15. Mulai Kembali

2.3K 162 34
                                    

Setelah menempuh perjalanan jauh menggunakan kereta api, Danu tiba lebih cepat. Tanpa membuang waktu, ia segera menyusun rencana yang telah ia pikirkan sebelumnya. Langkah pertama, ia akan mencari tempat tinggal, atau lebih tepatnya tempat persembunyian, agar ia dapat melakukan pengintaian untuk mencari informasi keberadaan Aini dan juga musuh-musuhnya, kemudian ia akan memperingatkan salah satu dari mereka agar musuh-musuhnya tak akan mudah mendapatkan Aini, dengan begitu akan memberikan Danu waktu untuk mendapatkan Aini kembali.

Danu menelusuri tempat-tempat yang menurutnya strategis untuk menjadi tempat tinggal dan persembunyiannya, namun yang paling penting adalah, dari tempat itu, Danu bisa mengawasi mereka dengan mudah, hingga akhirnya, setelah cukup lama mencari dan telah menemukan tempat yang pas, Danu berjalan menuju sebuah mini market terdekat, ia mengenakan jaket dengan tudung untuk menutupi kepalanya agar menyamarkan wajahnya dari para musuh-musuhnya.

Setelah selesai membeli barang-barang yang ia butuhkan dengan menunggu cukup lama, dikarenakan ketika ia akan membayar barang belanjaannya, terjadi kendala teknis yang membuatnya harus menunggu selama beberapa waktu.

Di seberang jalan mini market, sebuah motor sport melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudinya memacu kuda besi itu dengan kecepatan maksimal, dengan diiringi beberapa klakson mobil dan motor yang hampir saja menyerempetnya, namun ia tak peduli dengan itu, ia harus menyusul Dimas untuk memberikan kertas itu padanya.

"Maaf, cuma ini yang bisa gua lakuin." Gumamnya di balik helm hitam yang ia kenakan.

*****

Pada kediaman Dimas, ia dan Vika kebingungan, bukan karena sebuah pesan peringatan dari orang misterius itu tertuju untuk siapa, karena mereka paham dengan apa yang dimaksud pesan tersebut, namun lebih kepada apa mereka akan memberitahu Aini dan yang lainnya atau tidak.

Setelah cukup lama merenung dan berdiskusi, akhirnya Dimas memutuskan untuk tidak memberitahu Aini dan yang lainnya. Biarlah peringatan itu menjadi rahasia mereka berdua, dan yang paling penting mereka berdua akan lebih berusaha menjaga Aini.

****

"Udah, bro?" Daniel baru datang kembali setelah tadi ia meminta izin untuk pergi sebentar sesaat setelah Dimas dan Vika pamit untuk pulang.

"Udah, makasih, Ar." Daniel memberikan kunci motor yang tadi ia pinjam dari Arda untuk pergi menyelesaikan urusannya.

"Emang tadi kenapa, bro?" Tanya Arda pada Daniel, yang setelah tadi pergi, sikapnya kini seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Eh, gak kenapa-kenapa, Ar." Dimas sedikit gugup mendengar pertanyaan Arda, namun setelah itu mereka kembali mengobrol santai seperti biasa.

Disela-sela obrolan, terkadang Arda diam-diam menatap Aini dengan tatapan mendalam, Aini menyadari hal itu, dan itu membuatnya sedikit malu, sementara Anita yang juga memperhatikan bahasa tubuh mereka, hanya bisa tersenyum seraya mendoakan yang terbaik untuk mereka berdua, hanya Daniel yang punya pemikiran berbeda dari mereka semua.

Kemudian setelah dirasa sudah terlalu lama mereka berada di rumah Anita, Arda dan Daniel memutuskan untuk pulang, sementara Aini masih betah berada di sana.

"Ni, gimana sekarang hubungan lo sama Arda?" Setelah tak ada siapa-siapa, obrolan mereka kini mengarah pada hal-hal pribadi yang membuat Anita penasaran.

"Hhhmmmm, biasa aja." Aini tersipu malu, menandakan ada sesuatu yang dirasakannya ketika nama Arda disebut oleh Anita.

"Udah, mending kalian jadian aja." Anita terus saja menggoda Aini. Ia senang kini sahabatnya sudah mulai bisa tersenyum, mungkin sudah saatnya ia kembali dan melupakan semua yang telah terjadi.

*****

Di bawah pohon rindang, dengan suasana sejuk, orang dengan tudung dan jaket hitam yang dikenakannya, dengan sabar menunggu seseorang untuk memastikan keberadaannya. Telah cukup lama ia duduk dan menyandarkan tubuhnya pada pohon yang dedaunan rindangnya mampu memberikan kesejukan di hari yang cukup panas itu. Buaian angin mengalun lembut membelai tubuhnya yang lelah, mampu menundukkan matanya hingga perlahan terpejam, membawanya ke alam mimpi yang telah lama tak menghinggapi.

"Dan." Wanita dengan seragam SMA duduk dan bersandar pada bahu Danu dengan sedikit manja, Danu menatapnya lalu tersenyum. Mereka berdua duduk di bawah pohon rindang di halaman belakang sekolah.

"Apa kita akan terus kayak gini?" Tanyanya pada Danu.

"Hhhmmmm, semoga aja, emang kenapa?" Danu kembali bertanya, yang tentu sajasebuah pertanyaan yang sia-sia, karena bukan berasal dari hatinya. Aini tak menjawab, ia kini menatap pagar beton tinggi yang menjadi pembatas antara sekolah dengan pemukiman warga yang berada tepat di belakang lingkungan sekolah yang cukup luas. Tatapannya kosong, ada sesuatu yang sedang ia pikirkan tentang kejadian di tempat ini bersama orang lain. Kejadian itu membuatnya merasa bersalah, walau ia tak berniat untuk menyakitinya, namun tetap saja rasa sakit itu pasti ada.

"Terimakasih, mba, jangan lupa kasih bintang lima, ya, mba." Suara tukang ojek online yang berhenti di seberang jalan membangunkannya dari mimpi bersama dengan Aini ketika mereka berdua masih berseragam SMA. Di sana Aini masih terlihat berdiri, ia baru saja turun dari boncengan ojek online yang dipesannya untuk mengantarnya pulang. Tak disadari, Danu tersenyum melihatnya. Wajah cantik Aini yang sendu, mampu menghipnotisnya untuk sesaat hingga ia kembali tersadar dan merubah senyumannya menjadi menyeringai. Ia sadar, bahwa yang ia tuju bukanlah cinta.

"Sebentar lagi, lo bakal gua dapetin." Danu menghilang di ujung jalan. Ia pergi dengan cepat setelah memastikan kondisi Aini masih tak tersentuh oleh musuh-musuhnya.

*****

"Ehm." Sebuah pesan singkat masuk pada ponsel Aini, ia langsung membacanya, namun tak segera membalas, hatinya berdebar melihat pada foto profil pengirim pesan tersebut.

"Kenapa?" Cuma kata sependek itulah yang sanggup Aini kirim untuk orang di seberang sana.

"Gak kenapa-kenapa, cuma pengen tau kamu lagi ngapain aja." Ikon senyum manis mengakhiri pesan balasan dari Arda.

"Aku lagi tiduran aja, kamu sendiri?" Aini tak tau harus membalas pesan dari Arda dengan pertanyaan apa, hatinya kini benar-benar sedang berbunga-bunga oleh orang yang berbalas pesan dengannya saat ini, andai Arda melihatnya, Aini pasti sudah begitu malu dengan tingkahnya sendiri.

"Hhhmmm, kalau aku bilang lagi mikirin kamu, percaya gak?" Balasan Arda sungguh membuat Aini semakin melayang, dan akhirnya ia tak membalas pesan Arda tersebut. Wajahnya bersemu merah, darahnya berdesir lembut. Aini bangkit lalu beranjak berjalan kemudian duduk di depan meja rias di sudut kamarnya, menatap dirinya pada cermin besar yang berada di balik meja riasnya yang di atasnya berjejer rapi beberapa perlengkapan makeup yang tak begitu banyak. Muncul pertanyaan pada dirinya sendiri, "apa aku jatuh cinta? Kalau memang iya, apa aku siap kalau harus kecewa?", Pertanyaan-pertanyaan di benaknya menumbuhkan kembali semua keraguannya pada laki-laki. Semua bunga-bunga yang tadi telah mekar dalam hatinya kini harus terhempas bersama kebahagiaan diwajahnya yang juga kini telah kembali muram.

Hai...

Ada yang kangen dengan author yang ngeselin ini???

Semoga masih suka sama ceritanya ya...

Terimakasih...🙏😊

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang