Aku membuka mata. Pandangan mataku buram. Apa yang aku lihat cuma samar-samar, nggak jelas. Hidungku mencium aroma aneh yang kuat dan menyengat. Aku nggak suka aroma ini.
Badanku lemas banget. Aku merasa nggak bisa menggerakkan tangan sama sekali. Kepalaku juga pusing.
"Ocha," panggil sebuah suara. Aku nggak asing dengan suara ini. Suara wanita yang lembut dan sedikit serak. Suaranya membuatku merasa tenang.
"Kamu nggak apa-apa? Ada yang sakit?" tanya suara itu lagi.
Aku melihat seseorang berdiri di samping tempat aku tidur. Tapi, aku belum bisa menebak siapa dia. Pandangan mataku masih buram. Aku merem-melek beberapa kali. Tapi, mataku masih belum berfungsi dengan baik. Aku cuma bisa melihat samar-samar. Aku cuma bisa menebak dia wanita dengan potongan rambut bob. Tangannya mengusap kepalaku lembut, membuatku nyaman. Aku jadi pengin tidur lagi.
"Mau minum dulu? Ada susu coklat kesukaan kamu," katanya menawarkan minuman kesukaanku.
Kalau dalam kondisi normal, aku akan langsung mengiyakan tawarannya itu. Tapi, sekarang mulutku kering banget dan pahit. Aku pengin minum es kelapa muda pakai gula merah. Dengan sedikit es, kelapa muda gula merah segar banget pasti.
"Es kelapa muda pakai gula merah satu," kataku pelan. Untuk bicara aja, tubuhku lemas banget.
"Apa? Kamu baru aja pingsan. Dan sekarang udah bisa minta aneh-aneh aja. Kepala kamu nggak kepentok, kan? Mama mau panggil dokter dulu," omel wanita itu yang ternyata mamaku sendiri.
Jangan salahin aku yang nggak mengenali orang yang sudah melahirkanku. Serius! Mataku aja belum bisa melihat jelas. Badanku nggak enak banget rasanya, pegal dan ringan dalam waktu yang bersamaan. Lebih baik, aku tidur lagi aja kalau gini.
Entah berapa lama aku tidur. Samar-samar aku mendengar ada orang mengobrol. Ada dua orang. Eh, tiga orang. Ada suara cowok dan cewek. Nggak terlalu jelas mereka membicarakan apa.
Aku membuka mata, lalu memejam lagi. Cahaya di atas kepalaku menyilaukan sampai membuat mataku sakit. Siapa yang naruh lampu di atas, sih? Nggak sopan banget!
Setelah merem-melek beberapa kali, akhirnya mataku terbiasa dengan cahaya lampu yang ada di kamar ini. Sebentar! Ini kamar siapa, deh? Ini bukan kamar yang aku banget.
Kamarku temboknya warna biru. Ini putih bersih nggak ada poster Westlife atau My Chemical Romance favoritku. Kamarku selalu berantakan. Ini rapi dan cuma ada kasur yang aku pakai tidur sekarang, meja kecil di sampingnya, serta sofa di ujung deket jendela.
Aku di mana?
Aku mencoba duduk. Badanku sudah lebih baik, nggak terlalu lemas kayak tadi. Aku bersandar di kepala tempat tidur. Kamar ini nggak terlalu besar. Di sini aku bersama Mama, Papa, dan Arjuna.
Ha?
Sebentar, deh, sebentar!
Aku mengucek mata. Dahiku berkerut. Mataku menyipit, memastikan penglihatanku nggak salah. Cowok tinggi besar yang menggunakan kaus dan celana jins hitam yang duduk di samping Papa itu benar Arjuna. Dia Arjuna Purusa. Dia cowok yang duduk di belakangku. Dia cowok yang kalau jam pelajaran suka usil menendang kursiku. Dia cowok yang beberapa hari ini sengaja aku hindari gara-gara bersikap kasar ke orang lain.
"Ocha," panggil Arjuna, lalu berdiri. Dia yang pertama menyadari kesadaranku sudah pulih.
Mama dan Papa memandang ke arahku. Mereka lalu segera bangkit dari duduk dan mendekati tempat tidurku.
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) You
Teen FictionArjuna Purusa. Lelaki yang hadir dan mengubah hidupku. Semua yang dilakukannya selalu melibatkan aku. Tapi, setelah sepuluh tahun lebih kebersamaan kami, bisakah aku mengikhlaskan kepergiannya? ~ Rosaline Sabatini