SIGMA 1-1; MESS

104 11 0
                                    

Semua siswa berdiri resah sambil membicarakan topik hangat yang sedang mereka rasakan. Setelah jam pelajaran pertama, informan mengumumankan untuk semua siswa berkumpul di auditorium sekolah. Guru-guru langsung membubarkan kelas mereka dan ikut mendatangi auditorium. Jelas saja ini bukan pengumuman biasa karena setiap orang di sekolah diperintahkan untuk mendatangi auditorium. Biasanya pengumuman ini akan disampaikan oleh kepala yayasan Pelita Bangsa secara langsung.

"soal apaan ya?".

"nggak mungkin soal lomba atau something like that deh menurut gue".

"sama, kek masalah sekolah deh!".

"tapi bisa aja kan tiba-tiba ada lomba".

"halah kalo lomba juga kita nggak bakalan ikut. Orang-orangnya itu aja yang ikut".

Semua tebakan itu membuat banyak orang yang resah dan tidak tau harus bagaimana. Pengumumannya yang hanya menyuruh mereka untuk datang ke auditorium tanpa memberikan maksud dan tujuan. Mereka semua pantas untuk resah disaat seperti ini. Tidak mereka semua, ada sebagian siswa yang sudah mengetahui apa yang akan disampaikan pada situasi seperti ini.

"menurut lo apaan?" tanya Rafa yang berdiri dibelakang Valdi.

Tanpa menenggok Valdi menjawab Rafa, "Beasiswa".

Rafa terdiam tidak menanggapi, ia mulai mengerti. Ia melirik Aska dan Valdi berusaha tenang. Ia tau kedua temanya itu pasti sudah marah semenjak mereka memasuki auditorium. Apalagi Aska semenjak pertemuan mereka dengan Arden, ia lebih banyak diam. Sepertinya bocah itu berpikir keras sampai sering emosi dan beberapa kali hampir memukul siswa lain. Untung saja Valdi dan Rafa berada disampingnya.

Seorang pria dengan setelan abu-abu dan rambut klimis masuk bersama kepala sekolah Pelita Bangsa dan dewan direksi sekolah. Pria itu tidak sendiri bersama seorang perempuan yang membawakan I-pad untuknya saat ia bersiap bicara di depan. Aska memandang tajam ke pria itu. tentu saja ia tau, Ghifary membawa perempuan sialan itu di conpress sekolah seperti ini. Kelipatan amarahnya semakin besar.

"tidak professional" guman Aska membuat Valdi di sampingnya menenggok, "Si kepala yayasan".

Mic berderik sekali ketika Ghifary mengetuk kepalan hitam. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru auditorium. Ia melihat Aska menatapnya tajam. Ia berusaha tidak perduli lalu berdehem mengurangi rasa gugupnya.

"Assalamu'alaikum, Selamat Pagi salam sejahtera untuk kita semus" ucap Ghifary membuka.

Semua orang di ruangan menjawab.

"Pelita Bangsa adalah sekolah yang menjunjung tinggi pendidikan sebagai bekal utama penerus negeri kita tercinta. Untuk itu, Pelita Bangsa selalu memberikan hal terbaik untuk menunjang sarana prasarana. Salah satunya dengan program beasiswa unggulan Pelita Bangsa. Siswa-siswa beasiswa tidak pernah mengecewakan kami semua dalam memberikan pretasi sehingga Pelita Bangsa menjadi sekolah swasta dengan menorehkan pretasi akademik dan non-akademik terbanyak di Jakarta" Ghifary menarik napas bersamaan dengan pandangan mata yang mulai sedih.

Aska memandang Ghifary penuh tidak suka. Papahnya itu tidak pernah mengecewakan untuk tampil dengan jutaan topeng. Mungkin Ghifary tidak cocok menjadi kepala yayasan, dia harusnya menjadi actor sekarang.

"Namun terjdinya banyak insiden yang membuat nama sekolah, Pelita Bangsa menjadi sedikit tercoreng. Sayangnya insiden yang terjadi disebabkan oleh siswa-siswa yang tidak lain adalah siswa yang menyumbang pretasi untuk Pelita Bangsa".

Valdi diam menatap Ghifary penuh selidik. Apapun yang dikatakan Ghifary yang seolah menjunjung para siswa beasiswa tetapi kata-kata yang ia keluarkan penuh dengan hinaan. Rasanya seperti ullitimatum untuk mereka.

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang