TRICKY; DELTA:1-4

100 16 0
                                    

Tidak ada menunggu waktu atau waktu yang membunuh kita. Mungkin ungkapan itu cukup mengambarkan apa yang Valdi, Aska, dan Rafa lakukan setelah berdiskusi mengenai bukti-bukti kasus korupsi sekolahnya. Dengan menaiki angkot mereka sudah sampai di SMA Pelita Bangsa pada pukul 23.44. hari sudah sangat malam dan mereka tidak perduli, toh besok mereka libur. Bisa puas tidur setelah shalat subuh.

"sampai sini, ngapain?" tanya Valdi melihat gedungan sekolah besar Pelita Bangsa yang biasa terlihat besar dan megah kini terlihat mengerikan. Mereka seperti tokoh utama Gonjiam:Haunted Asylum, film Korea yang mengangkat kisah sekelompok anak muda menantang seram bekas rumah sakit jiwa. Valdi jadi berimajinasi sendiri.

"masuklah!" balas Aska berjalan ke samping pagar sekolah. Tanpa bicara Rafa dan Valdi mengikuti Aska yang menepuk salah satu pohon besar. Jelas itu tanda menyuruh teman-temannya untuk memanjat pohon dan melompat masuk ke dalam sekolah. Tidak menyuruh kedua teman duluan, Aska segera memanjat pohon lalu terdengar kaki menapak tanah dengan keras.

"Cepetan woi!" seru Aska.

"duluan Raf!" suruh Valdi di belakang Rafa. Rafa menarik napas lalu melakukan hal yang sama dengan Aska dan tak lama Valdi juga masuk melalui jalan tikus Aska.

Mereka pun berjalan masuk ke dalam koridor sekolah mengunakan penerangan dari ponsel mereka.

"lo tau jalan tadi dari mana?" tanya Valdi.

"semua anak-anak yang hobi bolos atau telat suka jalan sono buat ngehindar dari Pak Shobrun" jawab Aska.

"lah gue nggak tau ada jalan itu" celuruk Rafa membuat Aska dan Valdi berhenti. Mereka jelas tau Rafa sering terlambat dan sekarang mereka tau alasan kenapa Rafa sering dihukum.

"geblek amat lo! Jalan kecil begitu nggak tau" ledek Aska.

"ye mana gue tau, gue kan temenan sama anak baik".

"pantes aja lo sering dihukum, lain kali kalo telat lo udah tau jalan mana" tambah Valdi sambil menjalan menyusuri koridor. Aska dan Rafa pun mengikuti Valdi. Tujuan mereka adalah ruang guru, lalu ruang rapat, dan terakhir ruang kepala sekolah. Tepat setelah melewati labroraturium bahasa mereka menemukan ruang guru.

"dikunci?!" Valdi mendorong pintu kaca bertuliskan ruang guru.

"makanya punya ini!" Aska mengancungkan cardkey sekolah lalu meletaknya di tempat scanning. Pintu pun terbuka. Valdi memiringkan kepala memikirkan darimana Aska memiliki kunci tersebut. Namun ia segera mengurungkan pertanyaan itu dan memilih masuk ke dalam ruang guru.

"Guru biasanya nyimpan barang penting di lemari sana" kata Rafa menunjuk lemari putih besar. Rafa ingat betul setiap kali ke ruang guru entah karena hobi terlambatnya atau karena perintah mengikuti lomba, ia pasti melihat para guru akan meletakan dokumen penting disana. Valdi dan Aska segera menuju lemari putih yang ketika dibuka Rafa berisi banyak map dengan tulisan soal dan nilai deskirpsi para siswa. Namun bukti yang mereka inginkan tidak ditemukan.

"salah tempat, ayok pindah!" Valdi menyuruh mereka untuk segera keluar dari ruang guru.

"emang bukti yang kaya gimana sih?" tanya Rafa.

"dokumen soal nilai, gue sih yakin banget ada nilai siswa beasiswa yang dijadiin satu dalam map" jawab Aska membuka pintu guru.

"tau darimana lo?".

"insting" Aska mengendikan pundaknya.

"gue juga ngira gitu, soalnya dari dokumen yang dikasih Aska juga mirip kaya gitu" kata Valdi berjalan memasukan tangan pada saku celana jeansnya.

"Jadi kita –" perkataan Rafa terpotong dengan sinar senter yang tepat mengeni bahu Aska. Mereka saling berpandangan.

"SIAPA DISANA?" seru seorang pria, yang pasti satpam penjaga sekolah. Yang jelas itu bukan Mang Engot karena satpam sekolah itu hanya menjaga disaat siang hari.

"Buset ada satpam!" seru Valdi.

"cabut cepet!!" Aska menarik belakang baju Valdi dan Rafa untuk mengikuti dirinya yang berlari menuju arah yang tidak jelas. Derap kaki mereka terdengar keras dengan deburan napas beradu. Dibelakang mereka terdengar suara langkah kaki yang mengejar mereka.

Gila aja kalau ketangkep bisa mampus gue dihadapan Valdi dan Rafa. Aska berpikir jika mereka tertangkap tentu saja ia bisa bebas dari jerat hukum sekolahnya tapi Valdi dan Rafa mereka bisa saja di skorsing sekolah atau jika Ayahnya mau bisa saja dikeluarkan. Hal itu tidak akan terjadi. Aska tidak akan membiarkannya. Dia bertanggung jawab untuk teman-temannya.

Valdi sendiri tidak memikirkan apa-apa selain ia dan teman-temannya tidak boleh tertangkap. Mereka punya rencana untuk membantu para siswa beasiswa yang tidak bersalah. Jika mereka tertangkap maka penyelidikan mereka sia-sia. Dia tidak membantu Aditi dan yang lainnya, ia tidak bisa memberi hukuman pada orang-orang yang seenaknya pada orang lemah, dan dia tidak bisa menjadi orang yang bermanfaat.

Rafa melihat Aska dan Valdi yang berlari di depannya. Gila memang menyusup sekolah malam hari. Resiko mereka cukup besar dan berbahaya, jelas apalagi Rafa yang memiliki tujuan untuk kuliah di kedokteran. Jika tertangkap, ia bisa dikeluarkan. Tapi ia tersenyum melihat Aska dan Valdi, dua temannya itu pasti tidak akan meninggalkan dirinya. Namun ia terkejut ketika sepasang tangan menarik Aska masuk ke dalam ruang musik. Dapat dilihat Valdi menarik Aska untuk menjauh namun Valdi malah ikut masuk. Rafa pun berjalan masuk ke dalam ruang musik yang gelap mencari Valdi dan Aska.

"nunduk!" seruan itu membuat Rafa segera menunduk. Dari luar ia melihat cahaya senter merambat lurus masuk ke dalam ruang musik. Tak lama kemudian langkah kaki satpam menjauh dari ruang musik bersamaan dengan ruangan yang menjadi gelap.

"As, Val kalian dimana?" tanya Rafa.

"sini!" suara Valdi terdengar berbarengan dengan munculnya sinar dari ponsel.

"kalian ngapain disini?" suara yang Rafa dengar bukan suara Aska apalagi Valdi. Jelas ia tau bahwa, sekarang bukan hanya mereka yang menyusup ke sekolah tapi ada orang lain.

Valdi menyorot sinar ponselnya pada sumber suara itu. tepat berdiri disebelah Aska. Sosok tinggi dengan rahang kokoh dan hidung mancung, mata monolidnya menatap tajam Valdi. Ia langsung teringat nama orang tersebut.

"Pak Arden, bapak sendiri ngapain disini?".

Arden diam sebentar memandang siswanya yang tidak membawa apa-apa. sudah pasti bukan karena buku mereka mau menginjakan kaki di sekolah, "harusnya saya yang tanya kalian kenapa kesini, bahkan siswa yang ketinggalan buku malas datang  malam-malam ke sekolah bahkan demi bukunya".

Aska memiringkan kepalanya menatap Arden sambil memasukan tangannya pada saku hoodie, "guru juga sengan datang malam ke sekolah bahkan karena flashdisknya".

Valdi memandang Arden yang membawa plastic hitam. Terlihat bahwa benda yang ia bawa bukan makanan tapi dokumen kertas. Valdi menyodorkan sinar ponselnya makin dekat dengan wajah Arden.

"Bapak kesini mengejar sesuatu, kaya kita?".

000

Assalamu'alaikum ZTEAM hola semua, gimana nih superego? Kesini makin keliatan masalah apa yang 3 sekawan selidiki. Well gimana kalian menghadapi new normal? Menurut kalian its good idea or bad idea? Tapi jangan lupa jaga kesehatan, makan makanan yang sehat, banyakin di rumah tapi kurangin rebahan, sering ikutin protokol kesehatan dan jangan stress. Pikiran adalah salah satu itu inti manusia, sentil aja sedikit pasti bergetar. Kalau kepikiran terus bawaan kek takut terus stress dan stress biasanya berimbas pada kondisi kesehatan manusia. Jadi jaga pikiran agar tetap positif ya. Soom badai ini akan berlalu. Keep healty my dear. See u Jum'at depan.

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang