- Jika kau memandang orang dari sisi hitamnya, maka yang terlihat hanya keburukannya. Namun jika kamu memandang dari sisi putih, maka kamu akan melihat kebaikannya. Baik dan buruknya seseorang terlihat dari mana cara kita memandangnya -
Rein melangkah ke dalam ruangannya. Namun, jarak yang begitu dekat menuju kubikelnya terasa menjadi jauh. Napasnya semakin tak teratur. Ia tarik bangkunya lalu duduk sejenak untuk menghirup udara dengan teratur. Bola matanya tertuju pada kotak susu yang terletak di mejanya. Senyumnya mengembang meski hatinya sakit. Perempuan ini paham betul pasti Varlend-lah yang meletakkan minuman itu sebelum pergi. Catatan kecil bewarna kelabu ia ambil dan baca dengan saksama.
Rein saya sudah menyuruh sekertaris saya untuk besok mengantarkan susu untuk beberapa Minggu ini. Jaga kandunganmu baik-baik dan jangan lupa makan.
Benar saja catatan kecil itu dari Varlend, meski tanpa ada nama penulisnya. Sebenarnya hatinya senang sekali saat lelaki itu selalu memperhatikan kondisi kesehatannya, bahkan waktu itu pria bermata sipit itu rela bekerja lembur karena setengah hari ia habiskan untuk menjaga Rein dan menuruti semua yang jabang bayinya inginkan. Meski petir menggelegar, tetapi lelaki itu rela basah di tengah derasnya hujan sore--untuk memanjat pohon rambutan--untuk anaknya. Setelah mengetahui kenyataan pahit itu Rein sangat kecewa dengan perilaku Varlend, bahkan ia membencinya. Namun, kenapa hati kecilnya mengatakan Varlend adalah pria yang baik.
Rein pun hendak membuka kotak susu itu, tetapi kepalanya terasa pening, hingga semuanya berubah menjadi gelap dan susu itu pun tumpah di sekujur baju Rein.
***
Varlend yang telah berada di tengah perjalanan merasa gusar. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Pikirannya melayang bebas di udara. Ia pun menilik jam tangannya dan mendapati jam sudah menujukkan pukul tujuh. Berarti kantor sudah ramai. Ia mencoba menghubungi sekertarisnya untuk memastikan keadaan kantor baik-baik saja.
"Halo Din! Apa ada suatu hal yang terjadi di kantor?" tanya Varlend tanpa basa-basi.
"Mbak Rein, Pak. Mbak Rein pingsan dan sudah dibawa ke UGD rumah sakit Harapan."
Varlend langsung mematikan ponselnya. Sopirnya pun ia suruh memutar arah untuk ke rumah sakit. Pikirannya kacau sekali. Di otaknya hanya ada satu pikiran sekarang. Ia berharap dengan sangat, bahwa Rein akan baik-baik saja. Tidak ada yang boleh terluka baik Rein maupun calon anaknya. Perempuan itu terlalu baik untuk merasakan duka ini. Pemuda bermata sipit ini tak sanggup lagi, jika mengetahui Rein terluka karenanya.
Sesampainya di rumah sakit pria itu langsung berlari, tak peduli orang-orang keheranan melihatnya. Sayangnya setelah sampai di depan pintu ruangan ia tak diperkenankan untuk masuk. Lelaki ini terus mendesak agar bisa masuk untuk memastikan kondisi perempuan itu baik-baik saja.
"Tolong, Sus. Saya ingin melihat sebentar saja," mohon Varlend.
"Maaf tidak bisa."
"Lalu bagaimana dengan anak kami?"
Perawat itu yang sedang tak konsen menjadi bingung."Anak? Memangnya anak Anda kenapa?"
Varlend menghela napas sejenak. Ia benar-benar sedang kalut, tetapi wanita di depannya malah membuat perasaannya semakin tak keruan.
"Maksudnya janin dalam kandungannya bagaimana?"
"Alhamdulillah, baik-baik saja, meski kondisinya lemah."
Varlend mengusap dadanya. Ia merasa sedikit lega mengetahui anaknya baik-baik saja.
"Berarti anak yang Anda maksud anak itu janin yang sedang pasien kandung," ujar Kanaya setelah mengerti maksud Varlend tadi.
"Iya," jawab Varlend kesal.
"Kalau Anda bilang, Anda suaminya sedari tadi, saya pasti akan mengizinkan Anda untuk masuk karena suami termasuk dalam daftar keluarga."
Varlend benar-benar heran dengan perawat itu. Kenapa orang seperti itu bisa menjadi perawat.
Varlend langsung masuk ke ruang inap Rein. Dirinya tak kuasa untuk menahan air matanya, melihat kondisi Rein yang terbujur lemah di brankar. Apalagi, melihat selang yang ada di tubuhnya.
"Rein, maafku tak akan pernah cukup untuk menebus dosaku padamu. Namun, aku benar-benar menyesal dengan semua perbuatanku ini. Tolong sadarlah dan segera sembuh. Janin di kandunganmu juga pasti akan sedih jika kau seperti ini." Varlend mengenggam tangan Rein.
"Rein, bangunlah. Aku berjanji akan bertanggung jawab atas semua kesalahanku ini. Aku akan membersihkan namamu yang tercoreng dan kalau kamu mau menuntutku ke pengadilan, silakan," kata Varlend lagi dengan nada sendu. Ia menatap lekat wajah Rein yang matanya masih setia terpejam. Entah kenapa dadanya terasa sakit dan debaran jantungnya menjadi tak keruan melihat kondisi Rein seperti itu. Ada tak kerelaan yang mendalam melihat wanita itu terluka.
"Selama ini aku terlalu pengecut. Aku takut Rein, jika aku mengaku nanti kamu akan membenciku dan menjauhkan anakku dariku," Varlend mengalihkan pandangannya ke arah perut Rein, "aku tidak pernah membenci kehadirannya. Aku malah selalu memikirkan bagaimana caranya kelak mereka memanggilku ayah."
"Varlend," ujar Vano yang sudah berdiri di ambang pintu. Varlend pun mengusap kasar air matanya.
"Vano, sedang apa kau di sini?" ujar Varlend dengan suara serak.
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Tentu saja aku ingin memastikan keadaan Rein baik-baik saja. Lebih baik kita bicarakan di luar saja."
Varlend pun keluar mengikuti kemauan Vano, sementara Aira dan Ben telah tiba dari arah yang berlawanan.
"Bagaimana keadaannya menurutmu, Ben?" tanya Aira.
"Masalah sakit karena benturan di kepalanya itu bisa diatasi, tapi di sini bukan masalah itu yang membuatnya memburuk. Tapi, sikisnya dan mengaruhi kandungannya. Benarkan jika perempuan hamil kebanyakan pikiran akan memengaruhi kesehatannya dan janinnya?"
Ben merasa khawatir sekali dengan kondisi Rein.
"Setahuku selama menjadi dokter kandungan seperti itu."
"Jika suatu hal buruk terjadi pada Rein. Aku akan membalasmu Vano!"
Aira yang mendengar ucapan Ben menjadi takut. Bukan karena Ben yang ingin membalas Vano, tetapi ia takut jika wanita yang dimaksud Ben tempo hari adalah perempuan cantik di depannya itu. Wanita itu terlalu cantik menjadi saingannya. Harapannya pupus sudah untuk memiliki Vano.
"Ben, apakah wanita ini yang kau maksud tempo hari?"
"Benar."
***
Tbc....
Tenang kok Varlend nanti mati di penjara. Wk wk....
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Pregnant?
Romance-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015