19. Eksekusi Kembali

1.7K 100 31
                                    

Dimas tersadar dari tidurnya yang terpaksa, tubuhnya lemas serta tak bisa bergerak, bukan karena tak punya tenaga namun kondisinya kini tengah duduk pada sebuah kursi kayu dengan tangan dan kaki terikat kuat, membatasi semua amarah dan gerakannya.

"Dimana ini?"

Matanya mencoba memperhatikan apa yang ada diruangan itu, namun gelap membatasi pandangannya tapi tetap tak cukup menyamarkan orang yang tengah berdiri disalah satu sisi gelap ruangan itu.

"Siapa loe? Apa yang loe lakuin? Mana yang lain?"

Dimas menatap orang tersebut dengan tajam serta penuh kebencian, tatapannya berbalas dengan sebuah langkah yang perlahan semakin mendekat menuju kearahnya, hingga akhirnya sebagian wajah berkulit pucat itu dengan remang terlihat dibalik jubah hitam dan tudung yang menutupi kepalanya. Dimas menatapnya lekat, memori otaknya berusaha mengingat siapa orang itu, namun sial baginya karena tak ada satu memoripun yang ia gali diotaknya menyimpan kenangan atau bahkan bayangan orang tersebut.

"Siapa loe?"

Lagi, Dimas bertanya dalam kondisi yang ia yakini takkan pernah mendapatkan jawabannya, namun saat ini hanya sebatas itulah yang bisa ia lakukan, setidaknya untuk mengulur waktu sampai dia yakin bisa melepaskan ikatan pada salah tangannya.

Orang itu membuka tudung kepalanya dan memperlihatkan seluruh wajahnya yang pucat bagai mayat, yang berwarna berbeda hanyalah lingkar disekitar mata saja berwarna hitam. Dimas sempat tertegun melihatnya bukan karena dia mengenali orang tersebut, namun lebih kepada melihat orang didepannya tersebut terlihat seperti orang sakit, namun insting Dimas mengatakan bahwa orang yang berada dihadapannya berbahaya.

Dimas terdiam sejenak agar usahanya melepaskan tali yang membelenggu tangannya tak terlihat ketika orang dihadapannya semakin mendekat. Tatapan Dimas selalu terfokus pada gerakan orang itu, tingkat waspadanya semakin tinggi ketika orang tersebut mengangkat tangan kemudian menjambak rambut Dimas hingga kepalanya mendongak menghadap langit-langit gelap ruangan tersebut.

"Dia tak berguna, setelah urusan selesai lebih baik kita segera membunuhnya."

Jantung Dimas seketika memompa darah dengan cepat mendengar langsung berita buruk tentang nasib dirinya nanti. Ia pun baru menyadari bahwa pria bertudung itu tak sendiri, dalam sisi gelap sekilas terlihat beberapa bayangan berdiri berdekatan.

"Hey, apa yang mau kalian lakuin? Lepasin gua."

Dimas berontak mengalihkan fokus mereka dari pergelangan tangan Dimas yang hampir bisa lepas dari ikatan yang membelenggu tangan itu. Namun sayang ia gagal, karena orang berjubah itu justru pergi meninggalkannya seorang diri. Dimas tersenyum, rencana yang hanya untuk sekedar mengalihkan fokus agar ia tak ketahuan justru malah membuatnya memiliki kesempatan yang lebih baik untuk bisa menyelamatkan diri.

Dimas berhasil melepaskan salah satu ikatan pada tangan kanannya, lalu dengan cepat ia berusaha melepaskan tangan kiri kemudian ke dua kakinya.

*****

Dalam kegelapan hutan yang berada jauh dari bibir pantai, sepasang mata tak pernah berhenti mengawasi. Bangunan tua selalu menjadi fokusnya. Ia bersembunyi sejak kejadian itu dimulai, mengatur strategi untuk mengalahkan mereka. Ia yang hanya seorang diri berbekal pengalaman bertarung selama ini bertekad untuk memusnahkan semua yang telah mengkhianatinya dan setelah itu membangun kekuatan baru untuk ambisinya yang masih akan terus berlanjut.

Para anggota lain sepertinya belum mengkhawatirkan tentang beberapa anggota mereka yang telah terbunuh, terbukti oleh tindakan mereka yang sama sekali tak melakukan pergerakan untuk mencari pembunuhnya.

Dari pintu bangunan yang diawasinya, keluar seseorang yang sekilas mampu dikenali olehnya, ia keluar lalu berlari sekencang mungkin untuk menghindari kejaran dari tiga orang yang akan kembali menangkapnya. Danu bergerak dari tempatnya bersembunyi untuk mengikuti mereka yang sedang mengejar Dimas.

Dimas yang terus berlari tanpa henti tak sedikitpun menoleh untuk peduli dengan orang-orang yang mengejarnya, baginya kini lebih penting untuk menyelamagkan diri serta mencari bantuan secepat mungkin.

Bruk....

Salah satu pengejar yang berlari paling belakang itu terjatuh bersamaan dengan sebuah belati yang menancap di punggung hingga menembus ke dada. Ia tersungkur oleh Danu yang menerkamnya dari belakang tanpa sempat di sadari. Danu menyeret korban pertamanya, lalu ia sembunyikan untuk menutupi jejak, setelah itu ia kembali berlari mengejar dua orang yang masih tersisa. Kegelapan hutan sangat menguntungkan Danu untuk membunuh mangsanya secara diam-diam. Namun sayang, sebelum Danu sempat menmpakkan diri, mereka rupanya telah menyadari salah satu dari teman mereka yang hilang. Mereka berdua berhenti dan tak melanjutkan pengejaran terhadap Dimas yang kini sudah tak terlihat lagi. Merasa dalam bahaya, mereka berdua mulai waspada, memunggungi satu sama lain untuk bertahan dari serangan tiba-tiba yang bisa saja membunuh mereka berdua. Sayang, apa yang mereka kira ternyata salah besar, Danu justru menampakkan diri tanpa perlu sembunyi-sembunyi ketika menghadapi orang-orang yang menurutnya lemah. Senyum khas menyeringai menandakan Danu puas melihat korban selanjutnya telah menunggu dan bersiap untuk menghadapinya. Mereka berdua waspada, dari rasa percaya diri yang Danu perlihatkan serta senyuman menyeringai menyeramkan menandakan bahwa yang akan mereka berdua hadapi bukanlah orang sembarangan.

"Siapa loe?"

Pertanyaan bodoh yang seharusnya tak mereka tanyakan pada Danu, karena secara tak langsung mereka memberitahukan pada Danu kalau mereka sama sekali tak mengetahui asal usul orang yang akan membunuh mereka berdua.

"Orang bodoh kayak kalian gak perlu tau, cukup pemimpin kalian aja yang tau siapa gua."

Mereka berdua saling pandang, tak mengerti dengan apa yang Danu ucapkan, yang perlu mereka fahami saat ini adalah, mereka harus membunuh orang menyebalkan yang ada dihadapan mereka. Tanpa peduli dan mengukur kekuatan lawan, mereka langsung menyerang Danu secara bersamaan. Sebuah strategi sederhana bahwa berburu secara berkelompok akan meningkatkan presentase keberhasilan, namun sayang perkiraan mereka tak berlaku bagi Danu. Cukup dengan beberapa detik saja tanah di sekitar tempat Danu berdiri telah tergenang darah, darah dari para pengikut yang seharusnya ia perintah. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Danu tak membersihkan mayat-mayat yang telah menjadi korban keganasannya. Danu merasa ia tak perlu khawatir menghadapi orang-orang dengan kemampuan rendahan seperti mereka. Bahkan Danu sempat berfikir bahwa dia akan menebar teror untuk menggagalkan apa yang musuh-musuhnya rencanakan. Seandainya mereka tak mengkhianati Danu, pasti saat ini Danu telah menyelesaikan rencananya dan hanya tinggal melakukan ritual seperti yang seharusnya, tapi seorang Danu takkan membiarkan Aini jatuh ke tangan mereka, sesuai dengan ambisinya kali ini, ia akan membinasakan semua anggota yang mengkhianatinya.

Danu mulai beranjak meninggalkan tempat dengan genangan arah dari dua orang korbannya tersebut, ia kembali ke tempat semula untuk mengawasi aktifitas yang mereka lakukan, ia tak menyadari bahwa sejak tadi ada orang yang sedang mengawasinya, tatapan mata yang tajam serta rasa lelah dan takut yang teramat membuatnya tak mampu bergerak, bahkan mungkin untuk bernafas saja harus dengan perlahan, setelah memastikan bahwa Danu tak menyadari keberadaannya, ia pergi untuk menyelamatkan diri dengan membawa serta informasi.

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang