Maaf ya, ini aku ngetik di web yang kata asing gak bisa diitalic, kalau apk udah bener nanti aku edit.
"Kau wanitanya Vano, kan?" Ben menatap Rein lekat, tangannya ia masukkan ke saku celana.
Rein mengernyit bingung. Ia tak mengerti dengan ucapan Ben.
"Apa maksudmu?"
"Waktu itu Vano yang membawamu ke rumah sakit. Jadi, aku tahu kalau kau habis berhubungan badan karena banyak tanda biru keungu-unguan di tubuhmu yang pastinya itu bukan luka."
"Kau salah paham. Aku bukan wanitanya dan dokter itu yang menolongku saat aku ditabrak lari, maka di hari itu aku baru mengenalnya."
"Ohh, ngomong-ngomong perkenalkan nama saya Arben. Panggil saja Ben." Ben pun tersenyum. Dengan ragu Rein menjabat tangan Ben.
"Reiniza," jawabnya ragu.
"Nama dan wajahmu mengingatkanku pada seseorang yang kurindukan. Kemarin, aku berpikir kau adalah dia, tetapi sepertinya tak mungkin."
"Memangnya siapa?" Rein pura-pura tidak tahu. Ia yakin Ben merindukannya untuk mengerjai dirinya.
"Calon istriku dan ibu untuk anak-anakku kelak," jawab lelaki itu mantap.
***
Gedung-gedung mulai beristirahat dari hari karena sang raja malam telah datang. Udara semakin dingin seperti bongkahan es. Kendaraan saling berlomba untuk sampai ke tempat tujuan mereka. Di sebuah mobil terlihat seorang pria yang tengah memandang kosong jalanan malam dari balik mobilnya. Ia mengemudikan mobilnya tanpa arah. Pikiran melayang bebas di udara.
Rasa takut menyelimuti hatinya. Sepanjang malam ia tak bisa tidur mengingat kejadian beberapa hari lalu. Dirinya terus berusaha menepis pikiran buruknya. Beberapa saat kemudian, ia pun menghentikan mobilnya di sebuah rumah sakit. Waktu berkunjung memang telah habis. Namun, lelaki itu berusaha melihat ibu tercintanya dari balik jendela.
Di sana terlihat wanita paruh baya yang sangat cantik, meski terdapat beberapa kerutan di wajahnya. Wanita itu menatap kosong langit-langit kamarnya. Melihat kondisi ibunya itu Varlend merasakan sesak di dada. Dirinya takut jika gadis yang ia tiduri kemarin mengalami depresi karena perbuatan bejatnya itu. Berarti dirinya telah berhasil menjadi penjahat yang menyedihkan.
"Varlend?" ujar Vano sambil menepuk bahu saudaranya itu.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Varlend penasaran.
"Aku baru saja menemui salah satu psikolog di sini untuk membuat janji. Temanku dia sedang depresi, jadi membutuhkan bantuan psikolog," jelas Vano.
Varlend pun mengangguk. Ia pun menatap heran Vano yang tak biasanya mau keluar malam, meski untuk menemui keluarganya. Pria itu jika sudah usai bekerja memilih tidur atau melakukan hobinya berburu kuliner. Pasti orang yang akan dibantu Vano itu orang yang spesial untuknya, pikir Varlend.
Vano pun pamit pergi. Tak lama setelah itu Varlend juga pulang ke rumah keluarganya. Ia ingin menghabiskan waktu di sana. Sesampainya di rumah dirinya sudah dihadang oleh ayahnya.
"Sekarang kamu sudah berani pulang setelah menghilang di acara pesta?" tanya Tuan Gerald dengan nada tinggi.
"Maaf, Ayah, kemarin ada masalah yang harus aku selesaikan, jadi aku pergi dari pesta," jelas Varlend sebiasa mungkin.
"Lalu, paginya kau memporak-porandakan apartemenmu?"
"Pasti anak kesayangan Ayah itu kan yang mengadu?" Varlend tersenyum masam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Pregnant?
Romance-Baik buruknya seseorang terlihat dari cara seseorang memandang- EarlyCetta_2015