Chapter 40 - His Reason

95 13 0
                                    

Up date : 10th March 2019

*********
Cerita sebelumnya ......

Ami yang pulang ke Bali tanpa Miles mengingat kembali cerita Maréna. Ibu Miles bercerita tentang Richard, Duke of Avenshire yang dulu, kakek Miles, yang juga memperistri seorang wanita Indonesia seperti dirinya. Tapi hidup wanita itu tidak bertahan lama di bawah tekanan nama keluarga Winchester.

Ami dihadapkan pilihan, membuat statusnya sah di Inggris dengan menikah kembali, atau tetap seperti sekarang. Setelah dilamar oleh Miles, Ami memutuskan untuk mengikuti permintaan Miles sekaligus Maréna, dengan syarat agar Miles mencari apa yang benar-benar pria itu inginkan.

Untuk pertamakali Edward meluncurkan pujian pada Ami yang sudah berhasil menjalankan peran sebagai Nyonya Winchester dengan baik, saat itulah Ami memutuskan untuk tetap di Bali seandainya Miles ingin fokus menjadi pembalap. Sekarang yang tersisa hanya pertanyaan tentang alasan Miles kenapa memilih Bali?

Surat-surat yang berhamburan terbang dan tertangkap tangan Ami-lah yang mengandung jawaban Miles!

*********

Miles dua tahun yang lalu ....

***

Atas paksaan Robert, untuk pertamakali dalam hidupnya ia menginjakkan kaki di sebuah tempat yang digadang-gadangkan sebagai pulaunya para dewa.

Di tempat ini, ia memutuskan untuk mengikuti petunjuk warga lokal tentang sesuatu yang pertama kali terbesit dalam benaknya ketika ban roda pesawatnya mencium beton landasan.

'Sabung Ayam.'

Not a kind of thing that crossed your mind 'eh?

Tapi itu terbesit begitu saja dalam benaknya.

Disinilah dirinya, di depan sebuah bangunan yang disebut Pura, diantara warga lokal dengan kamen menutupi kaki mereka, berseru dalam bahasa setempat, meneriaki dua ekor ayam yang sedang berkelahi di tengah lingkaran. Ketika salah satu ayam dinyatakan kalah dengan darah menetes entah dari bagian mana tubuh hewan tersebut, satu kerumunan orang berseru dalam kekecewaan. Kemudian beberapa orang yang 'bertanggung-jawab' masuk ke dalam lingkaran tersebut, dan mengambil ayam-ayam tadi.

Alisnya berkerut menyaksikan semua itu.

"Nggak ada taruhannya?" Ia tidak kuasa menahan pertanyaannya pada salah seorang warga lokal.

Sebelum ke pulau ini, ia sudah menguasai Bahasa Indonesia ketika beberapa kali harus pergi ke Jakarta, dan beberapa daerah di Kalimantan. Ia juga sudah mempelajari bahasa lokal meskipun tidak sefasih Bahasa Indonesia-nya.

"Ini beda Pak. Ini untuk keperluan upacara di Pura, jadi nggak ada itu taruhan." Terang salah seorang warga lokal.

Mulutnya membulat. "Terus, dimana yang pakai taruhan?"

"Err, itu, sudah nggak ada Pak. Sudah dilarang sama pemerintah." Sahut orang itu dengan logat Bali yang kental.

Cukup dari menilai ekspresi orang tersebut dirinya tahu sebuah fakta. Oh come on! You're not a good liar.

"Yahh, sayang banget ya. Padahal aku pengen banget taruhan." Ucapnya sembari merogoh saku celananya, dan menarik ujung uang berwarna merah muda secara perlahan. "Aku juga lagi nyari orang buat mengantarku melihat Sabung Ayam itu, kamu kenal nggak orang yang gitu?"

A Rose for an Acre (SUDAH TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang