5 Mei 2007

95 22 2
                                    

Arjuna memarkir motor hijaunya di samping sebuah motor matik berwarna kuning. Setelah dia mematikan mesin motornya, aku segera turun.

Rutinitas Sabtu sore, tambahan pelajaran olahraga, berenang di kolam renang kota. Arjuna nggak pulang ke rumahnya sejak bubar jam sekolah. Dia numpang makan dan pipis di rumahku. Katanya, kalau harus balik dulu ke rumah,dia harus bolak-balik untuk menjemputku, padahal, kan, aku sama sekali nggak minta. Motorku lama-lama aku hibahin ke museum kendaraan antik juga gara-gara terlalu lama menganggur di garasi.

"OCHA," teriak Lena saat aku memberikan helm ke Arjuna. Suara cempreng Lena langsung terdengar ke semua penjuru parkiran. Orang-orang yang masih ada di parkiran pun langsung memperhatikan Lena. Tapi, emang dasarnya perawan satu itu nggak punya malu, dia nggak peduli. Lena segera berlari mendekat.

"Dulu emak lo ngidam toa masjid, ye? Kenceng banget suara lo," ejekku saat Lena sudah berdiri dua langkah di depanku.

Lena hanya meringis tanpa rasa bersalah sedikit pun. Dia membenarkan letak tas selempang hitam di pundak kanannya.

"Udah dari tadi lo?" Heran, tumben Lena datang lebih dulu dari pada aku. Biasanya, dia juga telat lama, bahkan sering nggak dateng.

"Nggak juga, kok. Barusan banget turun dari motor, terus liat lo," jawab Lena, lalu menunjukkan motor bebek miliknya yang terparkir nggak terlalu jauh.

"Yuk, masuk dulu," ajak Lena sambil menarik tanganku untuk mengikutinya ke depan pintu loket.

Aku menahan Lena untuk berhenti sebentar, lalu membalikkan badan. Arjuna masih berdiri di dekat motornya. Matanya sibuk menatap layar hape Nokia 6600 di tangan kanannya. Arjuna nggak sadar kalau aku sudah mulai meninggalkan dia sendirian.

"Juna," panggilku. Aku nggak tega harus meninggalkan anak orang di parkiran begitu aja. Nanti kalau Arjuna hilang, aku pulang sama siapa?

Eh, kan, ada Lena. Apa aku biarkan aja Arjuna hilang? Aku juga jadi nggak pusing memikirkan perasaan dia setiap saat.

Arjuna mengangkat kepalanya dan memandangku dengan bingung. Aku yakin pikirannya lagi nggak di sini, deh. Dari tadi siang, dia sibuk banget dengan hapelnya. Aku nggak tahu dia sms-an dengan siapa.

Eh, dia nggak sms cewek lain, kan? Ah, terserah, ah! Bukuan urusanku!

"Ayo buruan!" ajakku sambil melambaikan tangan.

"Duluan, deh. Ntar gue nyusul," sahut Arjuna. Dia balas melambaikan tangan sambil tersenyum.

Aku menatapnya heran. Lagi-lagi perasaanku jadi aneh. Terakhir kali aku merasakan ini sebelum Arjuna menghilang berhari-hari gara-gara berurusan dengan Ferry. Aku curiga Arjuna menyembunyikan sesuatu dariku lagi. Tapi, apa lagi ini? Dia sedang berencana menghilang lagi? Atau Arjuna merencanakan berantem lagi?

"Ayo, Cha!" ajak Lena membuyarkan semua pikiran burukku. Lena kembali menarik tanganku untuk mengikutinya masuk. Aku hanya pasrah mengikuti langkah kaki Lena di depanku. Pikiranku masih nggak tenang. Tapi, aku sadar kalau nggak bisa melakukan apa-apa sekarang. Bisa jadi, ini cuma kekhawatiran yang nggak akan pernah terjadi, kan?

Di samping loket tiket, Bu Win sudah duduk di kursi dengan buku presensi di tangannya. Bu Win dikelilingi oleh siswa-siswinya yang juga teman sekelasku dan beberapa anak dari kelas lain. Saat aku mendekat, Bu Win malah mengedarkan pandangannya, seperti mencari sesuatu.

"Tumben nggak bareng sama bodyguardnya?" tanya Bu Win yang ternyata mencari sosok Arjuna.

"Ada masih di parkiran kok, Bu," jawabku. "Absen dulu dong, Bu," kataku mengingatkan Bu Win maksud dari kedatanganku kemari.

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang