Chapter 2 - His Dreams

266 24 0
                                    

Up date : 11th August 2018

*********

Cerita sebelumnya.....
Ami, seorang gadis biasa yang hidup bersama ayahnya. Seminggu lalu sesuatu terjadi padanya hingga ia takut terhadap orang asing. Selalu dibayangi oleh kejadian tersebut, dia selalu takut terhadap masa depannya. Hingga takdir mempertemukannya dengan Miles, seorang bangsawan dari Inggris yang merupakan teman ayahnya. Pria bersikap unik tersebut mengulurkan tangan padanya, menariknya dari rasa takut yang selalu menderanya.

********

Tidak ada yang lebih mendebarkan selain mengemudi menerobos angin. Kepalanya terasa dingin didalam sapuan angin. Mungkin memang ini yang dibutuhkannya setelah perdebatan dan penawaran panas yang terjadi via telepon tadi. Setelah berbagai negosiasi, ia berhasil mendapatkan harga murah untuk impiannya. Diakuinya bukan hanya negosiasi saja yang berperan. Tapi impiannya itu, masih membutuhkan sesuatu yang lain agar menjadi miliknya seutuhnya, dan sekarang, ia masih mengupayakan sesuatu itu dengan segala daya.

Ia memiliki target untuk setiap rencananya. Deadline yang semakin dekat, memberi tekanan tersendiri baginya. Jika ditanya kemampuan super apa yang diinginkannya, ia ingin kemampuan untuk mengendalikan Sang Kala. Lingkungannya selalu mengajarkan bahwa selama dirinya berusaha, ia pasti bisa melakukan apapun di dunia ini. Termasuk mengendalikan apapun yang diinginkannya. Orang lain, perasaannya sendiri, perasaan orang lain, bahkan hidup beratus-ratus orang ada di tangannya. Ia berjuang sangat keras agar berada di posisinya sekarang. Tapi hanya satu yang masih jauh dari jangkauannya, impiannya, dan Sang Kala. Seberapapun ia membuat dirinya berpengaruh, ia masih tidak bisa mengendalikan waktu. Fakta yang menegaskan bahwa dirinya hanya manusia biasa.

Dan manusia biasa, bisa merasakan penat.

Tiba-tiba ia teringat penggalan kalimat dari Hans Christian Andersen.

.....To Travel is To Live

Benar. That's why I hit the road.

Ditengah sapuan angin yang menerbangkan sehelai dua helai rambutnya, ia merasakan kebebasan yang mengajaknya pergi dari rasa penat. Langit biru tanpa sapuan awan, dedaunan hijau di sisi kiri dan kanan jalan, serta jalanan beraspal yang membentang dan menghilang dibalik bukit berkapur. Itu adalah obat yang paling mujarab untuk mengusir rasa penatnya. Tapi semua itu, tidak dapat mengalahkan keindahan impiannya. Impiannya, tidak ada yang bisa menandingi. Sudut kiri bibirnya selalu tertarik naik setiap kali angin menyegarkan berhembus menerjang laju mobilnya. 

Tiba-tiba sentuhan di lengan kanannya membuatnya menoleh.

"Miles, lihat ada pohon kapas! Hehehe pasti lembut banget."

Ia terkekeh. "Itu kapuk." Ia melambatkan laju mobilnya. "Kamu mau ngambil kapuknya itu?"

Gadis disampingnya menggeleng. "Jalan saja." Sahut gadis itu seraya menyelipkan rambut dibalik telinga.

Angin tanpa pilih kasih juga ikut menerbangkan rambut gadis disampingnya. Membuat rambut gadis itu berantakan. Apapun perlakuan angin, gadis itu tetap tersenyum sambil melihat pemandangan di sepanjang jalan. Dengan lesung pipi yang terukir dalam di kedua pipi, sepasang mata berwarna coklat itu selalu bergerak mengikuti setiap hal yang berlalu.

Ami Heo.

Nama gadis itu.

Bukan nama yang sebenarnya, tapi dirinya biasa memanggil dengan nama itu.

"Kenapa?" Tanya gadis itu ketika menyadari tatapannya.

Ia menggeleng sambil mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Dirinya tidak mungkin terpesona. Terpesona 'huh? Tidak mungkin jika dipikirannya ia teringat wajah gadis lain, mantan pacarnya dulu, Alice. Gadis itu sangat berbeda dengan Ami. Warna lipstik dengan tebal selalu menutupi setiap bagian dari bibir Alice. Dan ketika angin berhembus menerbangkan setiap helai rambut pirang Alice, rambut-rambut itu selalu berakhir tertempel di bibir. Jika itu Alice yang duduk bersebelahan dengannya sekarang, sebuah senyuman tidak akan terukir di wajah Alice. Gadis itu akan menggerutu dengan kesal sembari memintanya untuk mengganti mobil. Ia tersenyum miring. Mungkin bukan pilihan buruk untuk memilih bersama seseorang yang tidak akan menghalangi hal yang disukainya. Bukan pilihan buruk.

A Rose for an Acre (SUDAH TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang