25. Rasa Ini

16.9K 1.3K 87
                                    

Varlend menatap kosong atap di balik jeruji. Sudah hampir dua minggu ia menempati tempat itu dan persidangannya akan berlangsung sekitar beberapa minggu lagi. Adiknya telah mencari pengacara kelas kakap. Namun, sayangnya kasus dirinya tak mudah dimenangkan karena buktinya memang nyata bahwa Varlend-lah yang menandatangani surat perjanjian itu. Dan, ia menerima uang 5,7 milyar itu yang katanya sebagai bonus untuknya sehingga ia putuskan untuk membeli rumah yang disukai ibunya. Tetapi, bukan rumah yang ia dapatkan, malah penjara.

Kini ada lagi yang bertamu mengunjunginya. Lelaki itu melangkah malas menemui sosok yang pernah menjadi sahabatnya. Wajah tenang pria rupawan yang dulu selalu menggodanya kini tengah tersenyum manis.

"Var, gue pasti bantuin lo seperti yang kemarin gue omongin. Tapi, gue punya syarat buat lo kalau setelah keluar dari penjara lo harus bahagiain Rein," ujar pria berlesung pipit itu. Awalnya lelaki ini kaget mantan kekasihnya hamil di luar nikah. Lalu, ia ingin menghabisi pria berengsek yang telah menghancurkan orang yang ia cintai. Namun, penjelasan dari Letta akan rencana licik Dargo yang ingin menghancurkan Varlend dan menekannya untuk melakukan hal keji itu membuatnya paham bahwa sahabatnya itu dijebak dan ia pun berjanji akan menyatukan Rein dengan Varlend.

"Di, tanpa lo suruh, gue bakal bahagian dia dan anak gue. Masalah lo mbantuin gue atau enggak, gue enggak peduli. Gue nggak mau utang budi sama lo." Varlend menatap Diyo serius tetapi yang ditatap malah tersenyum.

"Udah gue bilang kan kalau gue itu enggak sengaja nuker percobaan kimia lo. Kenapa sih lo masih enggak suka sama gue?" tanya Diyo yang teringat kembali masa lalunya.

"Karena gara-gara lo, tabung reaksinya meluap dan menyembur sampai merusak wajah Keisha," jawab Varlend dengan raut wajah menyesal, "dia melakukan operasi plastik, tapi sayangnya operasinya gagal dan nyawanya enggak tertolong."

Diyo yang baru saja mendengar penjelasan Varlend terdiam seketika. Ternyata kesalahan yang tidak ia sengaja itu telah membuat kehidupan seseorang hancur. Sungguh ia menyesal bermain-main dengan zat kimia.

"Keisha itu temen lo yang suka pakai baju warna pink itu bukan?"

"Iya."

Diyo tambah terkejut. Ia tahu benar siapa si Keisha itu. Dia adalah adik seibu satu-satunya Dargo--sahabat mereka--yang tidak diketahui Varlend. Lelaki ini mengerti sekarang kenapa Dargo begitu membenci Varlend. Pastinya pria itu mengira kalau Varlend penyebab adiknya meninggal.

"Maafin gue, Lend. Lo tahu enggak kalau Keisha itu adiknya Dargo? Pasti dia ngelakuin ini untuk bales dendam untuk kematian adiknya yang sebenarnya kesalahan gue."

Varlend yang mendengar itu benar-benar terkejut mendapati kebenaran yang tak pernah ia duga.

***

Ben tengah mengamati sosok perempuan yang tak asing untuknya. Dia berjalan mengikuti perempuan itu tepat di belakangnya. Aroma cherry yang menguar benar-benar mengingatkannya pada seseorang. Dirinya yakin bahwa gadis yang menuju taman rumah sakit itu adalah orang yang ia kenal. Dia pun menyanyikan lagu untuk memastikan benar atau tidaknya wanita itu.

Asahila Asahila Asahila
Kau adalah gadis cantik pengisi hatikuuu
Idaman para kaum adam

Gadis itu pun berbalik arah dan Ben yang melihat wajah itu terkejut karena setahunya gadis itu telah tiada.

"Ben!" panggil gadis itu yang memahami suara Ben dan satu-satunya orang yang suka menyanyikan dan memanggil namanya seperti itu. Ben langsung mendekat. Gadis itu meraba-raba wajah Ben karena ia tak bisa melihat untuk memastikan lelaki yang berdiri di depannya adalah sahabatnya.

"Ben ini kau?" tanyanya sambil menitikkan air mata bahagia.

"Iya, Asahila. Ini aku, Ben." Suara Ben bergetar melihat sahabatnya sedari kecil yang selalu mendukungnya masih hidup, tetapi dengan kondisi yang kurang baik. Ia langsung memeluk sosok yang sudah seperti saudaranya sendiri.

"Aku senang kau masih hidup. Vano pasti senang, jika tahu kekasihnya masih hidup," lanjut Ben.

"Tidak, Ben. Aku tak mau merepotkan Vano dengan kondisiku yang seperti ini. Tolong berjanjilah kau tak akan mengatakan bahwa aku masih hidup kepada Vano," pinta Ziffany.

"Ziffany Asahila yang kukenal selalu percaya pada Vano. Vano tidak akan merasa direpotkan, jika kau bersamanya." Ben berusaha meyakinkan sahabatnya itu.

"Aku mendengar dia akan menikah. Jadi, aku tak mau menjadi bayangan untuknya. Aku ingin dia bahagia, meski bukan aku alasannya kenapa dia bahagia," ungkap Ziffany tulus meski hatinya terluka.

"Tapi, sebelum janji suci di depan altar diucapkan, kau masih punya kesempatan bersamanya. Lagi pula dari mana kau tahu dia akan bahagia tanpamu? Jika dia membatalkan rencana pernikahannya. Maka, bukan kau saja yang bahagia tapi kakakku juga. Kau mencintai Vano, kan? Sementara Rein mencintai kakakku dan dia juga sedang mengandung anak kakakku. Aku yang awalnya mendukung Vano untuk menikahi Rein tanpa pikir panjang dan ternyata itu salah."

Tak jauh dari tempat mereka berdua duduk ada seseorang yang memandang ke arah mereka nanar. Dia adalah Kanaya yang salah paham melihat kedekatan Ben dengan Ziffany.

***

Rein tengah terduduk lesu memandang birunya langit siang. Wajah pucatnya bersinar diterpa matahari. Dia benar-benar bingung dengan keputusannya menikah dengan Vano. Rasanya keraguan itu semakin besar setiap harinya.
Hari ini pikirannya terbagi ke mana-mana. Sejak pagi, ia belum makan. Entah kenapa napsu makannya menurun. Dia tak mau makan apa-apa sehingga membuat ibunya cemas.

"Rein, makan dulu. Kasihan anakmu," ujar Nyonya Ardian sambil mengusap-usap surai anaknya.

"Ibu, aku mau makan asal Kak Varlend yang menyuapiku," ujar Rein tanpa ia sadari. Mungkin itu faktor dari kandungannya atau dirinya yang merindukan Varlend--yang tak pernah ia lihat selama satu bulan lebih. Atau mungkin dia sudah terbiasa dengan perlakuan manis Varlend untuknya yang selalu ada saat ia menginginkan sesuatu.

Nyonya Ardian terdiam. Ia mengerti benar bahwa permintaan putrinya tak mungkin terkabul karena Varlend saat ini di penjara. Sementara Rein tidak tahu kebenaran itu. Perempuan itu hanya tahu Varlend pergi ke Hawai dan telah kembali ke Indonesia. Dan, ia berpikir Varlend tak mau lagi menemuinya. Ibunya memang sengaja menyembunyikan kebenaran itu agar Varlend tak bisa mendekati Rein lagi.

"Sayang, ayo makan dulu ya. Varlend tak mungkin menemuimu."

Rein langsung menepis sendok makan itu. Ia benar-benar tak mau makan. Tak hanya itu ia langsung membekap mulutnya dengan kedua tangannya.

"Aku tidak mau makan kalau bukan Kak Varlend yang menyuapi." Rein langsung pergi menuju kamarnya. Nyonya Ardian pun menangis bingung apa yang harus ia lakukan.
  

Tbc...

Di sini ada yang dukung Varlemd enggak sih?
Apa pada dukung Vano?

Am I Pregnant? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang