Sekuat-kuatnya angin berembus takkan memutuskan benang layangan jika talinya kuat, begitupun sekuat-kuatnya penghalang, jika cinta itu tulus. Maka, tak akan ada yang mampu memisahkan
Tuan Ardian memasuki kamar anaknya yang dipenuhi warna pastel. Dia melihat Rein sedang memeluk boneka pandanya erat dengan bibir manyun persis seperti anak kecil. Pria paruh baya itu mencoba membujuk Rein untuk makan.
"Rein, makan dulu. Kasihan anakmu," pinta Tuan Ardian sambil duduk di sebelah anak perempuannya itu.
Rein menggelengkan kepalanya."Ayo beberapa suap saja."
"Ayah, aku maunya disuapin Kak Varlend," jelas Rein dengan raut wajah memohon.
Tuan Ardian yang mendengar itu mencoba berpikir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dia tidak mungkin mampu membawa Varlend ke rumah itu karena lelaki itu masih menghuni penjara.
"Rein, kalau anakmu minta disuapin ayahnya terus, lalu bagaimana jika kamu menikah dengan Vano? Apakah kalau anak ini menginginkan sesuatu yang menyangkut Varlend tak akan menyakiti hati Vano nanti?"
Rein terdiam. Akhirnya, ia memutuskan untuk memakan nasi dan lauk yang dibawa ayahnya.
"Maaf, Ayah. Walau bagaimanapun aku akan menikah dengan Vano. Aku akan melupakan Kak Varlend."
***
Di sebuah rumah yang megah di pinggir kota yang dipenuhi oleh para penjaga berbadan tegap--tengah diadakan pembicaraan serius antara sang pemilik dan kedua rekannya. Mereka berbicara di ruang keluarga yang didominasi oleh warna maskulin.
"Kau yakin adikku sudah ditemukan?" tanya Joe sambil mengguncang pelan pundak Diyo.
"Aku serius. Orangku sudah menemukannya. Dia baik-baik saja. Aku yakin sejahat-jahatnya Dargo tak mungkin dia akan melukai adikmu yang berusia sembilan tahun itu, Joe."
Diyo mencoba menenangkan Joe. Ucapannya itu bukan hanya sekadar penenang saja, tapi itu berdasarkan pengetahuannya tentang Dargo. Mungkin Dargo jahat tapi dia tahu Dargo menyayangi adik perempuannya dan lelaki keji itu pasti tahu bagaimana kehilangan seorang adik perempuan, pasti menyakitkan apalagi seusia adik Joe. Pria itu hanya mampu mengancam bahkan dia melakukan kejahatan selalu perantara orang lain untuk menyakiti Varlend karena lelaki itu tak mungkin bisa menyakiti orang langsung menggunakan kedua tangannya.
"Tapi, Dargo itu licik. Yo, siapa tahu jika dia benar-benar melukai adiknya Joe," ujar Letta panik.
"Selama kau menjadi istrinya apakah kau pernah melihatnya memukul orang?" ucap Diyo yang langsung disambut gelengan Letta.
"Enggak."
"Aku mengenal Dargo. Dia punya prinsip tak akan mengotori tangannya untuk berbuat keji. Dia akan berbuat buruk kepada orang kalau orang itu juga berbuat buruk padanya."
"Lalu, apa salah kami? Kenapa dia melibatkan kami?" Joe masih bingung dengan ucapan Diyo.
"Dia bisa saja menyiksa Varlend dengan melukai fisiknya sampai mati, tapi tidak ia lakukan karena dia ingin Varlend tersiksa oleh orang sekitarnya. Kau sahabatnya dari kecil, Letta adalah cintanya. Maka, pria licik itu menggunakan kalian sebagai perantara. Dia kecewa dan merasa dikhianati Varlend karena dia pikir Varlend yang membuat adiknya lenyap."
***
Aira dan Ben tengah makan siang di kantin rumah sakit. Hari ini Ben tak makan dengan Kanaya karena wanita itu terus menghindarinya. Semua terjadi karena kesalahpahaman. Jadi, ia putuskan mendesak Aira untuk menemaninya makan.
"Ben, aku dengar Ziffany masih hidup," ujar Aira sambil menyendok supnya.
"Dia memang masih hidup." Ben yang tengah mengiris dagingnya tak menyadari dengan apa yang ia ucapkan.
"Kalau begitu kita harus memberi tahu Vano."
Ben yang mendengar itu langsung menghentikan makannya. Ia tatap wajah Aira lekat.
"Tak semudah itu. Ziffany sudah menyuruhku bersumpah kalau aku tak akan mengatakannya pada Vano. Sebenarnya aku ingin mengatakannya, tapi kau tahu janji dibawa sampai mati."
Aira menghela napas sejenak.
"Jika pernikahan itu terjadi, maka banyak hati yang akan hancur. Ziffany, Rein, Vano, Varlend mereka pasti akan hancur. Aku yakin Vano masih mencintai Ziffany dan bukankah Varlend sudah mau bertanggung jawab. Apa kau tega kakakmu terpisah dari anaknya?"
"Tidak, aku punya cara sendiri untuk itu. Tapi, masalah kebenaran Ziffany itu aku tak akan mengatakannya kepada Vano karena aku sudah bersumpah atas nama Tuhan."
"Terserahlah. Tapi, apa pun yang terjadi aku akan menyatukan Vano dengan Ziffany. Meski hatiku sendiri tak rela. Aku hanya ingin mereka bahagia."
"Seharusnya Vano melihat ketulusanmu. Kau baik sekali. Bahkan kau yang membuat Vano dan Ziffany menjadi sepasang kekasih." Ben menatap tulus Aira. Ia tersenyum sejenak.
"Padahal dulu aku selalu mencegah mereka bersatu karena aku tak mau Ziffany terluka, jika bersama Vano. Tapi, kau selalu menggagalkan rencanaku. Padahal kau sangat mencintai Vano dan benarkan Ziffany terluka karena sabotase hari itu dari penggemar fanatik Vano. Itu mungkin sudah suratan takdir, jika mereka berjodoh maka akan bersatu."
***
Varlend yang tengah tidur sedang bermimpi. Ia melihat tiga anak kecil yang tengah bermain. Dua laki-laki dan satu perempuan. Mereka sedang tidur di lapangan bola menatap langit sore.
"Kakak, jika besar nanti aku mau menikah dengan pangeran," ujar anak perempuan kepada pria yang tidur di sebelah kanannya.
"Iya, tentu. Nanti kakak yang akan menyeleksi pangerannya," jawab anak laki-laki yang paling tua itu.
"Lend Lend, Arvan mau jadi calon suaminya Zaza. Bolehkan?" tanya anak laki-laki berpipi gempal.
"Tidak, boleh. Arvan kan penakut. Liat darah saja takut, nanti gimana mau lindungin Zaza."
"Aku kan masih kecil kalau sudah besar juga enggak takut, nanti kan aku mau jadi dokter masa takut darah."
"Aku juga enggak mau sama Arvan. Nanti kalau pangerannya udah punya istri semua gimana Kak Lend Lend?"
"Nanti kakak yang nikahin Zaza deh. Kalau kakak jadi pilot kan bayaran banyak nanti kita buat istana."
"Lend Lend suka boong nggak usah dipercaya Zaza. Mending nikah sama Arvan aja."
Lamat-lamat bayangan ketiga anak kecil itu menghilang. Kini dia bisa melihat dengan jelas sosok yang tengah mengandung anaknya menangis dipelukan seseorang. Pria itu adalah Vano. Lalu, wanita itu mendekat ke arahnya dan memandangnya kecewa.
"Kak Lend Lend, PEMBOHONG!"
Tepat saat itu Varlend terbangun dari tidurnya. Kini dia mencoba mengartikan mimpi itu. Ia pun mengerti sekarang apa yang diucapkan Vano beberapa minggu lalu kalau Rein adalah teman masa kecilnya. Varlend merasa jahat sekali ternyata wanita yang ia hancurkan masa depannya adalah seseorang yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.
***
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Pregnant?
Romance-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015