10. Seperti Dulu

2.3K 165 24
                                    

"Dimana ini?" Randy perlahan mulai membuka mata lalu mengedipkannya beberapa kali guna menyesuaikan cahaya di sekitar terhadap penglihatannya. Ia mengedarkan pandangan pada setiap sudut ruangan  gelap, yang hanya diterangi sebuah lampu dengan posisi persis berada tepat diatas kepala. Dinding ruangan yang sudah tak terawat hingga dibeberapa bagian sudah terlihat tertutup lumut, juga coretan iseng para anak-anak remaja beranjak dewasa. Kepalanya terasa berat, pengaruh obat bius yang membuatnya hilang kesadaran belum sepenuhnya hilang.

Dari kegelapan, seseorang dengan menggunakan penutup wajah menghampirinya, memberikannya ucapan selamat datang dengan sebuah pukulan.

Bugh...

Darah menetes pada sudut bibir Randy, namun ia tak peduli rasa sakit dari pukulan itu. Ia justru penasaran dengan orang-orang disekelilingnya, dan apa salahnya sehingga ia diculik.

"Siapa kalian?" Menyadari orang dihadapannya tak hanya seorang diri, Randy berusaha tenang. Instingnya mengatakan bahwa ia pernah menghadapi situasi yang lebih buruk dari ini, bahkan mungkin yang lebih mengerikan.

"Hahahahaha, kamu gak inget siapa kita?" Orang itu meremehkan Randy, mereka belum sepenuhnya yakin bahwa tawanannya dalam kondisi hilang ingatan.
Randy terdiam, ia berusaha mengingat ciri-ciri orang-orang yang berada disekelilingnya, dan hasilnya, ia tak mengingat sama sekali dengan orang-orang disekelilingnya itu.

"Rupanya informasi itu benar." kembali orang dengan pakaian serba hitam itu tertawa, ia senang karena Randy tak mengingat sedikitpun tentang mereka.

Bugh...

Pukulan kembali menghujam wajah Randy yang membuatnya terhuyung, namun ia tak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi tangan dan kaki masih dalam posisi terikat kuat pada kursi kayu yang didudukinya.

Setelah menghajar Randy habis-habisan, kembali mereka tertawa dengan penuh kemenangan, seakan seperti telah memenangkan peperangan besar, padahal yang mereka lawan hanya seseorang yang lupa ingatan, itupun dalam keadaan terikat.

Kembali darah mengalir namun kali ini berasal dari pelipis Randy, hingga menetes pada pakaian yang dia kenakan. Sekilas ia melihat dan memperhatikan darah tersebut, ada sesuatu yang menurutnya aneh pada dirinya sendiri.

"Apa ini?" Melihat darahnya tak berwarna merah, melainkan berwarna hitam, Randy memejamkan mata beberapa kali. Ia merasa mungkin pandangannya telah terganggu akibat pukulan tadi.

"Kenapa darahnya berwarna hitam?" Melihat darahnya yang memang berwarna hitam, tiba-tiba kepalanya mulai dipenuhi bayangan aneh tentang pembunuhan di hutan. Dalam bayangannya ia tengah bertarung menghadapi seseorang yang entah itu siapa hingga ia sampai membunuhnya. Perlahan kepalanya mulai terasa berat. Begitu banyak adegan-adegan kejadian yang sebelumnya hilang dalam ingatan kini mulai terlintas begitu saja, hingga sangat membuat kepalanya semakin berat hingga kesadarannya tak sanggup ia pertahankan.

"Memang sudah tak sesuai, buang dia ke sungai!" melihat Randy yang tak sadarkan diri, orang yang berdiri dibalik kegelapan ruang kosong itu memerintahkan yang lainnya untuk membuang Randy ke sungai yang tak jauh dari lokasi penyekapan, lalu kemudian membiarkan Randy mati tenggelam begitu saja.

Randy dibawa menggunakan sebuah mobil minibus yang sama dengan mobil yang membawanya ketempat itu. Setelah sampai di sungai yang menjadi tujuan, Randy dilempar begitu saja ke sungai yang cukup dalam. Bagai melempar bangkai binatang. Pada saat itu aliran air di sungai tersebut cukup deras untuk menenggelamkannya dan juga membunuhnya dengan perlahan, hingga ia benar-benar mati dan hilang dari muka bumi.

*****

"Hai, udah lama nunggu?" Seorang wanita berseragam SMA menghampiri laki-laki yang tengah duduk di bawah pohon di belakang sekolah, senyumnya mengembang setelah orang yang ditunggunya datang.

"Gak kok, baru sebentar." Laki-laki itu tersenyum lembut lalu memegang tangan orang yang dari beberapa minggu yang lalu itu telah menerima cintanya.

"Oh ya, setelah kelulusan nanti, aku sama yang lainnya ada acara perpisahan, kamu mau ikut gak?" Laki-laki itu ingin sekali mengajak orang yang dicintainya ketempat yang menurutnya indah dan luar biasa.

"Hhhmmmm, gimana ya?" Sang perempuan rupanya tak langsung mengiyakan ajakan kekasihnya, ia masih belum memutuskan untuk ikut atau tidak.

"Anita juga ikut loh, kan Beni juga ikut." Danu yakin, dengan mengajak Anita yang tak lain adalah sahabat Aini, maka Aini pasti akan mau ikut dengannya untuk menemaninya melakukan pendakian terakhir bersama Beni, Randy dan Arie.

"Kok Anita gak bilang-bilang, ya?" Danu mengangkat bahu, pertanda tak tahu tentang itu.

"Ya udah deh." Akhirnya Aini setuju untuk ikut bersama Danu dan mengakhiri obrolan singkat mereka berdua tentang rencana Pendakian Terakhir mereka. Danu tersenyum, dengan senyuman yang hanya ia sendiri yang mengerti dengan maksud senyumannya itu.

"Akhirnya."

*****

Pada aliran sungai yang deras. Randy tenggelam hingga terseret cukup jauh. Pukulan mereka yang mengenai kepala Randy, perlahan mengembalikan ingatannya tentang Aini dan semuanya. Dalam benak Randy, ingatan itu seperti sebuah deretan film tentang sejarah masa lalunya sendiri, yang diputar secara acak dan singkat. Ada perasaan ngeri mengingat semua yang telah ia lakukan dan mungkin terbersit sedikit penyesalan, namun itu tak bertahan lama, karena setelah kesadarannya benar-benar kembali, naluri iblis telah kembali menguasai.

Matanya perlahan terbuka, menyiratkan dendam serta amarah yang kini telah kembali bersama iblis dalam tubuhnya.

Danu berusaha keluar dari aliran air sungai yang menyeretnya. Cukup jauh rupanya ia terseret arus hingga ia harus bersusah payah berenang ketepian.
Setelah sampai di tepian sungai, sejenak ia membaringkan diri di atas rerumputan dengan mata terpejam hanya untuk sedikit memulihkan tenaga, dan tak butuh waktu lama, Danu bangkit dan segera pergi meninggalkan tempat itu.

****

Malam ini Arda pulang hingga larut. Pekerjaan lembur terpaksa membuat waktunya tersita. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang selalu membuatnya nyaman. Tangan kanannya mulai meraih ponsel pada saku celana sebelah kanan yang belum ia ganti sejak ia tiba di rumah.

"Ehem." Tulisan pesan yang menandakan atau mengungkapkan orang yang sedang berdehem ia kirimkan untuk seseorang yang jauh di sana. Rasa gengsinya untuk sekedar menulis kata "hai" terlalu tinggi, sehingga ungkapan itu saja dirasa sudah cukup.

"Kenapa?" Balasan pesan itu tak datang dengan cepat walaupun yang dibaca oleh Arda hanya satu kata itu saja.

"Gimana? Apa ada yang aneh?" Arda menanyakan keadaan dan situasi Aini saat ini.

"Mmmhhhh, gak ada, masih aman." Aini tak menanggapi Arda. Pintu hatinya belum sepenuhnya terbuka menerima hubungan dengan Arda, walaupun hanya sebatas pertemanan saja.

Arda tak membalas pesan itu, di kepalanya saat ini tak ada topik pembicaraan untuk di bicarakan, terlebih lagi situasinya yang memang tak mendukung. Namun tak lama setelah itu, ada satu pesan masuk yang Arda lewatkan.

"Aku boleh minta tolong gak?" Untuk pertama kalinya Aini membutuhkan Arda, dan itu sangat membuat Arda kegirangan, hingga senyumnya langsung mengembang.

"Boleh, tolong apa?" Masih dengan wajah  berseri-seri, Arda menatap layar ponselnya, ia tak sabar menunggu balasan pesan dari sang gadis pujaan.

Hai...
Perasaan lama nih baru up lagi...😅

Semoga masih ada yang mau baca cerita ini...😥😅

Selesai baca, jangan lupa pencet gambar bintangnya ya, terus kasih komen yang banyak...

Tanpa kalian, cerita ini gak ada yang baca loh...😅

Terimakasih...🙏😊

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang