Chapter 28 - His Aching Heart

113 17 5
                                    

Up date : 30th December 2018

**********
Cerita sebelumnya......

Setelah kencan bersama Miles, Ami tahu bahwa Miles mencintainya, hanya saja pria itu takut untuk mengutarakan karena berbagai alasan yang hanya bisa ditebak oleh Ami. Salah satunya, mungkin karena Miles tahu Ami tidak mempunyai jawaban atas perasaan Miles. Jadi, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Ami selain diam dan cukup menyimpan pengetahuannya di dalam hati.

Selanjutnya, hubungan Ami dan Miles menjadi lebih dekat, mereka hampir selalu bersama di setiap waktu. Atas saran dari Miles, Ami mulai menulis surat untuk bapaknya.

Dan saat waktunya tiba, mereka bersiap-siap untuk pesta yang menjadi tujuan awal kedatangan mereka di London.

Akankah pestanya berjalan lancar?

Just, scroll down 💁🏻‍♀️

**********

Undangan ditunjukkan, dan sepasang daun pintu yang tinggi besar berhiaskan ukiran elegan dibuka oleh dua orang berpakaian rapi, menyuguhkan pemandangan di dalam ball room dengan beberapa tamu yang sudah hadir lebih awal dibanding dirinya. Ia melangkah dengan percaya diri ke dalam ruangan. Pintu tertutup di belakangnya, dan ia bisa mencermati seisi ruangan yang tampak seperti lukisan berikut setiap tamu undangan yang berdiri dan berbincang santai dengan segelas sampanye di tangan. Ketika ia melangkah maju, dirinya juga menjadi bagian dari lukisan menakjubkan. Bukan. Ialah fokus utama dari lukisan.

Pakaian yang membalut tubuhnya tergolong biasa, jas hitam, celana panjang rapi berwarna hitam, kemeja putih, dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam. Ada sesuatu yang ingin ia buktikan dengan berpakaian seperti ini, bahwa ia tidak memerlukan warna lain untuk membuatnya menonjol di antara setiap kalangan undangan di dalam ruangan ini. Terbukti dari setiap pasang mata yang kini mulai memasukkan dirinya sebagai pusat perhatian.

Semua perhatian itu membuat dadanya mengembang, tapi di tempat seperti ini ia tidak dapat menampilkan senyuman puasnya dengan mudah. Wajah datar Edward selalu muncul dalam benaknya untuk mengingatkan. Behave. Behave. Oh, ngomong-ngomong, bukan hanya dirinya yang menjadi pusat perhatian di ruangan ini. Tapi juga istrinya, Ami, yang saat ini sedang digandengnya.

Dilihat dari sisi manapun, tidak mengubah fakta bahwa istrinya sangat cantik.

Rambut Ami ditata sedemikian rupa hingga tampak menyegarkan di matanya. Ia tidak mengerti trik apa yang digunakan untuk bisa membuat kepangan bak poni yang menjalar menyamping hingga berakhir dalam sanggulan kecil di belakang. Huh. Ia tidak ingin mengerti, biar wanita-wanita itu saja yang menjalankan tugas. Lalu gaun yang membalut tubuh Ami, mengingatkannya pada kebun mawarnya di Bali. Secantik itulah istrinya.

Entah sudah berapa kali ia mengakui penampilan Ami yang menakjubkan, dirinya tidak juga terbiasa dengan debar di jantungnya, serta dorongan hatinya untuk membawa kabur istrinya dari setiap tatapan tamu undangan di pesta ini.

Sekali lagi wajah Edward muncul dalam pikirannya. Behave, behave. Shit. Edward bagai berada dimana-mana.

Ia tidak akan kabur, ia adalah pria sejati yang tidak akan kabur dari apapun. Lagipula hilang sudah kesempatannya ketika beberapa orang memberanikan diri untuk mendekat padanya.

Ada sekitar tiga orang yang datang menghampirinya, tapi hanya satu yang ia kenal. Seorang pria berumur 50 tahun-an, berwajah kotak, dengan cincin emas berhiaskan batu mulia sebesar kuku ibu jari melingkari jari manis dan jari kelingking pria itu, adalah Lord Beaufort, atau lebih dikenal dengan Earl of Gloucaster. Selain keluarganya, hanya pria inilah dari kalangan bangsawan Inggris yang sering hadir menghiasi pesta seperti ini.

A Rose for an Acre (SUDAH TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang