28. Mengapa Seperti Ini

15.6K 1.2K 12
                                    

Ben terus kebingungan karena Kanaya masih mengacuhkannya. Ia benar-benar tak tahu di mana letak kesalahannya. Lelaki ini pun memutuskan untuk pergi menemui ibu tirinya. Namun, tatkala ia hendak membuka pintu mobilnya ada seseorang yang menarik tangannya.

"Iblis, ngapain lo narik-narik tangan gue?" ujar Ben sengit. Ben masih membenci Letta meski gadis itu sudah meminta maaf kepada Varlend.

"Dengerin gue. Gue mau ngasih informasi penting," bujuk Letta dengan tatapan memohon.

"Cepetan, lo mau ngomong apa!"

"Tapi enggak di sini."
Mereka pun pergi bersama ke suatu tempat.

***

Setelah sekian lama Ben bisa duduk bicara tanpa emosi dengan Letta. Entah kenapa setiap ucapan wanita itu yang sekarang dia dengar menyayat hatinya mendengar kenyataan bahwa Letta telah bersumpah atas nama kedua orang tuanya akan bersama Dargo dan tak meninggalkan lelaki kejam--yang sebenarnya hidupnya tak semudah yang terlihat sekarang. Dia hanya punya nenek saja, setelah keluarganya meninggal karena kecelakaan dan adiknya juga meninggalkannya dari dunia yang fana ini. Pria itu kesepian dan hatinya telah tertutup dengan amarah yang membara, tak peduli jika melukai orang lain karena dirinya juga terluka.

"Hanya itu yang ingin kau bicarakan?" tanya Ben pura-pura tak peduli dengan mengaduk-aduk jus mangganya.

"Tidak. Aku kemari ingin mengatakan bahwa Varlend menolak bantuan Diyo. Dia tak mau mendapat bantuan dari siapa pun atas kasusnya sekarang. Dia merasa jika kasusnya berhasil, maka itu akan sia-sia saja," jelas Letta dengan wajah sedih mengingat betapa terlukanya mantan kekasihnya itu.

"Maksudmu?" Ben tak percaya dengan ucapan wanita di depannya itu.

"Varlend merasa jika dia keluar dari penjara, maka dunia juga tak akan berubah. Semua telah membencinya. Dia merasa lebih baik di penjara daripada harus melihat setiap orang yang ia cintai membencinya. Ben, gue kesini, berharap lo bisa bantuin nyelesein masalah ini."

***

Varlend menatap adik seayahnya dengan pandangan lesu. Mata Varlend tampak sayup. Dia benar-benar kurang tidur. Semakin hari bebannya semakin bertambah saja.

"Lend, lo serius mau bertahan di sini?" tanya Ben sedih.

"Iya. Gue nggak bisa melihat orang yang dulu sayang gue kemudian natap gue dengan penuh benci. Terutama ibu dan ayah. Setelah gue bebas, apakah gue bisa mengubah segalanya yang udah terjadi? Gue nggak bisa lihat anak gue, jadi anak orang lain. Gue enggak mau nanti harus dipanggil paman kalau Rein nikah sama Vano. Awalnya, gue mikir kalau gue bebas, gue bisa sama anak gue. Nyatanya gue udah kalah langkah dari Vano," jelas Varlend lesu.
Ben tersenyum getir mendengarkan ucapan kakaknya. Dia merasa bersalah juga karena tak bisa membantu kakaknya untuk bersama keluarga kecilnya.

"Lend, lo masih punya kesempatan selama janji suci di atas altar belum diucap. Katanya lo mau tanggung jawab, tetapi sekarang lo nyerah. Mana Varlend yang gue kenal yang enggak mudah putus asa." Ben mencoba meyakinkan kakaknya itu. Ia tak kuasa melihat kesedihan Varlend.

"Tapi, gue enggak mungkin bisa nghancurin kebahagiaan Vano buat diri gue seneng, kan? Dia kan saudara kita."

"Masalahnya kebahagiaan Vano bukan Rein. Semua akan terluka, jika pernikahan ini terjadi. Orang yang sangat dicintai Vano masih hidup. Asahila masih hidup," ujar Ben tanpa ia sadari karena emosi.

"Ziffany masih hidup?" Sedikit senyum terukir di bibir Varlend. Dia masih punya kesempatan bersama anaknya. Melihat makhluk mungil itu yang pertama kali saat terlahir ke dunia, jika ia bisa menikah dengan Rein.

***
Rein tengah menatap malas beberapa gaun yang telah perancang busana buat untuknya. Hatinya semakin meragu, padahal hari pernikahannya semakin dekat. Ada keinginan ingin membatalkannya, tetapi dia juga membutuhkan ayah untuk anaknya. Hati kecilnya berharap Varlend datang untuk membatalkan pernikahannya dengan Vano untuk menikahinya. Perasaannya pada Varlend tak mudah dihilangkan begitu saja, meski ia telah mencoba berulang kali. Namun, semuanya sia-sia. Lelaki itu terus menghantui pikirannya.

"Rein, kamu mau pilih yang mana?" tanya Nyonya Ardian sambil memegang dua gaun berlengan panjang.

"Terserah Mamah saja." Rein sama sekali tak tertarik dengan kedua gaun itu karena menurutnya itu terlalu mewah.

"Kamu kenapa sih?" Nyonya Ardian mengerti benar anaknya dalam kondisi kurang baik terlihat dari wajah sendunya.

"Rein tak yakin dengan pernikahan ini." Rein mencoba jujur.

Nyonya Ardian merasa sedih melihat kegamangan anaknya. Dia tak pernah menyangka akan seperti itu kisah kehidupan anaknya.

"Nak, sebentar lagi kamu akan menikah. Maka setelah itu, semuanya akan baik-baik saja. Vano adalah pria yang baik. Dia pasti bisa menjagamu. Apa yang kamu takutkan lagi? Varlend juga tak akan mengusik kalian karena dia masih di penjara dengan kurun waktu yang lama," jelas Nyonya Ardian tanpa ia sadari telah membuka kebenaran Varlend.

"Apa maksud Mamah? Varlend di penjara karena apa?"

Nyonya Ardian merutukki ucapannya. Dia tak tahu harus menjawab apa.

***
Di bawah rintik hujan Aira mencari-cari Vano. Ia menyelusuri taman rumah sakit, tetapi hasilnya nihil. Perempuan cantik itu pun memutuskan kembali ke ruangannya. Namun, saat menatap pintu keluar ia melihat sosok yang dicari. Gadis itu pun memutuskan untuk mengejar Vano hingga sampai di depan jalan raya, ia melihat lelaki itu hendak menyeberang sambil menelpon dan ada kijang putih melesat dengan kencangnya, hendak menerjang tubuh Vano. Aira berlari untuk menyelamatkan pria itu dan benar saja Vano terjatuh mencium aspal, sementara Aira tertabrak mobil itu dengan kondisi yang lumayan parah.
Vano segera bangkit tak mempedulikan tubuhnya yang terasa nyeri. Ia berlari menerobos orang-orang yang telah mengerumuni Aira. Ia angkat tubuh mungil itu perlahan.

"Ra, bertahanlah semua akan baik-baik saja." Vano benar-benar panik.

"Van, a ... aku mi ... min ... ta ... maaf, jika aku punya banyak salah kepadamu. Se ... be ... nar ... nya Zi ...." Belum sempat Aira menyelesaikan ucapannya, ia telah menutup matanya tak sadarkan diri.
Vano semakin cemas melihat sahabatnya terluka karenanya. Namun, ada perasaan aneh yang menjalar di relung hatinya yang tak ia mengerti.

Tbc...

Sekilas info yang mau beli bukunya, silakan nabung dari sekarang, ya. Untuk buku ini hanya dicetak setiap ada pesanan alias PO 🙏🙏

Am I Pregnant? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang