SIGMA 1-5

60 13 0
                                    

Ruang konseling dingin dengan ac yang menyala 18 derajat. Namun bukan hanya suhu udara yang dingin hawa ruangan itu bahkan lebih dingin dibandingkan Antartika. Sebab Valdi, Aska, dan Rafa tidak banyak bersuara bahkan melihat satu sama lain pun enggan. Terlebih Valdi dan Aska yang saling membuang muka tidak perduli.

"saya sudah berusaha memberikan jaminan untuk kalian agar tetap lulus dan bisa tetap mengikuti ujian. Tapi dewan sekolah memberikan tanggapan lain. Mayoritas mereka mendukung keputusan Pak Ghifary untuk memberhentikan kalian" kata Arden.

Valdi menyeringai mendengar penjelasan Arden yang lebih menjurus kepada dia dan Rafa, "bukan kalian Pak, hanya saya dan Rafa. Aska -" Valdi mengelengkan kepalanya, "Ah bukan, maksudnya anak kepala yayasan itu dia cuman dapat skrosing 1 bulan. Wah luar biasa".

Aska memutar bola matanya jelas kesal dengan sindiran Valdi yang menyebalkan. Dia pun dari dulu ingin keluar tapi Ghifary selalu membuat dirinya terjebak.

Rafa membasahi bibirnya yang kering, "benar tidak ada yang bisa dilakukan lagi Pak?".

Arden menanggukan kepala sedih, "tidak bisa untuk mempertahankan kalian berdua tapi akan lebih baik jika kalian mengundurkan diri lalu pindah sekolah. Kalian tetap bisa mengikuti ujian nasional di sekolah lain".

"dalam waktu dekat begini memangnya ada Pak sekolah yang menerima kami? Anak kepala yayasan sih enak ya" Valdi kembali berujar membuat Arden menghela napas sampai menutup matanya untuk menahan sikap Valdi yang paling menyebalkan.

"cukup Valdi, saya tau kamu kesal. Tapi cukup" kata Arden tegas pada Valdi yang membuang muka menatap keluar jendela, "sampai surat keluar kalian selesai dan segala urusanya. Kalian bisa pikirkan untuk keluar dari sekolah secara baik-baik. Mengerti?".

Tanpa menjawab sepatah kata pun Aska, Valdi, dan Rafa menganggukan kepala. Valdi dan Rafa segera berdiri lalu menyalimi Arden. Meninggalkan Aska yang masih duduk dengan santai dihadapan Arden.

"gue jadi sadar kalo apapun yang ingin lo lakukan sekarang ini lo harus punya privellenge. Kalo nggak semua akan berakhir seperti kita" kata Valdi memasukan salah satu tangan di saku celana.

"nggak semua orang setuju dengan pendapat lo Val. Gue termasuk" Rafa membalas jawaban Valdi dingin.

"jadi semuanya percuma. Buat gue buat lo atau si kunyuk. Harusnya kita nggak usah sok pahlawan ingin membantu".

Rafa memberhentikan langkah kaki membuat Valdi juga berhenti. Mata Rafa menatap teman kecilnya itu tidak percaya bahwa Valdi yang biasanya akan memandang sesuatu dengan positif dan optimis kali ini kehilangan sisi paling terangnya itu. Orang yang dia anggap paling ingin berusaha menjadi orang yang berguna kali ini menyerah.

"Lo udah cukup nggak menyalahkan keadaan?!" ucap Rafa dengan nada yang mulai naik, "semua udah terjadi Val. Semua juga ada campur tangan lo dalam pilihan yang kita lakukan sekarang. Lo nggak bisa menyalahkan keadaan atau gue bahkan Aska. Cukup Val!".

"jadi lo nyalahin gue?!" tanya Valdi.

Rafa mengelengkan kepalanya, "terserah lo, terserah!" Rafa pergi dari hadapan Valdi karena tidak mampu lagi melandeninya.

Valdi menatap kepergian Rafa begitu saja dengan hati yang tidak percaya. Dia kira Rafa sepemikiran dengannya tapi ternyata Rafa punya pendapat sendiri. Tidak salah memang, Valdi hanya kecewa. Ia melangkahkan kakinya menjauh dari ruang BK namun ia menenggok saat telinganya mendengar pintu tertutup. Ia melihat Aska keluar dari ruang BK. Mereka saling bertatapan lalu Valdi segera pergi. Mungkin sampai disini penyelidikan mereka bersama dengan berakhirnya persahabatan mereka.

000

Valdi tidak tau apa yang harus ia lakukan. Amplop putih yang sudah dibuka itu masih tergelatak di atas buku Kimia yang ingin pelajari. Namun bukannya belajar dia malah termenung memikir kejadian demi rentetan kejadian yang terjadi di akhir sekolahnya. Ia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya ia cari dan apa yang inginkan.

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang