7. Belum Berakhir

2.4K 169 41
                                    

"Ran, itu pesanan untuk ibu Ani jangan lupa diantar." Ucap orang tua bertubuh gemuk di balik meja kasir. Ia adalah pemilik toko sembako tempat Randy kini bekerja. Sudah beberapa tahun ia bekerja di tempat itu. Sejak kembali dari tempat jauh tanpa membawa sedikitpun ingatan mengenai masa lalunya.

"Siap, bos." setelah menyiapkan semua pesanan yang dipesan pelanggan bosnya, Randy pun harus segera berangkat hanya dengan menggunakan sebuah sepeda motor milik bosnya, yang biasa digunakan untuk mengantarkan barang belanjaan ke para pelanggan, namun sebelum itu...

"Bos, selesai nganter barang, saya izin sebentar." Dengan sungkan, Randy memimta izin pada bosnya. Ia tahu bosnya akan mengizinkan, tapi karena bosnya telah terlalu baik, Randy menjadi sungkan walau hanya sekadar meminta.

"Oh, silahkan, yang penting kerjaan kamu beres." setelah meminta izin, Randy pun segera pergi mengantarkan barang pesanan pelanggan.

Randy pun berangkat, dengan menggunakan motor milik bosnya yang memang diperuntukkan untuk mengantar belanjaan para pelanggan di toko milik bosnya sendiri. Dengan kondisi motor yang memang sudah kurang layak pakai, Randy pun berangkat. Awalnya tak ada sesuatu yang terjadi ketika ia berangkat dengan jarak yang belum jauh dari toko, namun ketika Randy hampir sampai pada sebuah perempatan lampu merah jalan, rem motor tak berfungsi dengan baik, sehingga tanpa sengaja ia harus menabrak pengendara motor yang berada di depannya...

"Maaf, maaf, mbak, gak sengaja." Pengendara motor di depannya berbalik dengan ekspresi yang tentu saja kesal atas kejadian itu, namun setelah itu mereka berdua pergi begitu saja tanpa berucap, sehingga membuat Randy terheran-heran namun lega karena ia tak sampai menerima luapan kesal perempuan yang ditabraknya.

"Dasar cewek aneh."

******

Dengan setelan santai, memakai kaos dan celana jeans serta sandal, Arda bersiap untuk berbelanja keperluan dan kebutuhan bulanannya sendiri pada sebuah supermarket yang tak jauh dari tempat tinggalnya, yang berada pada sebuah mall di dekat perempatan jalan besar. Arda adalah orang yang mandiri. Ia tak merasa malu untuk membeli kebutuhan dan keperluannya sendiri, namun walaupun begitu, ia tetaplah seorang laki-laki sejati.

Setelah membuat list pada note ponselnya, Arda pun berangkat.

Di dalam supermarket, Arda masih mencari barang terakhir yang ia perlukan untuk kebutuhan rumahnya, yaitu sebuah terminal listrik yang berada di paling ujung lorong supermarket, berada satu kelompok dengan bagian perlengkapan rumah yang berada di sisi lorong bagian ujung rak yang berjejer memanjang. Ketika ia sedang konsentrasi mencari barang itu, tiba-tiba saja ia tak sengaja tersenggol oleh seseorang yang sepertinya sedang mencari sesuatu juga di bagian perlengkapan tersebut, membuat barang belanjaannya hampir saja terjatuh.

"Maaf, bang, gak sengaja..." Ucap orang itu dengan tersrnyum tak enak karena hari ini sudah dua kali ia hampir saja membuat orang celaka, namun Arda tak menanggapinya dan langsung pergi dari tempat itu tanpa peduli dengan perlengkapan yang akan dibelinya.

Arda mengambil ponsel yang ada dalam saku celana. Ia mencari nomor kontak seseorang di dalamnya, dan setelah ketemu, Arda langsung menghubungi orang itu.

"Halo..." Suara berat seorang laki-laki terdengar diujung ponsel.

"Sepertinya dia masih hidup."

*****

Selesai berkemas, Anita segera membawa Aini bersamanya, namun kali ini Anita tak lupa menutup pintu rumah Aini lalu kemudian menguncinya.

Tok tok tok...
Seseorang datang ke sebuah rumah yang nampak sepi, ia datang bersama seorang wanita di sampingnya, wanita itu menggandeng tangan seorang pria di sebelahnya.

Tak berapa lama pintupun dibuka oleh pemilik rumah. Pemilik rumah itu kaget melihat siapa tamu yang datang ke rumahnya.

"Waduh, datang gak bilang-bilang dulu nih?" Senyum sumringah mengembang di wajahnya melihat sahabatnya itu datang berkunjung.

"Emang kenapa, bro? Gua ganggu nih?" Orang itu sedikit tak enak karena datang tanpa memberitahunya terlebih dulu, sementara wanita di sampingnya hanya tersenyum. Ia tahu apa yang kedua orang itu bicarakan hanya sebatas basa-basi saja.

"Gak juga, ayo masuk Dim, Vi." Arda mempersilahkan sahabat lamanya itu masuk, dan setelah mempersilahkan duduk...
"Mau pada mimum apa nih? Anget? Dingin? Manis? Atau tawar?"

"Gak usah repot-repot, bro, semua yang lo punya aja keluarin." Dimas menanggapi tawaran tuan rumahnya dengan bercanda seperti biasa, dan Arda sudah mengerti akan hal itu. Arda berlalu menuju dapur untuk mengambil minuman untuk Dimas dan Vika yang sepertinya baru kembali dari bulan madunya.

"Gimana? Sukses gak?" Ketika Arda baru kembali dari dapur dengan dua gelas minuman dingin dan camilan pada toples di atas nampan yang dibawanya, Dimas langsung bertanya seperti itu.

"Sukses? Apanya?" Arda yang belum mengerti maksud dari pertanyaan Dimas, sedikit mengerutkan dahi, berusaha mencerna kata-kata dari pertanyaan itu.

"Owh." Arda ber oh ria dan tersenyum ketika sudah mengerti apa yang dimaksud oleh Dimas.

"Belum, bro."jawabnya singkat sambil menghela nafas dalam.

"Kok belum?" Dimas heran melihat Arda yang kehilangan semangat ketika membahas masalah itu.

"Dia susah dideketin, giliran gua bela-belain ke rumahnya, rumah itu malah kosong, mana pintunya gak di kunci lagi. Alamat yang lo kasih gak salah, kan?" Arda menjelaskan apa yang terjadi dengannya ketika berusaha mendekati perempuan incarannya.

"Bener kok, terakhir kita berdua ketemu juga dirumahnya, dan itu sebulan yang lalu, bro." Dimas meyakinkan Arda bahwa alamat yang diberikannya memang benar.

"Gini aja deh, kita bantu lo ketemu sama dia, nanti biar kita kenalin lo sama dia, biar lebih enak ngobrolnya." Dimas menawarkan bantuan untuk mempermudah Arda mendekati gadis pujaannya.

"Serius nih? Makasih banget bro." Mendengar tawaran dari sahabatnya itu, Arda senang, karena jalannya akan semakin mudah untuk meraih apa yang menjadi tujuannya selama ini.

Ketika mereka sedang mengobrol tentang banyak hal, ponsel milik Vika berbunyi pertanda ada yang menghubunginya, dilihatnya layar pada ponselnya yang bertuliskan nama Anita.

"Halo, Ta." Vika menjawab panggilan itu dengan tersenyum tanda bahagia. Sudah cukup lama, salah satu sahabatnya itu tak menghubunginya untuk sekadar memberi kabar.

Namun tak berapa lama Vika dan Anita mengobrol melalui ponsel, ia kaget hingga membuka mulutnya yang kemudian ditutupnya dengan tangan kiri yang sedang tak memegang ponsel. Matanya melotot seolah kejadian yang didengarnya cukup mengerikan. Setelah obrolan dengan Anita selesai, Vika mendekati Dimas dan Arda yang sedang mengobrol.

"Kamu kenapa, Vi?" Dimas heran melihat ekspresi istrinya yang terlihat tegang serta pucat setelah selesai menerima panggilan tadi, Vika menarik tangan Dimas untuk sedikit menjauh dari Arda, karena ia ingin memberitahu masalah penting.

"Maaf, bro, bentar." Dimas sedikit menjauh dari Arda, dan Arda pun memberi mereka privasi. Arda berpikir kalau itu masalah pribadi mereka yang tak ingin orang lain mengetahuinya.

Vika membisikkan pembicaraannya tadi dengan Anita.

"Apa? Jadi dia masih?

Dimas tak melanjutkan kata-katanya. Ingatannya masih sangat kuat untuk mengingat tragedi beberapa tahun lalu.

Hai...

Ketemu lagi nih, gimana kabarnya? Ceritaku yang apa adanya ini hadir lagi...

Setelah selesai baca, jangan lupa vote dan komennya ya, kritik dan saran juga gak apa-apa ko.

Jangan lupa juga follow akunnya...😅

Serius, tanpa kalian, cerita ini gak ada artinya...😅🙏

Terimakasih...

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang