-1-

8.2K 657 22
                                    

Enjoy the stories!

---

Jika salju membuat semua orang bahagia, bolehkah aku merasakannya juga? Sedikit saja, hanya beberapa detik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika salju membuat semua orang bahagia, bolehkah aku merasakannya juga? Sedikit saja, hanya beberapa detik.

---

'malam ini salju diperkirakan akan turun untuk pertama kalinya di tahun ini, suhu yang sudah mencapai min membuat semua warga Seoul memutuskan untuk tetap-'

'clik'

Pemuda yang sedang duduk di atas sofa dengan selimut biru yang menutupi seluruh badannya itu mendongak menatap siapa yang baru saja mematikan TV yang sedang asik ditontonnya.

Sedikit kesal, ia mendengus kearah pemuda lain yang lebih tua darinya. Kulit seputih salju, mata yang sipit, serta wajah datar khasnya.

"apa sekarang aku tidak boleh menonton TV juga?" tanyanya sedikit menyinggung. Sedangkan pemuda yang bertindak sebagai pelaku itu hanya diam memasang wajah tak peduli.

Beberapa detik kemudian, tangannya terulur untuk membuka selimut yang membungkus badan sang adik. Kata-kata penuh kekhawatiran langsung keluar dari bibirnya yang sejak tadi terkunci.

"sekarang sudah hampir tengah malam, Kookie. Masuk dan tidurlah" ujarnya pelan.

Pemuda yang dipanggil Kookie itu menghembuskan nafasnya perlahan lalu melangkah menuju kamarnya tanpa membalas sang kakak. Meski tahu, semua yang di lakukan kakaknya itu untuk kebaikannya, rasa kesal sering kali hinggap dihatinya.

Teriakan kakaknya saat akan masuk kedalam kamar membuat langkahnya terhenti, seakan tahu rencana apa yang akan dilakukan sang adik.

"jangan berani membuka jendela lalu mengeluarkan tanganmu lagi! Atau Hyung akan memasang besi penghalang di kamarmu"

Kalimat itu benar-benar membuat emosinya sedikit terpacu, ia berbalik menatap tak suka kearah sang kakak.

"selalu saja mengancamku, cih"

Kakinya dihentakkan sekali dilantai lalu menghempaskan pintu kamarnya dengan cukup keras. Sang kakak hanya bisa tersenyum menatap pintu kamar adiknya yang sudah tertutup rapat itu.

Jam dinding menunjukkan pukul 11.29 PM. Ia memutuskan untuk menunggu ibunya yang mungkin sebentar lagi datang.

'tit tit tit'

'bib bib'

Baru saja ia duduk disofa itu, wanita yang ditunggu-tunggu sudah datang. Dengan sebuah tas tersampir di pundaknya, wajah menyiratkan lelah yang terlihat jelas. Pemuda itu beranjak menyambut kedatangan sang Ibu.

"Ibu tidak bilang malam ini akan telat, tahu begitu tadi aku jemput saja" tangannya mengambil alih tas sang Ibu lalu menggandengnya menuju sofa yang ditempatinya duduk tadi.

"tidak perlu, kau juga lelah menjaga Kookie seharian ini. Ah, Yoongi-ya dimana Kookie?"

"dia baru saja tidur, bu"

"begitu... anak itu selalu saja begadang"

---

Kookie yang menjadi topik utama pembicaraan Ibu dan kakaknya itu, sama sekali belum memejamkan matanya. Ia mendengar dengan jelas apa yang Ibu dan kakaknya bicarakan sejak tadi.

Entah mengapa malam ini terasa lebih dingin dari malam sebelumnya.

Jungkook atau kerap disapa Kookie, enggan mengarungi alam mimpinya.

Pemuda 16 tahun itu terbaring sambil menatap dahan-dahan pohon yang bergerak tertiup angin. Netranya kemudian menangkap butiran salju yang berjatuhan, sesuai dengan prediksi berita di TV.

Selimut tebal membungkus tubuhnya dengan sempurna, meski sudah memakai baju hangat. Namun, udara dingin tetap menyapa permukaan kulitnya, seakan ada celah untuk masuk.

Sejak berusia 4 tahun, Jungkook tidak pernah lagi menantikan butiran salju dengan antusias, ia bahkan sudah lupa bagaimana rasanya salju itu. Ia hanya bisa menyaksikan dibalik jendela kamarnya, salju-salju yang menumpuk didahan pohon sakura disamping rumahnya.

Jungkook tidak pernah lagi mencoba memaksakan dirinya, lalu berakhir menyaksikan ibunya menangis disampingnya. Ayah Jungkook adalah seorang pilot dan sejak ayahnya meninggal, dalam sebuah kecelakaan pesawat, ibunya bekerja keras untuk menghidupinya dan Yoongi.

Ibunya bekerja disebuah perusahaan, posisinya juga terbilang tidak begitu menguntungkan tapi cukup untuk menghidupinya dan juga Yoongi. Sekarang Yoongi sudah memasuki bangku kuliah dan mulai mencari uang dengan bekerja paruh waktu.

Yoongi tidak ingin ibunya terlalu keras bekerja untuknya, cukuplah untuk Jungkook saja.

Jungkook bersyukur, ia memiliki Ibu yang tegar serta kakak yang sangat menyayanginya. Demi kebahagiaan Ibu dan kakaknya, Jungkook harus mengubur mimpinya sejak dulu.

Menyentuh lembutnya salju, melepas baju belapis yang membungkus tubuhnya, dan merasakan udara musim dingin.

Meski terdengar mustahil, sekali saja Jungkook ingin merasakannya.

'cklek'

Jungkook menutup matanya cepat. Langkah kaki mendekat kearahnya semakin terdengar, dan ia mengenalinya.

Itu adalah ibunya.

"hhaahh..." helaan nafas itu menyapa Jungkook, disusul tangan Ibu yang mengelus surai hitamnya dengan lembut.

"hari ini dingin ya, Kookie? Apa Kookie baik-baik saja hari ini?" lirih sang ibu. Relung hati jungkook serasa diremas, begitu sesak mendengar suara ibunya penuh dengan beban.

Jungkook mendengar dalam diam, membiarkan matanya tetap terpejam. Jika ia membuka mata, ibunya akan berpura-pura tegar dan tersenyum dihadapannya. Jungkook sangat membenci itu.

Ia membenci tubuhnya yang terlalu lemah, menambah beban hidup ibu dan kakaknya. Ia iri dengan anak remaja diluaran sana yang bebas, bermain bola, bersepeda, bersekolah, bahkan berlarian diatas salju putih.

"Uri magnae, eoneul-ddo gosaenghaesseo" (anak bungsuku, hari ini juga sudah bekerja keras)

Ya, esok dan seterusnya. Selama musim dingin masih mencumbui seluruh kota. Perjuangan Jungkook telah dimulai, melawan musim yang sangat disukainha kini telah menjadi musuhnya.

Jungkook harus kuat hari ini, agar bisa bertahan hingga esok hari. Itu adalah kalimat sihir yang dibisikkan ibunya saat dirinya berada dititik terlemahnya.

Kecupan itu mendarat dikeningnya, lalu ibunya melangkah keluar dari kamar barulah Jungkook membuka matanya. Setitik air mata terjatuh dari sudut matanya.

Meski tidak melihat secara langsung, tapi ia yakin ibunya sedang menangis saat ini. Hatinya tercubit, disaat seperti ini yang dilakukannya hanya berdiam diri. Benar-benar tidak berguna, pikirnya.

"maafkan aku, bu"

---

"saudara Jungkook tidak diperkenankan lagi berada ditempat dengan suhu yang rendah, eomeonim. Penyakitnya sudah tidak tertoleran lagi, belum lagi system imun Jungkook yang rendah menyebabkan penyakitnya bisa berpotensi bahaya. Jika ruam merah terlihat, segera bawa kerumah sakit sebelum gejala lainnya muncul. Komplikasi seperti tadi, bisa sangat berbahaya"

"uri jungkookie, sallyeojuseyo seonsaengnim!" (tolong selamatkan, jungkook kami doker!)

-see u next chap-


Heihei, gimana? Gaje kan?
Tapi, chapter gaje bakalan ada lagi besok :')
See u!

Jjae💜

WINTER | jjk ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang