"Ntar sore berangkat nggak lo?" tanya Lena.
"Datenglah. Sekalian jalanlah kita. Malem Minggu ini," jawabku antusias.
"Lo mau nyebur?" tanya Lena sambil memasukkan buku-buku dan alat tulis miliknya ke tas.
"Nggak deh. Gue bocor," jawabku, lalu duduk di bangku kosong di depannya.
Kelas sudah sepi. Anak-anak banyak yang sudah pulang. Aku dan Lena sedang membahas acara nanti sore. Tiap hari Sabtu sore, kelasku mendapat jatah jam praktik renang. Berhubung sekolah ini nggak punya kolam renang, kami menyewa kolam renang kota. Sebenarnya, aku rajin datang. Tapi, aku nggak pernah ikut masuk ke kolam renang. Selama masih bisa mangkir, akan kulakukan. Biasanya, aku memilih nongkrong di parkiran kolam renang sambil makan cilok atau siomay yang terbuat dari tepung tanpa campuran ikan apa pun.
"Ah, masa tiap Sabtu bocor mulu lo. Manusia apa cacing lo?" ejek Lena sambil memakai jaket.
"Emang cacing menstruasi tiap Sabtu, ya?" Aku yang nggak pernah jago di biologi penasaran.
"Lah, kagak tau gue. Dulu nilai biologi gue di raport cuma lima. Itu juga udah nyontek lo. Mana tau gue cacing menstruasi segala apa kagak," sahut Lena, lalu meringis.
"Aish... Bego lo!" makiku.
"Yuh, balik!" Lena berdiri. "Ntar ketemu di kolam aja ya? Jam tiga, kan, kayak biasanya?" Dia memastikan waktu janjian.
"Iya, biasa. Awas aja lo sampe ketiduran. Gue ancurin hubungan lo sama Didit!" ancamku sambil jalan di belakang Lena.
"Janganlah! Sadis banget jadi sahabat," rengek Lena.
Aku nggak peduli. Kami berjalan bersama ke tempat parkir sambil terus mengobrol. Aku lebih dulu naik ke motor, lalu memakai helm kesayangan. Helmku berwarna ungu dengan namaku tertera di bagian belakangnya. Ini hasil modifikasi airbrush. Kalau boleh, motor ini juga sudah aku modif, sih. Sayang, uang dan kekuasaan berbicara. Kekuasaan Mama membuat aku nggak punya duit untuk memodifikasi motor bebek ini.
Lena berjalan agak jauh dari motorku di parkir. Dia lalu menaiki motor bebeknya sendiri. Aku menekan klakson agak lama sampai suaranya melengking tajam ke seluruh area parkiran. Lena mengalihkan pandangan ke arahku. Matanya menatapku tajam, menyiratkan tanya, "apaan, sih, lo norak amat? Aku cuma meringis.
"Sampai jumpa di kolam, ya, Len," pamitku, lalu melajukan motor keluar sekolah tanpa menunggu sahutan Lena.
Sebelum pulang, aku melaksanakan kewajiban sebagai kakak yang baik dan cantik. Aku menjemput adik tengilku satu-satunya. Untungnya, kali ini aku nggak perlu menunggu lama. Putri sudah menunggu di depan pagar sekolahannya. Aku nggak perlu mengomel karena Putri langsung berlari dan naik ke motor. Setelah memastikan dia berada di posisi aman, aku menyalakan motor dan pergi.
Sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamar. Perutku masih kenyang. Tadi istirahat terakhir, aku makan siomay dua porsi di kantin. Aku memutuskan membaca komik koleksiku untuk mengisi waktu sampai pukul tiga sore. Masih ada 45 menit lagi, masih lumayan untuk bersantai.
Aku ambil hape yang nyaris mati dari tas sekolah, lalu menyambungkan ke charger. Setelah memastikan hape charger bekerja dengan sempurna dan masang alarm pukul tiga sore, aku mengambil komik Onepiece favoritku. Aku membaca komik sambil tiduran di tempat tidur. Nggak lama, aku larut dalam petualangan Luffy dan kawan-kawan.
Alarm ponsel bunyi, tanda sudah pukul tiga tepat. Aku segera mandi dengan singkat, cuma lima menit. Yang penting, aku sudah wangi dan nggak kucel aja.
Siapa coba yang peduli dengan penampilanku?
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) You
Teen FictionArjuna Purusa. Lelaki yang hadir dan mengubah hidupku. Semua yang dilakukannya selalu melibatkan aku. Tapi, setelah sepuluh tahun lebih kebersamaan kami, bisakah aku mengikhlaskan kepergiannya? ~ Rosaline Sabatini