus mendengar lagi nama yang pernah singgah di hatinya.
"Vano, jika kau masih ragu dengan pilihamu, lebih baik kau batalkan saja rencanamu itu daripada kau kecewa jika Ziffany masih hidup."
"Tetapi kenyataannya Ziffany telah tiada dan dia tidak mungkin kembali lagi, Ai. Aku harus tetap melanjutkan hidup bukan. Aku tahu kau mengatakan ini karena kau tak suka aku bersatu dengan Rein, kan?"
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Karena kau mencintaiku. Tapi, maaf aku tidak bisa membalasnya. Sampai selamanya kau sahabatku."
"Meski begitu, aku tak ada niatan mencegahmu akan bersama siapa.
Tapi, aku hanya sekadar mengingatkan pernikahan bukan mainan. Jika hatimu meragu bagaimana nasib kehidupan rumah tanggamu selanjutnya setelah menikah?"Vano tak bicara sama sekali, ia langsung pergi begitu saja.
***
Keluarga Tuan Ardian tengah merundingkan masalah pernikahan Rein dengan Vano. Tuan dan Nyonya Ardian bingung harus bagaimana karena putrinya tak bicara bahwa Vano akan datang bersama ayahnya untuk melamar Rein. Lagi pula, Tuan Ardian juga merasa tidak enak dengan Ayah Ben yang merupakan kakak dari Ayah Vano, jika pernikahan itu terjadi karena sampai saat ini belum ada pemutusan pembatalan perjodohan. Meski perjodohan itu memang gagal, tapi juga harus diakhiri dengan jalan baik-baik pula. Tak mungkin Tuan Ardian langsung menerima pinangan Vano yang masih memiliki hubungan dengan keluarga Gerald.
"Maaf, Dek Gabriel kami bingung harus menjawab apa," ujar Tuan Ardian dengan wajah bingung.
"Kami tidak terburu-buru untuk mendapatkan jawabannya sekarang. Namun, anak saya serius ingin menikahi putri Anda."
"Baiklah nanti kami akan menghubungi Dek Gabriel untuk membicarakan masalah ini lagi."
***
Sepulangnya Vano dengan ayahnya, Tuan Ardian langsung mendiskusikan masalah ini kepada putrinya.
"Kenapa kamu tidak bilang, jika Vano ingin melamarmu?" ujar Tuan Ardian dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Rein enggak tahu kalau Vano akan melamar Rein secepat ini. Jadi, Rein belum sempat membicarakan dengan Ayah," jelas Rein.
"Nak, sebenarnya kamu mencintai Vano atau tidak?"
Rein menggelengkan kepalanya. Perempuan itu tak mau membohongi ayahnya. Bagaimanapun hatinya tak memiliki perasaan untuk Vano.
"Kalau boleh tahu? Apakah kamu sedang mencintai seorang pria? Jika ia katakan siapa namanya?"
"Aku mencintai Kak Varlend, Ayah. Dulu waktu SMA kurasa itu hanya kagum saja dan saat aku bertemu dengannya lagi aku merasakan getaran itu. Aku benar-benar mencintainya, Ayah."
Rein menitikkan air matanya. Tuan Ardian langsung mendekap putrinya--mengusap punggung rapuh itu memberikan ketenangan. Tak pernah ia sangka tragedi masa lalu terulang kembali. Bedanya dulu Gabriel, adik sahabatnya dan Herlina--istri dari sahabatnya itu saling mencintai, tetapi malah akhirnya Gabriel dan Herlina tak bisa bersatu karena perjodohan Herlina dengan Gerald. Kalau sekarang Rein mencintai Varlend dan menikah dengan Vano maka itu akan membawa luka untuk Rein-Vano-Varlend seperti yang dirasakan Herlina yang mencintai Gabriel dan Gerald yang mencintai Tara, meski akhirnya Gabriel menikah dengan wanita asing tapi cintanya untuk Herlina masih ada. Sementara cinta wanita itu sudah berubah untuk suaminya yang sangat mencintai Tara. Pria paruh baya ini tak mau tragedi masa lalu terulang kembali.
"Rein, lalu kenapa kau menerima pinangan Vano?" tanya Tuan Ardian cemas.
"Ayah, Rein enggak tahu harus bagaimana. Semakin hari perutku membesar dan anak ini juga akan segera lahir. Dia membutuhkan seorang ayah dan aku tak mau egois jika bersiteguh ingin membesarkan sendiri karena masyarakat pasti akan memandang anak ini rendah karena lahir di luar pernikahan. Vano itu pria baik Ayah, aku yakin dia bisa menjaga kami dengan baik."
"Jujur Ayah tak setuju jika niatanmu seperti itu. Namun, bagaimanapun Ayah akan mendukung setiap keputusanmu."
***
Tbc..
Menurut kalian cerita ini berat enggak?
Rumit emang iya. Ini bener2 cerita keluarga, hubungan ayah, ibu, anak, adik-kakak, saudara, pertemanan, percintaan, pengkhiantan, perbedaan, dll.Ini tuh ngisahin percintaan 3 saudara dalam satu cerita
Ben udah kelar ya sampai sini. Hehe tinggal lihat nanti Vano atau Varlend yang akan menangis di akhir. Happy sad ini endingnya. 😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Pregnant?
Romance-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015