14. Kembali Terjadi

2.2K 144 13
                                    

Firman tersenyum-senyum sendiri ketika melihat Aini lewat bersama tukang ojek online yang dipesannya, hingga bu Ani menggodanya karena ia tahu bahwa Firman sedang memperhatikan Aini.

"Jaman sekarang, bidadari itu naik motor, ya, ojek online lagi, gak turun dari khayangan lagi." Ucapan bu Ani dapat dimengerti oleh Firman, dan ia pun menjadi salah tingkah karenanya.

"Kalau suka bilang aja, nanti keburu diambil orang, sekarang Aini lagi deket sama cowok loh." Tambah bu Ani.

"Bu, ini udah di cek semua?" Tak ingin godaan itu berlanjut, Firman tak menanggapi ucapan bu Ani, ia mengalihkannya pada topik lain.

"Sudah, jangan malu-malu."

Setelah selesai dengan barang belanjaanya, Firman segera pergi masih dengan senyum tersungging, serta detak jantung yang semakin kencang dengan mengingat bayangan wajah Aini.

******

Dalam sebuah mobil hitam yang melaju menuju kediaman Anita, Dimas bersama dengan istrinya Vika sudah membawa perlengkapan dan beberapa pakaian untuk liburan hari ini. Ya, merasa sudah merasa aman dari apa yang menghantui mereka selama ini. Mereka memutuskan untuk berlibur untuk sekadar mengusir rasa penat yang mereka rasakan akhir-akhir ini.

"Semoga liburan kali ini menyenangkan." Ucap Dimas seraya menggenggam tangan istrinya yang tersenyum padanya.

Tak berapa lama, sampailah mereka di rumah Anita, yang ternyata, Arda, Daniel dan Aini telah lebih dulu berada di sana.

"Waduh, udah pada dateng, kirain baru gua aja yang nyampe duluan." Dimas dan Vika langsung masuk dan bergabung bersama mereka.

"Gimana rencana kita?" Dimas yang baru datang belum mengetahui rencana yang sebelumnya sudah Aini, Anita, Arda dan Daniel rencanakan.

"Jadi gini, bro, kita udah deal kalau minggu ini kita liburan ke pantai, gimana?" Arda menjelaskan rencana yang tadi telah disepakati mereka berempat.

"Oh, boleh, kita ikut kalian aja." Vika menimpali lebih dulu melihat suaminya terlalu lama mengambil keputusan.

"Oke, berarti jadi ya, kita berangkat berenam."

Setelah semuanya sepakat, tak ada lagi pembicaraan mereka yang penting untuk dibahas, mereka hanya melanjutkan pertemuan mereka dengan mengobrol kesana-kemari, berusaha melupakan apa yang memang belum terjadi dan mungkin saja takkan terjadi.

*****

Dalam waktu beberapa hari Danu menginap di desa tempat orang yang pernah menolongnya, ia memutuskan untuk kembali dan akan kembali melanjutkan tujuan seperti semula.

Tatapan mata yang penuh ambisi kini telah terlihat jelas kembali, selain untuk kembali pada Aini, Danu juga bertekad akan menghancurkan mereka yang telah berusaha melenyapkannya.
Senyumnya perlahan mengembang hingga akhirnya menyeringai membayangkan ia telah mencabik-cabik semua yang kini telah menjadi musuhnya.

"Kalian telah menikam iblis yang salah."

*****

Dimas duduk melamun menatap jendela kosong yang tak sekosong pikirannya. Di ruang tamu keluarga Anita yang sekarang cukup ramai dengan ocehan dari yang lainnya termasuk istrinya sendiri, Vika.
Menyadari kesendirian yang dirasakan Dimas, sang istri pun menghampiri.

"Kamu kenapa?" Vika memeluk hangat Dimas dari belakang, terasa sekali kasih sayang yang ia berikan secara tulus lewat pelukannya.

Dimas berbalik lalu tersenyum, kemudian memeluk istrinya.
"Aku gak apa-apa."

"Jangan bohong, aku tahu kamu lagi mikirin sesuatu yang serius." Vika telah lama mengenal Dimas suaminya, ia mengerti dengan kondisinya saat ini, bahwa ada sesuatu yang serius yang dipikirkannya.

"Aku ngerasa gak enak aja, ada sesuatu yang bikin aku gak nyaman tapi aku gak tau kenapa." Dimas merasakan firasat tak enak, namun tak bisa menduga apa yang akan terjadi.

"Ya udah, kita pulang sekarang aja, yuk, sekalian persiapan buat minggu depan." Dimas tak mengiyakan ajakan Vika, namun juga tak menolaknya, mungkin memang saat ini ia butuh istirahat untuk menenangkan diri.

Mereka berdua pun pamit pada semuanya, dengan alasan ada hal penting yang harus mereka kerjakan.

Dalam perjalanan, Dimas masih merasakan firasat buruk yang begitu kuat, Vika tak pernah melihat suaminya seperti ini sebelumnya, bahkan dari sebelum mereka menikah.

"Kita mampir dulu, ya, ke mini market, ada yang pengen dibeli." Tak berapa lama akhirnya mereka menemukan mini market terdekat, dan mereka pun berhenti.

Vika turun dari mobil dan masuk ke mini market, lalu kemudian Dimas menyusul dibelakangnya. Mini market itu sedang dalam kondisi yang tak seramai biasanya. Di tempat kasir hanya ada satu orang saja yang sedang berdiri untuk membayar barang belanjaannya yang sepertinya cukup banyak yang dibeli oleh orang tersebut.

Cukup lama Vika memilih keperluan yang akan dibeli, dan setelah selesai membeli keperluan pribadinya pun, Vika masih belum selesai berbelanja. Kini ia sedang mencari makanan ringan untuk bekalnya dan juga Dimas ketika di rumah nanti.

Setelah selesai, rupanya orang yang berbelanja tadi masih di sana, kasir belum selesai menghitung jumlah yang harus dibayar oleh pembeli itu, karena tadi, mesin kasir mini market tersebut sedikit mengalami kerusakan sehingga pembeli itu harus sedikit bersabar untuk membayar semua barang belanjaannya.

Dimas dan Vika berdiri mengantri di belakang pembeli itu, dan tak berapa lama pembeli itu telah selesai membayar semua barang belanjaannya.

"Terimakasih, mas, mohon maaf atas ketidaknyamanannya." Karyawan penjaga kasir itu berbasa-basi seraya meminta maaf kepada konsumennya, berharap rasa maklum atas apa yang telah terjadi tanpa sengaja, namun sayang konsumen yang menggunakan jaket bertudung gelap itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata, mungkin karena ia merasa kesal dengan kejadian tadi.

"Ini saja mas, mba?" Tanya karyawan tersebut dengan ramah.

Setelah selesai membayar semua barang belanjaan istrinya, Dimas menuju ke mobil dengan dua kantung plastik berukuran sedang yang berisi penuh oleh barang belanjaan istrinya.

"Kita langsung pulang?" Tanya Dimas, memastikan setelah itu tak ada rencana untuk pergi ketempat lain lagi.

"Iya." Vika mengangguk dan tersenyum lalu mengelus pipi suaminya. Dimas berusaha tersenyum membalas senyum istrinya yang selalu berusaha membuatnya bahagia.

Sesuatu yang dingin kini terasa pada bibir Dimas dan akhirnya masuk ke mulutnya. Rasa cokelat vanila mebuatnya memakan sebagian besar es krim yang Vika suapkan padanya, Vika cemberut manja, walaupun dalam hati ia merasa senang bisa membuat suaminya kembali tertawa walaupun hanya sesaat.

Dimas dan Vika telah sampai di rumah, mereka turun dari mobil dan segera masuk kedalam rumah, namun sebelum Vika membuka pintu, ia menemukan sebuah kertas yang tepat berada di bawah pintu itu. Vika mengambilnya. Ternyata kertas itu berisi sebuah pesan singkat untuk mereka, Dimas mengambil kertas itu dari tangan Vika yang tadi telah membacanya lebih dulu dan membuatnya kaget. Dimas dengan seksama membaca sebuah pesan singkat, entah itu ancaman, atau sebuah peringatan.

MEREKA TELAH SIAP.

Hai...

Maaf baru bisa up lagi, semoga kalian suka sama ceritanya...

Terimakasih...🙏😊

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang