9. Langkah Pertama

2.2K 169 15
                                    

Bruk...

Dimas, Arda dan Daniel dikagetkan dengan sesuatu di halaman belakang rumah Anita. Mereka saling pandang, sebelum akhirnya dengan perasaan tegang mereka bertiga memberanikan diri untuk mengecek ke arah sumber suara. Mereka berjalan mengendap-endap seperti pencuri. Pencahayaan remang-remang membatasi penglihatan mereka, namun masih cukup terlihat bahwa sesuatu sepertinya sedang bersembunyi dibalik tanaman bunga yang berjejer cukup tinggi di sudut halaman itu. Arda berinisiatif mengambil sebuah batu seukuran kepalan tangan, lalu dilemparkannya batu itu ke arah tanaman yang tadi bergerak-gerak karena sesuatu.

"Aaaahhhhh...." Dimas terkejut ketika kucing liar yang sedang memakan hasil buruannya melompat kearahnya sesaat setelah Arda melemparkan batu.

"Sialan tuh kucing, gak tahu orang lagi parno apa." Dimas mendengus kesal, sementara Arda dan Daniel justru tersenyum dengan kejadian tadi, namun mereka lega tak terjadi sesuatu yang buruk.

*****

Hari telah menjelang siang, ini adalah hari ketiga sejak masa lalu Aini telah kembali. Kekhawatiran sahabat-sahabat Aini belum terbukti, semua masih asumsi dan sebatas spekulasi hingga menjadi ketakutan dalam diri sendiri, namun kekhawatiran itu belum terjadi atau mungkin tak terbukti.

"ttttooooolllloooooonnnnngggggg..." Seorang ibu-ibu menjerit histeris melihat sekelompok orang dengan pakaian serba hitam dan menggunakan topeng tengah menculik seseorang, mereka membekap dan memasukkan korbannya kedalam sebuah mobil minibus yang telah mereka persiapkan, kemudian dengan cepat pergi dari tempat itu sebelum teriakan ibu-ibu itu memancing warga dan menggagalkan penculikan mereka, namun tak ada satupun orang yang menolong orang tersebut. Orang itu meronta, berusaha untuk melepaskan diri, namun usahanya sia-sia. Obat bius yang mereka taburkan pada kain untuk membekapnya mulai bekerja, hingga dalam waktu singkat sang korban telah kehilangan kesadarannya. Suasana disekitar yang sepertinya sedang sepi membuat adegan penculikan itu begitu cepat dan midah serta tak meninggalkan jejak sedikitpun. Hanya ada satu orang saksi saja yang melihatnya, itupun tak secara jelas.

"Ada apa?" Aini yang mendengar teriakan itu dari dalam kamar melihat kearah jendela kamar rumah Anita, yang di sana, Anita telah lebih dulu berdiri memperhatikan situasi di luar yang sepertinya sedang terjadi sesuatu yang buruk.

"Gak tahu, tapi tadi itu bu Ani teriak minta tolong." Kini Anita dan Aini telah melihat kerumunan warga yang mulai berdatangan setelah mendengar teriakan bu Ani, yang tak lain adalah tetangganya. Mereka mencari tahu apa yang terjadi dengan tetangganya itu.
Anita dan Aini yang penasaran akhirnya memilih keluar rumah dan mencari tahu apa yang terjadi pada tetangganya itu.

"Kamu mau kemana?" Belum sempat Anita membuka pintu, bu Diana sudah lebih dulu membuka pintu depan, karena tadi pun bu Diana menjadi salah satu orang yang berada dikerumunan tetangganya itu.

"Itu di luar kenapa, bu?" Anita yang penasaran tak menanggapi pertanyaan ibunya, ia lebih memilih langsung bertanya mengungkapkan rasa penasarannya.

"Oh, kalian jangan keluar ya, bahaya." bu Diana tak langsung memberitahu apa yang terjadi di luar sana.

"Emang kenapa, bu?" Anita semakin penasaran, ibunya belum memberitahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Itu, tukang nganter barang belanjaan dari toko langganan bu Ani tadi ada yang nyulik, serem, kalian jangan kemana-mana ya, bahaya." Bu Diana menasehati Anita dan Aini.
Anita dan Aini hanya mengangguk mengiyakan apa yang menjadi nasehat ibunya.

Sudah tiga hari Aini menginap di rumah Anita, dan selama itu pun belum terjadi sesuatu yang aneh atau mencurigakan. Keberadaan orang tua Anita membuat Dimas, Arda dan Daniel tak bisa menginap lagi di rumah Anita. Orang tua Anita tak mengetahui sedikitpun tentang masalah yang dihadapi oleh Anita dan Aini, untuk itu Dimas memutuskan untuk menjaga Aini dan Anita dari jauh.

Kring...

Sebuah nada pendek dari ponsel Anita, pertanda ada seseorang yang mengirim pesan padanya.

"Ta, gua sama Daniel pulang dulu, gara-gara kejadian tadi, gua takut dikira salah satu komplotan mereka." Dimas dan Daniel ternyata melihat kejadian penculikan itu, mereka melihatnya ketika mereka berada di dalam mobil Dimas yang diparkirkan dekat dengan rumah Anita, yang tentu saja bertujuan untuk mengawasi rumah Anita dari jauh.

"Ya udah, siang ini kayanya aman kok, kalian pulang dulu aja, maksih buat bantuannya." Karena kondisi telah diyakini aman, dan juga adanya keberadaan kedua orang tuanya, Anita pun mengizinkan Daniel dan Dimas untuk pulang.

Ketika Dimas dan Daniel pergi, sebuah motor sport lewat perlahan di depan rumah Anita, dengan helm berkaca hitam yang menutupi wajahnya, lalu kemudian ia berhenti dan masuk ke halaman rumah Anita.

Tok tok tok...

Setelah diketuk dengan ragu oleh orang yang berdiri tepat didepan pintu depan rumah Anita, seorang wanita membukanya dari dalam lalu tersenyum dengan ramah.

"Cari siapa, ya?" Bu Diana belum mengenal orang yang ada di hadapannya itu.

"Maaf bu, Anitanya ada? Saya temennya Anita." Arda memperkenalkan dirinya dengan sopan di depan bu Diana.

"Oh, mari masuk nak, duduk dulu tante panggil Anitanya dulu." Tak berapa lama setelah itu, Anita pun datang menghampiri Arda, namun ia tak sendiri, ia menemui Arda bersama dengan Aini.

"Gimana kabarnya?" Arda berbasa-basi menyapa Anita dan Aini.

"Hhhmmm, ya begitulah." Anita menanggapi Arda dengan ramah sementara Aini, ia hanya tersenyum namun tetap dalam diamnya. Bagi Arda sikap Aini yang seperti itu sama sekali tak menjadi masalah, yang penting baginya, ia senang melihat bahwa saat Aini baik-baik saja.

"Oh ya, yang lain pada kemana? Kok di luar juga tadi gak ada?" Arda dengan nada suara yang sengaja dipelankan bertanya pada Anita.

"Mereka pulang, soalnya tadi ada yang diculik, tetangga sebelah, jadi mereka takut dikira komplotannya." Anita pun menjelaskan pada Arda dengan nada yang sama. Sengaja mereka melakukan itu, karena masalah yang menimpa mereka saat ini sama sekali tak diketahui oleh kedua orang tua Anita. Mereka tak ingin melibatkan kedua orang tua Anita, dan mereka rasa mereka mampu menyelesaikan masalah ini sendiri.

"Ya udah, gua pulang dulu, kalau butuh apa-apa, hubungin aja."

Sebelum berpamitan, Arda menatap Aini dengan begitu dalam, seolah dia berbicara dengan tatapannya...

Hai...
Ada yang kangen gak ya sama cerita yang apa adanya ini?

Semoga aja ada...😅

Kalau ada yang gak suka, vote aja ya, apalagi yang suka...😂

Selesai baca, silahkan tekan, usap, sentuh, pencet, injek (atau apalah sebutannya 😅) gambar bintang di pojok bawah, terus komenin yang banyak ya...

Tanpa kalian, cerita ini gak ada yang baca loh...😅😅😅

Terimakasih...🙏😅

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang