15 - Pertemuan Tak Terduga

956 100 10
                                    

"Jungyeon-ie" panggil Jiyeon.

"Ne, eomma" jawab Jungyeon.

"Kajja pulang. Ini sudah sore"

"Eoh, allaseo. Eomma kapan-kapan kita pelgi belmain lagi ya"

"Arraseo. Tapi kalau eomma tidak sibuk bekerja kita pasti pergi bermain lagi" senyum Jiyeon merapikan tatanan rambut Jungyeon.

"Holeee... Pelgi belmain lagi" girang Jungyeon.

"Sini eomma pegang tangannya nanti Jungyeon hilang lagi" ujar Jiyeon.

"Ini" Jungyeon menyodorkan tangannya untuk ibunya pegang.

"Eomma" panggil Jungyeon.

"Hmm"

"Kapan-kapan ajak appa juga ya. Jungie penacalan dengan wajah appa" seru bocah kecil itu.

Jiyeon yang awalnya tersenyum kini senyumannya sirna bak terbawa angin. Ia yang awalnya begitu bahagia karena putranya tidak pernah mengungkit soal ayahnya kini tiba-tiba bertanya. Lantas ia harus menjawab apa kepada putranya dan jawaban apa yang akan ia berikan kepada putranya.

"Jungie-ah. Eomma pernah bilang pada Jungie kan?" Bocah lima tahun itu mengangguk.

"Jika Jungie tidak boleh beltanya tentang appa. Tapi Jungie penacalan sepelti apa wajah appa. Anak-anak yang lainnya memiliki appa, lalu Jungie cendili appa nya dimana? Apa benal yang meleka katakan bahwa Jungie tidak punya appa?" Jiyeon yang mendengar pertanyaan putranya meringis dalam hati. Seandainya saja ia bisa menjawab bahwa sebenarnya ia juga memiliki ayah, tapi ia bingung mau mulai mengatakannya dari mana sedangkan putranya masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya.

"Jungie-ah. Kau bukannya tidak memiliki appa, kau juga memiliki appa. Hanya saja kau masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya. Suatu saat nanti eomma akan mengatakan semuanya disaat usiamu sudah cukup untuk mengetahuinya. Jadi kau jangan berbicara seperti itu karena eomma tidak suka dan jangan pernah mendengar apa kata teman-teman mu karena apa yang mereka katakan itu tidaklah benar, arrachi?" Bocah lima tahun itu kembali mengangguk.

"Allaseo, eomma. Jungie tidak akan beltanya lagi soal appa"

Jiyeon tersenyum dan mengacak rambut hitam legam putranya. Sedikit menyesal karena telah membuat putranya sedih.

"Chaa... Nanti kalau eomma tidak sibuk bekerja Jungie ingin pergi bermain kemana?" Tanya Jiyeon.

"Tidak jadi" ucap bocah itu.

"Loh kok tidak jadi? Bukankah tadi Jungie bilang ingin pergi bermain?" Heran Jiyeon mengetahui putranya cepat sekali berubah pikiran.

"Eomma pasti capek kelja tiap hari buat Jungie. Jadi Jungie tidak mau pelgi belmain, kita bica belmain di lumah aja. Jungie tidak mau eomma cakit kalena Jungie" Jiyeon tersenyum mendengar penuturan anaknya yang begitu sangat ia sayangi melebihi apapun.

"Eomma pasti baik-baik saja. Jungie tidak perlu khawatir dengan eomma. Selama Jungie bersama eomma, eomma akan baik-baik saja. Jadi Jungie ingin bermain kemana?" Tanya Jiyeon sekali lagi.

"Nanti caja Jungie pikilin. Cekalang ayo kita pulang, Jungie capek ingin bobok" ujarnya begitu menggemaskan dimata Jiyeon.

"Jadi Jungie capek? Sini-sini eomma gendong kalau gitu" bocah lima tahun itu mendekat lalu dengan sigap Jiyeon menggendongnya.

"Aigo... Putranya eomma begitu berat ya" canda Jiyeon.

"Jungie tidak belat, Jungie lingan tau" ujarnya menggembungkan pipinya.

"Arras-"

"Jiyeon-ah! Kau kah itu?"

Ucapan Jiyeon terpotong karena tiba-tiba saja ada yang memanggil namanya. Ia pun menoleh dan membolakan matanya.

Crying Season 2 [ I'm Fine ] END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang