SIGMA 1-4; ARGUE

58 10 0
                                    

Angin berhembus lebih kencang dibanding tadi siang. Matahari mulai turun namun masih mengirimkan sinarnya. Suara kendaraan yang masih setia menjadi soundtrack kota metropolitan ini lebih sayup dari atas atap rumah sakit. Sebentar lagi hari akan malam, 3 sekawan masih dalam hening. Tidak ada yang memulai percakapan selama 30 menit berada disana. Mereka hanya berganti posisi dari duduk kemudian berdiri, dari berdiri lalu berjalan. Helaan napas yang tak henti keluar dari mereka penuh dengan isi pikiran yang simpang siur.

"kenapa lo nggak cerita?" tanya Valdi memecah hening diantara mereka. Valdi bertanya tanpa melihat Aska yang menjadi subjek dari pertanyaannya. Nada suara Valdi tidak terdengar bersahabat.

"jangan jawab karena kita nggak nanya. Sekalipun kita nanya lo bakalan tetap diem kan?!" ucap Valdi lagi dengan nada yang sedikit lebih tinggi.

"Ka, coba lo jelaskan sama kita. Jangan sampai gue atau Valdi mengira lo X man diantara kita?".

"gue punya alasan" balas Aska. Kedua tangannya ditautkan dengan wajah yang menunduk ia berusaha menyusun cerita yang sebenarnya, "Gue sama bokap nggak pernah akur semenjak dia cerai sama nyokap 5 tahun lalu. Lebih tepatnya gue nggak deket sama dia. Bokap berambisi yayasan bagus sejak dia berhenti jadi dosen 3 tahun lalu dan gue ditekan menjadi penerus. Tapi karena gue terkenal nakal, bokap gue memilih merahasiakan gue".

Valdi dan Rafa masih diam tidak menanggapi menunggu kelanjutan Aska menjelaskan.

"mungkin karena gue bodo amat sama urusan dia, gue nggak pernah tau kalau gue bagian dari S3. Gue juga nggak pernah tau soal urusan yayasan karena memang bukan keinginan gue. Gue berniat menghabiskan masa SMA ini tanpa teman, gue bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Yah sampai kejadian hari itu, gue punya kalian".

"lu anggap kita temen kan?" Valdi berbalik badan menghadap Aska.

Aska menganggukan kepala.

"kalo lo anggap kita temen harusnya lo bisa cerita!" seru Valdi.

"emang kalo berteman harus tau semuanya Val?" tanya Aska mengangkat wajah menatap Valdi dengan tajam. Mereka memang tidak pernah benar-benar akur meski mereka mengatakan teman.

"setidaknya gue atau Rafa bisa lebih hati-hati mengurusi masalah ini!".

"Lo nggak akan tau masalah ini kalau bukan dari gue Bangsat".

"Iya lo biangnya dan makasih lo kasih tau. Tapi mikir dong, lo tau tiap hari kita bicarain bokap lo. Kadang kita pake kata kasar ngehina bokap lo".

"well gue nggak papa. Gue nggak sakit hati. Gue emang berniat menghancurkan yayasan pelita bangsa".

"tapi nggak mesti bokap lo yang dikorbanin Bego!".

"gue mengorbankan apa yang harus dikorbankan".

"tapi nggak kek gini, nggak mesti jadi anak durhaka buat menyadarkan bokap lo. Lo harusnya bersyukur karena lo bisa ngeliat bokap lo, lah gue boro-boro ketemu inget mereka aja nggak!" akhirnya Valdi mengeluarkan rasa kesalnya.

"heh lo nggak tau apa-apa soal hubungan gue dan bokap gue!".

"iya karena lo menutupi, kenapa lo nggak jujur Ka?".

"lo pikir gue mau menutupi? Dulu orang-orang berusaha berteman dengan gue karena gue anak kepala yayasan. Bokap gue malu punya anak nggak bisa atur menghancurkan kehormatan yang dia banggain itu. gue malu punya bokap yang ternyata licik memanfaatkan kelemahan orang lain!" Aska berdiri dari tempat duduknya menatap Valdi yang sedikit lebih tinggi darinya. Mereka berdua sama-sama memiliki tatapan mata yang tajam yang selalu disalah artikan, "lo tau perasaan gue Val?".

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang