SIGMA 1-2; CHAOS

78 10 0
                                    

"Gue nggak bisa bayangin sekolah tanpa elo" suara Shafa terdengar dari ponsel Aditi yang ia letakan diatas meja belajar. Ia tersenyum hambar mendengar tuturan Shafa, dia dan Shafa sering berangkat sekolah bersama.

"lo nggak kenapa-napa kan Diti?" tanya Shafa hati-hati.

Nggak kenapa-kenapa?! Pertanyaan Shafa tidak perlu dijawab karena jelas Aditi cukup tertekan sebab didrop out dari Pelita Bangsa. Beasiswanya dicabut dan namanya dikenal buruk.

"menurut lo gue gimana Sha? Baik aja setelah di drop sekolah padahal lo tau kejadiannya" kata Aditi parau.

"gue nggak bermaksud Diti, gue khawatir juga sama lo. Cuman di video itu, lo bener-bener dibuat salah".

"ya kesalahan yang nggak gue perbuat. Gue difitnah Sha dan yang bikin gue sakit hati, gue nggak bisa jelasin apa yang terjadi sebenarnya".

"ya lo sendiri liatkan, tiap kali lo atau gue coba buat jelasin orang-orang nggak pada percaya. masyarakat lebih percaya apa yang dilihat".

Aditi terdiam. Apa yang dikatakan Shafa benar. Masyarakat akan selalu menjudge dari apa yang mereka lihat dan mendengar tanpa memperhatikan apakah informasi yang mereka dapat benar. Tiba-tiba saja langsung viral. Orang yang bahkan tidak tau menahu siapa orang tersebut juga ikut berkomentar dengan sadis. Bukankah ungkapan di dalam film You can see me 2 jelas, mata adalah ladang kebenaran tapi mata adalah indera yang paling mudah dimanipulasi.

Ia teringat tentang viralnya cowok yang memakai filter mata juling dengan background suara dari berita tentang orang yang keterbelakangan mental yang disebabkan kecanduan ponsel. Banyak akun berita di media sosial yang memberitakannya bahwa si cowok itu adalah anak yang kecanduan ponsel kemudian mengalami keterbelakangan mental. Padahal di youtube unggahan berita tersebut bukanlah si cowok yang tadi bahkan rupanya pun berbeda. Akhirnya si cowok tersebut mengklarifikasi bahwa ia mengunakan filter mata juling dan tiba-tiba ia viral.

Sekali lagi, informasi yang beredar di dunia maya sangat cepat menyebar. Meksi cepat tapi rata-rata informasi mengandung hoax alias palsu, tidak ada sumber berita yang kongkrit. Akhirnya orang-orang salah menyikapi berita tersebut. Mereka menyebarkan informasi palsu yang tidak lebih dulu disaring atau dicari tahu kebenaranya.

"gue kurang berusaha untuk menjelaskan semuanya".

"maksudnya Diti?".

"seperti kata lo, orang-orang cuman mau tau apa yang mereka lihat. Mereka nggak nyari tahu lebih lanjut soal informasi tersebut".

"Oo, emh Okay so?".

"gue akan melakukan cara yang sama. Mereka cuman mau informasi dari mereka lihat atau dengar kan, kalo gitu gue akan bikin infromasi sebenarnya. Gue akan klarifikasi kalo kejadiannya nggak seperti yang mereka bayangkan".

"Aditi are you insane?!" suara Shafa meninggi, "no one school will accept you if you share that information. Kondisi lo itu di drop out dari sekolah, jarang ada sekolah mau menerima siswa yang dikeluarkan. Apalagi tuduhan lo mencuri soal".

"but Shafa I cant leave this alone. This is mess. Orang-orang salah informasi mengenai gue dan gue harus diem aja. Nggak Sha, gue diem tapi nyatanya ketidak-adilan yang gue dapatkan".

"justru karena itu lo akan semakin terpuruk. Gue khawatir sama lo".

"Shafa, gue percaya kalo gue berbuat baik dan niat gue untuk kebaikan Allah akan bantu gue. Semuanya akan baik-baik aja".

"Oke, terserah lo. Tapi kalo gue jadi lo, gue nggak mau untuk klarifikasi video itu karena semuanya akan tetap sama".

Telpon dari Shafa dimatikan. Aditi menghela napas memandang chatroom dia dan Shafa. Harusnya Shafa mendukung dirinya untuk melakukan hal yang benar. Tidak salah bukan untuk mengklarifikasi kejadian yang sebenanrnya. Setiap kali Aditi berusaha memberitahu, Shafa selalu menyarankannya untuk diam. Ia sadar Shafa sangat khawatir dengan dirinya, tapi ia tidak bisa diam terus begini.

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang