30 September 2006

81 19 0
                                    

"OCHA SAYANG," teriak Rani dengan suara cemprengnya.

Aku memutar badan menghadap ke Rani yang sedang berjalan cepat ke arahku. Rani masuk ke dalam kelasku, nggak peduli beberapa mata memandangnya aneh. Dia lalu duduk di kursi Mirza yang ditinggal pemiliknya entah ke mana. Ini jam istirahat. Kelasku nyaris kosong. Lena sudah kabur ke kantin bareng Maya. Aku masih sibuk menyalin PR matematika, yang entah punya siapa ini. Jadi, aku memilig cuma menitip makanan dan minuman ke Lena. Semoga aja dia ingat pesananku.

"Ngapain lo teriak-teriak? Telinga gue belum tuli kali," omelku. Aku melihat Rani sebentar, lalu kembali fokus ke PR yang harus dikumpulkan setelah istirahat.

"Ntar malem ada konser Maliq and D'essentials. Acaranya fakultas hukum gajah muda," kata Rani girang.

"Serius lo?" tanyaku ikutan heboh. Aku menaruh pulpen ke meja. Sekarang wajah Rani terlihat lebih menarik dari buku PR.

Rani mengangguk kuat-kuat. Senyumnya merekah hangat.

"Buru berburu tiket kalo gitu!" ajakku semangat.

"Tenang aja. Gue udah minta Af buat cariin, kok. Kita tinggal duduk diem doang," sahutnya, lalu mengambil ponsel dari saku kemeja.

Aku cuma bisa manggut-manggut doang. Oke, aku sebenarnya nggak terlalu peduli soal Maliq and D'essentials. Aku akui mereka keren. Tapi, aku bukan penggemar fanatik mereka. Aku cuma remaja penggila konser.

Bagiku, konser musik itu makanan yang nggak boleh terlewat. Aku butuh itu. Aku suka berada di tengah-tengah bisingnya bunyi alat musik yang berdetak kencang. Aku bisa menggila dengan euforia konser. Aku ketagihan jingkrak-jingkrak di tengah kerumunan orang gila lainnya. Aku suka berkeringat dan teriak-teriak mengikuti lirik lagu yang sedang dimainkan siapa pun, bahkan dengan musik paling sumbang pun. Aku suka itu semua.

"Eh, Af udah dapet tiketnya. Gue udah pesenin buat lo juga," kata Rani sambil memandang ke ponsel Esianya.

"Ah, gue sayang sama Af," celetukku sambil mengedipkan mata.

Seketika Rani melotot memandangku. Anjir! Serem ini Mak lampir kalau udah marah.

"Lo berani nusuk gue? Gue mutilasi lo!" ancamnya. Tatapan matanya tegas menunjukkan kesungguhan yang mengerikan.

Aku cuma bisa meringis ketakutan. Rani emang posesif. Wajar, sih, kalau menurutku. Dulu pacarnya waktu masih kelas X, direbut sama sahabatnya sendiri, sahabat dari SMP. Sampai sekarang persahabatan mereka hancur. Kalau ketemu, mereka nggak cuma pura-pura nggak kenal, tapi juga mengejek satu sama lain. Untung mereka nggak sampai adu jotos.

Sekarang, Rani berpacaran dengan Af. Afrizal Permana alias Af ini anak STM Pembangunan, salah satu STM favorit di sini. Aku akui Af ini ganteng. Af juga ketua OSIS. Entah dukun mana yang didatangi Rani sampai bisa bikin Af jatuh cinta dengannya.

Sejak Rani pacaran ini, aku nggak pernah benar-benar bertemu Af. Aku cuma sekelebat melihat dia kalau mengantar atau menjemput Rani. Rani nggak mau pacarnya dekat sama sahabatnya karena takut direbut lagi, padahal aku sama sekali nggak minat sama si Af ini.

Aku juga nggak pernah protes sikap Rani, sih. Itu pacar-pacar dia, mau diapain juga bodo amatlah. Aku melihat Rani senang aja udah ikutan senang, kok.

"Ntar gue jemput lo. Abis magrib, ya," kata Rani sambil memasukkan ponselnya ke kantong kemeja lagi.

"Siap, Kanjeng Ratu," sahutku sambil menundukkan badan memberi hormat.


Malamnya, aku memandang bayangan diri di cermin. Kaus putih kedodoran yang lengannya sengaja kugulung sedikit dan celana jins item menjadi pakaian pilihanku. Seperti biasa, aku mengikat rambut asal-asalan. Aku nggak suka pakai make up. Akau cuma memakai deodoran dan parfum. Dua barang ini wajib sebagai senjata utama untuk datang ke konser. Sebentar lagi aku akan berkeringat. Kalau nggak memakai dua benda keramat ini, bisa bau badanku nanti. Ya, siapa tahu, kan, ada cowok cakep yang mengajakku kenalan gitu.

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang