DELTA 1-5

128 15 2
                                    

Arden menatap ketiga siswa yang balas menatapnya tajam. Ia hanya berniat datang untuk mengambil data mengenai siswa yang akan dikeluarkan kemudian menyimpan file itu sendiri. Rencananya ia akan diam-diam menyerahkan file kotor itu ke kepolisian. Namun rencananya ternyata harus menunggu dikarenakan tiga siswanya ini datang ke sekolah mencari file yang sama.

Arden menghela napas berat lalu meletakan kantong plastim hitam itu di atas piano. Ia mengeluarkan amplop besar berisi banyak dokumen. Satu demi satu dokumen yang ada dikeluarkan sambil menyebutkan nama dokumen itu.

"daftar siswa beasiswa yang akan dikeluarkan. Surat pengelapan dana untuk proyek pembangunan villa dan beberapa dokumen sama. Surat pembatalan pembiayaan sekolah".

Arden menatap Aska, Valdi, dan Rafa bergantian. Ia bisa melihat siswa-siswa itu saling memberi kode dan memberikan bahasa isyarat. Apapun komunikan nonverbal mereka, jelas mereka memiliki objek pembicaraan yang sama. Dokumen.

"kenapa Pak?" tanya Valdi.

"eoh?" Arden binggung.

"kenapa bapak melakukan hal ini?" sambung Aska berdiri menghampiri Arden sambil mengetuk dokumen-dokumen yang berada di atas meja.

"saya punya alasan pribadi dan saya pikir tujuan kalian dengan saya sama" Arden melirik dokumen tersebut, "untuk memberikan pelajaran setimpal dengan orang-orang sok berkuasa ini!".

"tapi kami nggak bisa percaya dengan bapak!" seru Valdi berdiri, "semua dokumen itu bapak yang siapkan, kan?!".

Arden terdiam. Ia tidak bisa mengelak karena benar yang dikatakan Valdi. Dialah yang menyiapkan dokumen itu tapi jika boleh jujur, ia bahkan tidak ingin mendengarkan perintah kepala sekolah yang menyuruh memasukan daftar beberapa siswa beasiswa. Tapi apa yang ia bisa lakukan adalah bertindak manis di depan orang-orang menyebalkan itu.

"ya, kamu benar Valdi. Saya yang menyiapkan. Tapi apakah kamu berpikir bagaimana jatuhnya Pelita Bangsa jika salah satu gurunya memberitahu soal ini?" Arden mengacungkan dokumen itu.

Valdi mengalihkan pandangannya. Benar ia tidak berpikir sampai sana.

"Pak Arden" panggil Rafa masih duduk di tempatnya, kedua tangannya saling berpautan, "kami hanya ingin tahu alasannya bapak. Jika tidak, kami bisa saya melaporkan bapak pada sekolah".

Arden tersenyum sinis, "berarti boomerang bagi kalian!" Arden berjalan menuju jendela megintip sebentar lalu menunjuk dari dalam, "satpam sudah melihat ada penyusup di sekolah. Kalian yang dilihat satpam sedangkan saya, aman. Bagaimana kalian menghadapi saksi?".

"ini bukan saatnya untuk mengancam!" seru Aska seraya menghadap Arden, "Bapak benar kita punya tujuan yang sama. Bagaimana jika kita kerja sama?".

Semua terdiam membuat Aska melanjutkan pendapatnya, "menurut gua, dokumen akan aman diurus Pak Arden dan kita mengurus bukti lainnya. Lagipun bukti surat aja nggak akan cukup dan gue yakin hukumannya nggak akan berat. begitupula kita, bukti video si penyebar hoax nggak akan cukup. Kita perlu lebih untuk menghukum mereka".

Tidak ada balasan. Ruangan sepi dengan suara napas halus. Jelas mereka semua berpikir mengenai saran Aska yang tidak bisa dibilang buruk.

"Oke!" seru Valdi, "kita berjalan diantara siswa dan Pak Arden di guru-guru".

Aska memandang Rafa dan Arden.

"Oke saya setuju".

000

Mobil Mitsubishi Pajero Sport Arden berkendara dengan santai. Biasanya Arden akan mengadarai mobil ini sendiri namun kali ini tidak sendirian. Aska, Valdi, dan Rafa ikut dengannya. Lebih tepatnya Valdi meminta Arden mengantarkan mereka pulang. Tentu saja Arden mengiyakan. Setiap kali menemui tIga siswanya itu ia selalu teringat dengan teman-temannya.

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang