17 Juli 2006

332 24 2
                                    

Aku memarkirkan motor bebek biru kesayangan di bawah pohon mangga mandul. Pohon mangga ini, selama setahun aku sekolah di sini, nggak pernah sekali pun berbuah. Bunganya banyak, tapi selalu berakhir rontok tanpa sempat berbuah. Aku melepas helm dan meletakkannya di jok motor. Aku merapikan ikatan rambut, lalu beranjak dari tempat parkir. Sepanjang perjalanan, aku melihat siswa baru dengan seragam putih birunya. Nggak terasa tahun lalu aku mengalami kejadian yang serupa dengan mereka.

Sudah pukul 06.45. Aku buru-buru menuju kelas baru. Hari ini aku resmi menjadi siswa kelas XI SMA. Aku sudah menjadi senior. Tadi sebelum berangkat, Rani mengirimkan SMS kalau aku dapet kelas XI IS 2, sedangkan Rani sendiri ada di kelas XI IA 6. Artinya, kami pisah kelas dan jurusan.

Ranie emang kampret!

Perasaan kalau ulangan harian sampai ulangan akhir semester, dia selalu mencontek jawabanku. Tapi, kenapa nilaiku lebih jelek dari nilai dia, sih? Mana nilai pelajaran IPA-ku, entah fisika, biologi sampai kimia, itu merah semua pula. Gagal, kan, aku masuk kelas IA.

Kelasku letaknya strategis banget karena berada tepat di sebelah kantin. Jadi, aku gampang kalau pergantian jam mampir ke kantin, sekadar membeli es teh sebentar sampai guru masuk kelas. Apesnya, kalau aku membolos, nggak bisa nongkrong di kantin karena bisa langsung ketahuan. Aku harus mencari tempat bolos baru, deh, kalau gini.

Saat aku sampai, sudah banyak orang di dalam kelas baruku. Aku memandang sekeliling untuk mencari bangku kosong. Hampir semua bangku sudah ada penunggunya. Sampai mataku melihat bangku nggak berpenghuni di baris keempat, di deretan bangku depan meja guru. Itu salah satu posisi nyaman menurutku.

"Tapi, kok, nggak ada yang nempatin?" Aku jadi sedikit curiga. "Bodo amatlah!" Aku melangkah masuk ke dalam kelas sambil menyapa teman yang kulewati. Beberapa aku sudah mengenal mereka karena pernah sekelas dulu.

Sekolahku ini tiap kelas cuma punya dua puluh siswa dan masing-masing siswa menempati bangku sendiri. Jadi, kami semua nggak punya temen sebangku. Udahlah yang pacaran sekelas nggak akan bisa mesra-mesraan selama jam pelajaran.

 Udahlah yang pacaran sekelas nggak akan bisa mesra-mesraan selama jam pelajaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku duduk di kursi, lalu meletakkan tas ransel baruku ke meja. Aku memandang sekeliling. Ada beberapa anak yang  kukenal, termasuk Lena yang duduk jauh dariku. Aku berpaling ke belakang. Di belakangku, seorang cowok sedang tidur. Mukanya ditutup jaket abu-abu. Tubuhnya besar. Aku sama sekali nggak bisa menebak siapa dia.

Biarin ajalah! Nanti juga aku tahu siapa yang duduk di belakangku. Lebih baik aku keluar karena sebentar lagi upacara dimulai.

Upacara pembukaan tahun ajaran baru berlangsung selama satu jam lebih. Selesai upacara, aku mampir ke kantin dulu sebelum masuk ke kelas. Tenggorokanku kering banget karena berjemur terlalu lama.

"Mas, es teh dong. Pake plastik aja, ya," pintaku ke Mas Joko, pemilik salah satu stand di kantin ini. Stand mas Joko ini letaknya paling deket dengan kelasku.

"Siap, Neng," sahut Mas Joko, lalu meracik es teh pesananku.

Aku duduk di salah satu bangku yang menghadap ke kelas. Aku bisa dengan jelas melihat ke dalam kelas yang lumayan ramai. Temen-temenku banyak yang sudah masuk ke kelas.

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang