Jakarta, Februari 2016
Rafa merapikan buku-bukunya ke dalam tas. Semakin hari tasnya semakin berat dengan buku-buku tebal. Ia sendiri sudah hampir setengah menyelesaikan soal-soal dibuku itu. Sekarang waktu belajarnya benar-benar dikuras habis. Puas belajar disekolah ia harus belajar di tempat bimbel. Apalagi sekarang mendekati waktu try out provinsi.
Ia menghela napas berat. Mungkin inilah reality sebagai siswa kelas akhir. Ujian, try out, dan belajar. Tapi jika hidupnya hanya begini dia tak lepas dengan sebutan human machine. Seharusnya diwaktu-waktu senggang siswa kelas akhir bisa menciptakan sebuah moment berharga untuk dikenang. Fokus dengan tujuan iya, tapi jangan lupa ada moment indah yang harus dibuat.
Rafa berjalan lemas membawa tasnya bahkan saat bahunya menabrak seseorang ia tidak menenggok dan hanya berkata maaf. Ia melirik arloji hitamnya, pukul 20.40. Untungnya dia sempat ijin untuk shalat isya. Dia pernah ketinggalan shalat isya sewaktu pulang les karena kelelahan ia langsung tidur dan lupa shalat. Setelah itu dapat dipastikan dia hanya duduk diranjang meratapi kelupaan tentang shalat.
Terkadang Rafa bersyukur, Bunda dan Ayah tetap mengajarkannya masalah agama dan ibadah. Ya meskipun menjengkelkan ketika ingat bagaimana orang tuanya.
TIK TIK TIK
Rafa benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana bisa hujan di bulan februari sekarang ini? Bukannya ini masuk musim kemarau. Apalagi dia tidak bawa payung dan berniat pulang sendiri dengan bis. Ini benar-benar menyebalkan disaat dirinya tidak suka hujan dan segala jenis air yang berkapasitas banyak.
"ngapain lo ngeliatin hujan?" tanya seseorang membuatnya terkejut.
"Valdi lo?".
Seseorang lagi menghela napas panjang, "jangan kaya drama. Kita bukan lagi syuting drama korea".
"Aska".
"ini bocah bener-bener kaya drama queen" celutuk Valdi tidak suka dengan respon Rafa.
"tau kebanyakan nonton drama korea kaya cewe-cewe" tambah Aska.
"mana hujan lagi, pasti sok-sokan merasa menjadi tokoh utama yang sedang mengenang masa lalu" Valdi makin berkomentar.
Aska mengelengkan kepala, "mungkin kalo kita nggak datang dia bisa-bisa nangis".
Rafa langsung saja memukul tengkuk kedua temannya, "aishh lo berdua emang ya suka banget ngebulli gue".
"yah ngerasa dibulli. Temen itu nggak membulli, kita cuma.." kata Valdi disambung Aska, "mengatakan fakta dengan benar".
"sama aja beg".
"eits no kasar diantara kita" larang Valdi yang tahu bahwa Rafa hampir saja mengumpat.
Mereka tertawa bersama. Hujan sudah tak diperdulikan lagi. Valdi memberikan jaket parasutnya kepada Rafa. Ia tahu Rafa tidak suka basah. Mereka pun berjalan dengan santai menuju minimarket untuk memakan kudapan sambil menunggu hujan. Bukan menunggu hujan tapi membicarakan hal penting.
Mereka mengambil mie cup serta kopi dan beberapa cemilan. Lalu duduk dimeja yang disediakan.
"kena angin apa lo pada nungguin gue" kata Rafa, matanya mengilat penasaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPEREGO
Teen Fiction[SELESAI] | [BMSeries] Ketika pendidikan adalah ladang usaha para pembisnis berkedok pelajar. Tiga siswa Aska, Valdi, dan Rafa mengetahui bahwa sekolah mereka tempat pengerukan pundi-pundi uang. Berbekal nekad dan sok pahlawan, 3 siswa yang masih me...