13. Kenyataan Pahit tak Terduga

20.4K 1.6K 51
                                    

Nyonya Ardian pun menuntut kejelasan dari semua ucapan pria itu. Kini mereka sudah berada di ruang keluarga bersama Tuan Ardian pula. Setiap inci ruangan itu tampak indah dengan ornamen ukiran khas Jepara yang dipadu dengan nuansa sweet hingga terlihat ceria. Namun, setiap pasang mata yang ada di situ tak menunjukkan kebahagian. Guratan kesedihan tampak di wajah mereka. Bahkan lukisan Peony, gadis China itu juga tampak sedih seolah turut berduka dengan apa yang terjadi.

Rein sangat beruntung memiliki ayah yang sangat sabar dan bijaksana. Mereka langsung mendiskusikan permasalahan itu tanpa amarah dengan kepala dingin. Pria itu menceritakan semua hal yang telah terjadi meski tetap saja ada yang ia tutupi tapi dirinya tidak menambahkan keburukan dalam ceritanya.

"Lalu, sebenarnya siapa pria yang kau maksud?" tanya Tuan Ardian pada pria yang bernama Joe itu yang ia kenal sebagai salah satu mahasiswa terbaik di universitas yang dulu dia diundang sebagai tamu undangan.

"Dia orang yang Anda kenal. Saya berjanji akan membuat Varlend bertanggung jawab."

Semua orang yang ada di ruang itu membulatkan matanya tak percaya. Mereka tak habis pikir seorang keturunan Gerald bisa berbuat hal nista seperti itu. Rein yang paling syok mendengar kenyataan pahit itu. Sekarang ia paham kenapa bosnya itu begitu baik padanya.

"Kau tidak berbohong kan, Joe?"

"Demi Tuhan saya tak berbohong."

Tuan Ardian mencoba untuk mencari kebohongan di mata Joe, tetapi tak ia temukan dusta di sana. Ia sangat kecewa sekali dengan kenyataan pahit tentang putra temannya itu. Marah pun tak akan menyelesaikan masalah. Lalu, ia harus melakukan apa untuk kebahagian putrinya. Membujuk pria itu untuk bertanggung jawab, tapi dalam pikirannya itu hanya akan membuat masalah baru. Lelaki paruh baya ini tahu benar, bahwa Varlend sangat mencintai mantan kekasihnya karena itu sudah menjadi rahasia umum. Kelak dirinya tak mau mendapati putrinya berlinang air mata karena pernikahannya tak berhasil, atau mungkin akan terjadi pembatalan pernikahan.

"Tolong, jangan beri tahu kebenaran ini pada siapa pun termasuk keluarganya Varlend," pinta Tuan Adrian dengan nada tegas.

"Baik," jawab Joe ragu. Ia bingung kenapa kebenaran ini harus dirahasiakan. Bukankah seharusnya keluarga besar Rein menuntut perbuatan Varlend. Bukan berarti Joe tak senang, jika keluarga Rein tak murka dengan sahabatnya. Namun, jika ayah kandung Rein bukan Tuan Ardian, pasti mereka akan menuntut perbuatan nista temannya itu, pikir Joe.

"Lalu, jangan juga mendesak Varlend untuk menikahi putri saya karena kami tak butuh pertanggungjawaban hanya demi nama baik. Saya anggap ini ujian dari Tuhan dan keluarga kami pasti bisa menghadapinya. Apa pun yang terjadi saya yakin, Tuhan punya maksud baik di balik duka ini. Meski anak saya harus membesarkan bayinya tanpa ayah sekalipun. Kalau kita dekat pada Tuhan, maka Tuhan akan memudahkan setiap jalan, meski semua pintu ditutup, pasti tetap akan ada jalan keluar."

Joe terenyuh mendengar penuturan pria paruh baya itu. Ia merasa sangat bersalah pada keluarga itu. Andai waktu bisa diputar ia tak akan mau mengikuti permainan Dargo tetapi jika tak melakukan apa yang diinginkan pria arogan itu nyawa keluarganya yang terancam.

"Kalau begitu saya permisi Tuan. Terima kasih telah memaafkan saya."

Rein sedari tadi hanya menunduk diam. Ia tak berani menatap mata ayahnya. Andai saja waktu itu ia mendengarkan ucapan ayahnya untuk tak datang ke pesta tanpa seorang yang bisa menjamin keselamatannya. Selama ini, ia selalu mengecewakan ayahnya. Dulu ia diam-diam nekat mengambil jurusan arsitek tanpa sepengetahuan ayahnya karena pria paruh baya itu mengharapkan anaknya untuk menjadi penerus bisnis restoran dan perhotelannya. Namun, naasnya ia selalu gagal dalam tes saat melamar pekerjaan. Hingga suatu ketika, ia nekat mendaftar menjadi desainer kontrak dan beruntungnya ia diterima.

"Ayah, maafkan aku," lirih Rein.

"Kau tak perlu minta maaf, Nak. Ini bukan salahmu. Ayah tak sedikitpun marah denganmu, tetapi kenapa kau sembunyikan lukamu sendiri, Rein?"
Tuan Ardian mendekati putrinya. Ia peluk erat anak kesayangan itu. Ibunya Rein tak mampu berkata lagi. Wanita paruh baya itu bingung harus melakukan apa.

***

Hingar bingar pesta yang digelar tak mengurangi kesedihan Varlend. Hari ini adalah hari terburuknya. Ia sendiri menghadiri pesta pernikahan temannya--yang ternyata mempelainya adalah orang yang sangat ia cintai. Dunia ini kejam sekali menyiksanya. Ia memang paham benar mantan kekasihnya itu selalu menyiksa batinnya, tetapi cintanya tak sedikitpun berkurang. Namun, mengapa akhirnya harus seperti ini?

"Selamat, Dar!" ujar Varlend lesu. Ia mencoba tersenyum, meski hatinya terasa sakit.

"Pasti kau tak menduga kalau istriku adalah orang yang sangat kau cintai. Kau selalu kalah dariku," jawab Dargo sambil menepuk bahu Varlend. Lelaki itu hanya tersenyum masam.

'Gue bakal hancurin lo seperti lo udah nghancurin adik gue,' batin Dargo.

Varlend pun melangkah gontai menuju pintu keluar, tapi pandangannya bertemu--dengan seorang gadis yang membuatnya ketakutan--beberapa hari ini. Perempuan itu adalah teman dekat Rein yang mengetahui kebenaran akan dirinya, yang tak sengaja mendengar percakapannya dengan Joe di bar. Siapa lagi kalau bukan Silfy. Ia masih ingat betul, saat perempuan itu mencoba menekannya untuk mengungkapkan kebenaran ayah dari bayi yang dikandung Rein. Termasuk kejadian di mana dara cantik ini menyudutkan Rein dan Vano lah yang mengakui anaknya untuk mendesaknya mengungkapkan kebenaran.

"Kau?" ujar Varlend.

"Anda kaget ya, Presdir. Saya juga mendapatkan undangan dari mempelai prianya. Selamat ya untuk Anda yang patah hati. Namun, ini belum seberapa dengan luka Rein. Hukum karma itu berlaku," ujar Silfy sinis. Ia pun langsung pergi begitu saja meninggalkan Varlend yang berdiri mematung.

Tbc...

Baca ceritaku yang lain banyak yang udah lengkap, utuh.
Kalian kalau mau mengikuti tentang menulis, bisa follow ig: @lanavayudia atau fb: Lanav Ayudia

Am I Pregnant? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang