Rafa berjalan santai keluar gedung bimbelnya. Akhirnya 4 hari menyebalkan terlewati dengan selamat. Ia sudah berniat mengeluarkan ponsel lalu menelpon Pak Ujang. Namun ia langsung menghentikan pergerakannya saat seseorang yang ia curigai lewat di dekat gedungnya. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung berjalan mengikuti orang tersebut.
Dengan memasang tudung hodienya, Rafa berjalan seolah pulang dari tempat bimbelnya. Ia tersenyum sinis melihat orang tersebut memasuki cafe kecil yang tak ramai.
"wah rapi juga, tempat yang nggak banyak orang" guman Rafa memasuki cafe itu.
Bisa ia liat dari depan pintu terlihat orang itu sedang memesan. Lalu Rafa berjalan pelan, ia juga harus memesan minuman. Orang yang ia ikuti duduk di pojok ruangan menghadap dinding. Sedangkan Rafa memilih aman dengan duduk di kalayak ramai.
Entah apa yang membuat Rafa mau saja mengikuti orang itu meski ia tahu resiko yang akan ia alami. Tapi ia tidak bisa juga membiarkan kesalahan yang dilakukan oleh orang itu. Ia pun mengambil ponselnya lalu memotret orang itu.
Tak lama beberapa orang yabg terdiri dari 2 laki-laki dan seorang perempuan mendatang orang yang dibuntuti Rafa. Wajah mereka tak dikenali karena mengunakan masker hanya si perempuan yang tidak. Rafa pun langsung mendokumentasikannya, meskipun ia tidak tahu apa yang dibicarakan oleh mereka.
Tetapi apapun yang mereka bicarakan semua itu masih berhubungan dengan potongan masalah Aditi. Jadi ia memutuskan untuk mendekat dan duduk di belakang spot orang-orang itu. Untung saja cafe disini memiliki kursi sofa yang tinggi dan bersambung jadi ini memudahkannya untuk mendengarkan pembicaraan mereka. Bukan hanya mendengarkan tapi merekam pembicaraan mereka.
"saya takut jika saya ketahuan" kata orang itu parau.
"tenang saja, selama kamu berpihak dengan kami. Kami pastikan kamu aman" kata perempuan yang duduk di samping orang itu.
"saya pikir saya sudah keterlaluan" kata orang itu.
"hei kamu sudah benar dengan membantu kami, toh kamu sendiri tahu dia sudah mengambil hakmu bukan? Dia juga sudah menjadi sainganmu selama ini, apa kamu tidak mau nilai sekolah membaik?" tanya perempuan itu.
Rafa tidak mendengar apapun kecuali ia melihat anggukan dari layar ponselnya. Sekarang ia sudah tahu alasan kenapa orang itu melakukan aksinya dan disini hati Rafa mencelos. Ia tidak tahu tapi rasanya dadanya ikut sesak mendengar itu. Kecewa.
000
Aska meneguk kembali kaleng minuman berisi kopi. Hari ini dia tidak mengunjungi Rafa ataupun Valdi, juga tidak langsung pulang ke rumah. Ia sedang duduk di sebuah billiard melihat beberapa orang yang baru saja ditemui sedang memukul bola putih diantara bola warna-warni. Dari tempatnya di lantai dua, ia bisa melihat Rangga sedang bermain bersama gangnya.
"menyebalkan" keluh Aska melihat Rangga bermain curang.
Sejujurnya, Aska sudah dari dulu tidak menyukai Rangga. Mereka bertemu saat ada gathering perusahaan ayahnya, dimana ayah Rangga adalah kolega dari ayahnya. Dia sudah melihat peringai Rangga yang sok berkuasa. Anehnya dari sd hingga smp mereka selalu satu sekolah. Ia tahu bahwa ayahnya memang sengaja membuatnya satu sekolah dengan Rangga karena ingin dia juga berelasi dengan Rangga. Tapi dua orang yang memiliki sifat bak alpha serigala tidak bisa menjadi teman.
"gimana Nga ada kemajuan lo sama cewe alim itu?" tanya seorang laki-laki dengan topi hitam.
Aska memicingkan matanya dan mendekatkan indera pendengarannya saat ada yang bertanya dengan Rangga.
"Aditi maksut lo?!" Rangga membidik bola berwarna biru berangka 8.
"iyalah, gimana?".
Rangga mendorong tongkat billiardnya membuat bola putih mengelinding mengenai bola berwarna biru hingga masuk ke dalam lubang, "gue udah bilang kan, dia nolak gue terus".
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPEREGO
Teen Fiction[SELESAI] | [BMSeries] Ketika pendidikan adalah ladang usaha para pembisnis berkedok pelajar. Tiga siswa Aska, Valdi, dan Rafa mengetahui bahwa sekolah mereka tempat pengerukan pundi-pundi uang. Berbekal nekad dan sok pahlawan, 3 siswa yang masih me...