Chapter Twenty Three

5.4K 661 51
                                    

Azella menatap rumah sederhana yang telah lama ia tinggalkan, rumah sederhana yag selama 7 tahun ia rindukan, rumah sederhana yang menyimpan kenganan. Rumah miliknya.

Mr. Chlaire membuka pagar rumah sederhana berdinding putih itu lalu melangkah masuk ke halaman depannya yang tertata rapi. Ia berbalik, mendapati Azella masih berdiri termengu di ambang pagar.

"Come on baby, your mother is waiting for you inside" Ajaknya.

Azella melangkah ragu-ragu kedalam rumahnya, ia menatap berkeliling. Suasananya masih sama seperti dulu. Membuatnya ingin menangis karenar begitu rindu rumah.

Kini ia pulang.

"Bonjour" Sapa Mr. Chlaire setelah membuka pintu dan melangkah masuk. tapi tak ada yang menyahut.

Azella mendapati rumahnya masih sama seperti dulu, sama persis. Warna cat di dindingnya, Letak benda-bendanya, suasananya. Membuat dadanya semakin sesak, semuanya terasa seperti.... ia tak pernah pergi.

"Aku rasa ibumu ada di halaman belakang, ia suka berada disana, kau tahu kenapa?" Tanya Mr.Chlaire.

"Karena...dulu kami sering menghabiskan waktu bersama disana" Jawab Azella lirih.

Mr.Chlaire tersenyum, lalu membimbing Azella menuju halaman belakang.

Disana, Azella mendapati dua wanita sedang memandang ke luar, kearah danau belakang rumah.

Wanita yang satu tengah berdiri dengan mengenakan pakaian serba putih, khas seorang suster, Dan wanita satunya, wanita yang duduk di kursi roda, yang memandang danau dengan tatapan kosong, adalah seseorang yang begitu ia rindukan.

Mom-nya.

Tungkai Azella terasa lemas, Dadanya terasa amat sesak, Dan air mata segera menggenangi matanya ketika melihat Momnya dalam keadaan seperti itu.

begitu diam.

Begitu hampa.

Begitu hilang.

Seakan tak lagi punya jiwa.

Wanita itu bukan seperti Mom yang dikenalnya. Ia tak percaya, Momnya yang begitu cerewet, kuat dan penuh semangat, kini hanya bisa duduk tak berdaya di atas kursi roda.

Azella melangkah perlahan menghampiri kedua wanita itu, Air mata berlinangan dipipinya.

Mr.Chlaire memberi isyarat pada suster itu untuk menjauh, meninggalkan Mrs. Chlaire dan Azella sendirian.

Azella berlutut dihadapan wanita yang begitu ia rindukan ini. Ia tak kuasa menatap wajah tirus pucat milik ibunya yang dulu merona, Kedua mata coklat lembutnya kini begitu hampa. Rambut pirangnya yang dulu selalu tersanggul  rapi kini hanya tergerai lemas.

"Mom, Ini Azella" Panggil Azella lembut, tapi wanita itu tak pula mengalihkan pandangan kosongnya ke arah Azella. "aku sudah pulang"

Azella menunduk, Ia terisak. Dimana ibunya yg dulu selalu menyambut kepulangannya dengan senyum manis dan pandangan hangat. Ibunya yang selalu menyambutnya dengan sepiring cookies dan segelas susu hangat setiap kali ia pulang sekolah.

Kini yang ditemuinya setelah sekian lama berpisah, adalah wanita yang begitu diam. Ibunya yang bahkan tak menyadari kepulangannya.

Azella mendongkak, kembali menatap wajah ibunya. Ia tertegun, kini wanita itu menatapnya lembut, bibirnya tersenyum simpul, tapi tak mengatakan apapun.

Moment itu berlangsung selama beberapa detik, yang membuat hati Azella terasa damai, namun detik selanjutnya mata coklat itu kembali kosong, hampa. Bibir itu kembali membentuk satu garis datar. Ibunya kembali hilang.

"Mom?" Panggil Azella, berharap kesadaran ibunya kembali lagi.

Mr.Chlaire menepuk bahu Azella. Gadis itu mendongkak menatap wajah tersenyum Ayahnya.

"sudah sangat lama sejak terakhir kali kesadaran ibumu kembali" Beritahunya. "Yang selalu diinginkan ibumu adalah kembalinya kau, Azella. Dan saat kau ada untuknya, itu sangat berpengaruh baginya."

"Apa Mom akan kembali pulih?" Tanya Azella sambil menghapus sisa-sisa air matanya.

"selama kau terus bersamanya, pasti. Bahkan ia bisa pulih lebih cepat" Jawab Mr.Chlaire sambil tersenyum.

Azella membalas senyum Ayahnya.

"Ayo, kita masuk" Ajak Mr.Chlaire lu beranjak ke untuk mendorong kursi roda istrinya.

Satu air mata kembali menetes dari mata indahnya, Azella bersyukur. Ia tak bisa lebih bahagia lagi dari ini. Kini kedua orang tuanya telah kembali. Hidupnya terasa lengkap dengan ketiga orang yang dicintainya.

Mom, Dad, and Zayn.

Ia mengulang terus dalam hati, seakan ketiga nama itu adalah sebuah mantra yang membuat hatinya begitu bahagia.

~~~~****~~~~

Perrie Edward menatap foto yang diperolehnya dua minggu yang lu dengan pandangan sedih.

Foto itu berisi dua orang yang terlihat sangat bahagia. Azella dan... Zayn.

Hatinya terasa amat perih melihat wajah lelaki yang dicintainya itu begitu bahagia.

Bahagia tampanya.

Setelah dua minggu, ia terus memandangi foto itu, terus mencari kesalahan didalamnya. Terus bertanya-tanya. Akhirnya kini ia mengerti.

Zayn takkan pernah kembali padanya.

Karena lelaki itu telah menemukan kebahagiaannya

Karena lelaki itu tak lagi menginginkannya.

Karena hati Zayn telah berpaling darinya.

Bagaimana pun cara yang ia lakukan, lelaki itu takkan menjadi miliknya lagi.

Kini Perrie sadar, keegoisannya untuk terus mempertahankan Zayn, bahkan dengan cara kotor sekalipun telah menjadikannya, seseorang yang jahat, yang tak lagi memiliki hati.

Telah membuatnya berubah.

Mungkin seharusnya aku mulai belajar melepaskan Zayn. Mengikhlaskannya bahagia dengan gadis lain.

Karena jika terus ku pertahankan, Akulah yang takkan menemukan kebahagiaannya.

Aku takkan akan pernah bisa bahagia jika terus mencintai seseorang yang tak mencintaiku.

Aku sadar, Zayn pergi karena salahku sendiri, bukan Azella.

Aku harus...

Minta maaf padanya.

Dan kembali menjadi Perrie yg dulu.

~~~~****~~~~

Heeey gimana Chap ini? Maaf yaa kalau di chap ini Zaynnya gak muncul, soalnya kan dia lg sibuk tour ehehe..

Gue mau nanya nih, menurut kalian ff ini mainstream gak sih? Aneh gak sih? Atau alurny terlalu gampang ditebak? Tolong ya perdapatnyaaa..

And the last but not a least Pleaseee leave me your vomment  for next chap :D


Girl and Big BenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang