SIGMA 1-3; D-DAY

62 13 0
                                    

"jangan bohong deh Diti, gue tau itu elo kan?" suara Shafa terdengar lebih keras dari biasanya bahkan Aditi sambil menjauhkan ponselnya.

"serius Shafa, gue mikirin nasehat lo. Gue belum nulis apa-apa soal Pelita Bangsa".

"oke kalau bukan lo siapa?".

"lo nuduh gue?".

"Aditi yang cuman tau soal ada niatan viralkan soal Pelita Bangsa ya cuman gue, gue doang yang tau dan gue taunya juga cuma elo yang ada niatan itu".

"bisa aja kan siswa yang sama kek gue".

"gue cuma mau lo jujur Aditi, lo anggap gue temen kan?"

"gue anggep lo temen Shafa makanya gue nggak ada nulis satu kalimat soal Pelita Bangsa. Nanti aja kita bicarain, gue udah dijalan nih ke café old times".

"lo udah jalan?".

"iya udah deket lagi. Kita ngomong disana aja".

"Aditi gue bilang, gue aja yang nunggu".

"Please Shafa I know you still on class. Its okay gue bakalan nunggu lo".

"Aditi tapi gue –" Aditi mematikan sambungan telponnya lalu memasukan ponselnya ke dalam tas. Ia membuang napas berat. Rasanya bukan ini yang ia inginkan. Ia hanya ingin mengkonfirmasi mengenai dirinya yang bukan berada di video itu. Bahkan niatan itu sudah ia buang semenjak ia menelpon Shafa untuk menanyakan pendapat sahabatnya. Tapi siapa yang dengan beraninya malah membocorkan semua hal buruk Pelita Bangsa. Apa orang ini tau Aditi? Apa orang ini juga bernasib sama dengan Aditi? Kenapa orang itu berani sekali? Pikiran Aditi penuh dengan itu.

Setelah mengurus surat kepindahannya ke Bakti Pemuda 1 atas rekomdasi Rega yang juga mendapat nasib yang sama dengannya. Ia di ajak Shafa untuk bertemu di café Old Times. Ia sedikit menjadi takut jika Shafa meninggalkannya karena tidak percaya. Ia menyayangi Shafa seperti saudaranya sendiri. Sedikit hatinya mengatakan bahwa Shafa pasti akan mempercayai dirinya seperti dirinya yang mempercayai Shafa.

"kiri Bang" ucap Aditi mengetuk atap angkot saat melihat Café Old Times sudah dekat. Ia kemudian turun dan membayar angkot. Ia kembali menyakini dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Aditi bersiap menyeberang setelah ia mengecek kanan kirinya sesuai protokol keselamatan. Tanpa ragu ia melangkahkan kakinya di jalan tentu saja dnegan menyebrang di zebra cross. Namun ia terdiam ketika seorang pria dengan motor besar menarik bajunya untuk menjauh jalanan. Ia terdorong jauh dari jalan dan kepalanya terbentur troatoar. Dalam mata berkunang-kunang, ia melihat pria yang mendorongnya terjatuh dari motor dengan kaki yang terjepit pada badan motor. Tepat sebelum membebaskan diri, pria itu tertabrak mobil yang melaju kencang membuat pria itu terpental jauh dari lokasi Aditi.

"TIDAAKKK!" Aditi berteriak, "TOLONG, SIAPAPUN TOLONG DIA!" Aditi meminta bantuan dengan kepala berkunang dengan napas tersegal ia berusaha berdiri namun ia tidak bisa. Kepala semakin berat membuat pengelihatannya kabur dan mulai gelap. Ketika banyak orang datang ia tidak bisa mengerakan badannya dan badannya mulai terasa ringan.

000

Bau obat-obatan kimia langsung menyeruak masuk ke dalam rongga hidung mereka. Baru saja mereka keluar dari sekolah tepat saat itu Aska menelpon Valdi dan Rafa untuk segera datang ke rumah sakit. Sebelumnya atas permintaan Aska mereka juga mengajak Arden dan Shafa. Gadis itu ya entah kenapa disuruh Aska juga ikut namun mereka tidak bertanya lagi dengan jawaban Aska yang bilang itu penting membawa Shafa.

Dilihat mereka Aska sedang berdiri menatap ruang ICU kemudian tertunduk sambil melirik ponselnya. Jelas Aska sedang menunggu mereka sama seperti mereka menunggu Aska yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi dari semalam. Rafa langsung menghampiri Aska menepuk pundak temannya itu.

SUPEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang