Aska membanting tasnya ke lantai ketika kunci motornya berada ditangan Papahnya.
"itu motor doang Pah!" seru Aska kesal.
"tapi nilaimu turun. Papah nggak terima alasan apapun, motormu tetap Papah sita sampai nilai ujian naik" kata Papah meletakan kunci motor didalam tas kerjanya.
Aska membuang muka, muak dengan segala keidealismean Papahnya.
"ingat Aska kamu itu penerus Papah. Jangan bikin malu Papah dengan nilaimu yang rendah" kata Papah lagi.
"penerus?! Lagian siapa yang tahu kalo aku ini anak Pak Ghifari Pakusudewo. Mereka cuman tahu, aku Askara si siswa badung" kata Aska.
Papahnya berdiri, "ASKARA!".
"kenapa Pah? Salah. Iyakan, Papah aja nutupin kalo aku anak Papah karena Papah malu punya anak kayak aku" kata Aska marah.
PLAK
Satu tamparan berhasil mendarat mulus diwajah Aska. Tangan besar seorang Ayah yang harusnya menepuk bahunya untuk menguatkan dan mendukungnya. Tangan itu yang memukul wajah Aska dengan keras.
Wajah sangar Papah berang. Ia menatap Aska dengan marah. Ia sangat tidak menyangka anak yang ia harapkan menjadi dirinya berubah menjadi anak pembangkang. Ia hanya tidak menyadari apa yang telah terjadi. Sedangkan Aska tanpa menatap Papah langsung mengambil tasnya tidak perduli.
"heh mau kabur kemana kamu?" tanya Papah kesal.
"sekolah" jawab Aska lalu membanting pintu.
BRAK
Aska berjalan dengan hati dongkol. Ia sebenarnya sengaja membuat nilainya menjadi rendah agar Papahnya marah. Ya ia sedang membalas dendam. Sekarang pun ia bersiap membalas rasa kesalnya dengan mengagalkan rencana jahat Papahnya. Sesampainya di halte ia berdiri bersandar pada tiang halte bis.
"bersetan dengan semua ini" ucapnya memendang kerikil.
Ia menghela napas lagi. Setidaknya hidupnya kini tidak semonoton dulu. Dia memiliki teman. Ya seseorang yang bisa dia panggil saat dia butuhkan disaat kapanpun. Bukan seseorang karena temannya bertambah dua, Valdi dan Rafa. Bahkan memiliki teman saja sudah menakjubkan baginya.
Untuk orang se-introvert Aska memiliki teman adalah hal yang mewah. Apalagi Aska memiliki hawa dimana orang yang melihatnya saja akan takut. Tapi kejadian tempo lalu membuatnya mau mencoba berteman dengan dua makhluk yang unik.
Bis berwarna orange tepat berhenti di halte. Aska langsung sigap berjalan memasuki bis itu. Sudah lama ia tidak naik bisa. Saat ia masuk dengan jelas matanya melihat seorang gadis berkerudung sedang melihat ke jendela. Itu cewe kemarin kan? Batinnya menerka. Kemudian dia duduk di depan kursi gadis itu. Telinganya bisa mendengar suara sayup-sayup lantunan ayat Qur'an dari gadis itu.
Aska tidak tahu tapi suara gadis ini berhasil menenangkan hatinya. Mungkin bukan suara gadis ini saja tapi juga isi Al-Qur'an. Ia mengakui dirinya bukan seseorang yang paham agama seperti Rafa. Tapi hatinya tetap bergetar setiap mendengar ayat-ayat suci. Getaran yang yang tidak bisa dia katakan.
Namun kelamaan suara lantunan itu berubah menjadi sesegukan kecil. Aska merasa gadis dibelakangnya itu menangis. Ingin sekali ia menenggok dan bertanya ada apa dengan gadis itu. Tapi ia urungkan karena bis yang tumpangi mulai berjalan. Keinginannya untuk menegur gadis itu benar-benar diurungkan, jika seandainya bisa menegur pun tidak ada alasan yang pasti untuknya menegur gadis dengan suara indah itu.
000
Bis berwarna orange itu berhenti di halte bis SMA Pelita Bangsa. Banyak siswa-siswanya keluar termaksut Aditi. Ia keluar dengan terdorong dari dalam bis sebab terdesak oleh siswa lain. Mengesalkan memang. Ia bahkan belum sempat memeriksa barangnya.
"Diti!" panggil Shafa saat melihat Aditi keluar dari Bis.
"Ya Allah Shafa gue kirain lo nggak masuk" kata Aditi berjalan bersama dengan Shafa lambat karena memeriksa barangnya.
"gue nggak naik bis, abang gue lagi baik mau ngantarin gue" kata Shafa tersenyum bahagia.
"iya deh" kata Aditi masih memeriksa barang hingga ia berhenti saat ia menyadari bahwa satu barang terpentingnya hilang.
Shafa langsung saja khawatir melihat Aditi. Entah kenapa Aditi selalu saja membuatnya khawatir sejak ia kecil.
"kenapa?" tanya Shafa.
"mp3 gue, Fa. Hilang" Aditi berucap dengan nada yang panik.
"mp3 kesayangan lo itu? Yang warna biru kan?" tanya Shafa kaget.
Aditi menganggukan kepala lemas. Ia benar-benar tidak bisa kehilangan barang itu. Bukan saja soal isinya yang memudahkannya menghapal Al-Qur'an. Mp3 itu adalah hadiah seseorang yang sekarang tidak bisa ia temui dengan leluasa. Ia tidak bisa.
Ia mencoba mengingat. Saat di bis ia terkejut karena sudah berhenti di sekolah. Lalu ia langsung berdiri saja. Wahasil ia terdesak siswa lain. Sedangkan mp3nya ada ditangan. Mungkin kah?
Aditi langsung saja berlari mengejar bis yang mulai melaju. Ia berusaha membuat bis itu berhenti namun tetap saja bis itu melaju. Bahkan ia tak perduli dengan tataoan siswa lain mengejar bis.
"Diti?" panggil Shafa mengejarnya kebingungan.
"mp3 gue jatuh di bis. Ya Allah gimana nih Fa?" tanya Aditi bingung memegang tangan Shafa mengetar.
Shafa mengelus pundak Aditi, "sabar Diti".
Shafa tau, mp3 Aditi sangat berharga. Bahkan Aditi sudah membawanya saat ia SMP. Jika benda itu hilang maka Aditi akan sangat berkecil hati karena barang itu seperti prangko yang tidak bisa lepas dari sahabatnya.
"tenang ya Diti. Nanti kita cari besok, bis itu juga kan yang sering nganter ke sini. Istigfar ya" kata Shafa menenangkan Aditi yang mulai putus asa.
Aditi menghela napas. Semua memang punya batas waktunya masing-masing. Apakah mp3 memang harus hilang disaat ia harus kembali kuat.
000
Asslamu'alaikum reads kembali bersama Zoel dan sekarang mengandeng teman Dofin9900 dalam penulisan SUPEREGO.
Mohon berikan dukungannya. Sorry for typo, vote, warm comment, and dont be silent readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPEREGO
Teen Fiction[SELESAI] | [BMSeries] Ketika pendidikan adalah ladang usaha para pembisnis berkedok pelajar. Tiga siswa Aska, Valdi, dan Rafa mengetahui bahwa sekolah mereka tempat pengerukan pundi-pundi uang. Berbekal nekad dan sok pahlawan, 3 siswa yang masih me...