25. Bala Bantuan

1.3K 77 12
                                    

Dalam gubuk kecil berdinding anyaman bambu diterangi lampu redup yang hanya cukup untuk menerangi dirinya sendiri, Dimas mulai membuka mata. Beberapa kali ia mengedipkan mata untuk membuat pandangannya fokus. Ia berusaha bangkit dengan tenaga tersisa kemudian berusaha mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya.

"Di mana ini?"

Semua ingatan di memori otaknya belum mampu mencerna realita yang ada.

Senyum berkharisma kakek tua menyambut Dimas kembali ke dunia nyata.

"Aku sudah pingsan berapa lama, Kek?"

Dimas menatap kakek tua dihadapannya, ia menunggu jawaban untuk memastikan bahwa ia tak terlambat untuk mencari bala bantuan untuk menolong teman-temannya di dalam hutan sana. Pesan orang berjubah yang telah menolongnya pun meminta agar ia bisa secepatnya kembali, walau ia sempat tak menyangka sang penyelamat adalah orang yang dulu hampir pernah membuatnya celaka.

"Baru beberapa jam, dan ini masih malam."

Dimas lega mendengar jawaban itu, namun ia sadar bahwa ia harus bergegas, ini adalah kesempatan baginya untuk kembali membawa bala bantuan yang ia bisa.

Di tempat lain, Danu tengah menikmati pertempuran terakhirnya, ia bertekad akan mengakhiri semuanya, lalu kemudian menyusun kekuatan baru untuk melanjutkan mimpi serta misi yang masih ia cita-citakan.

Darah hitam telah sejak tadi melumuri hampir sekujur tubuh, namun Danu masih tegak berdiri, luka yang ia alami tidaklah seberapa dibandingkan dengan luka yang dialami oleh Arda. Disinilah perbedaan kekuatan dua pilar itu teruji. Danu yang telah mengalami banyak pertarungan membuktikan pengalamannya kali ini.

"Apa cuma segitu kekuatan kalian?"

Respati berdiri, merasa jengah dengan kata-kata yang ia dengar, baginya itu adalah sebuah penghinaan. Sementara Arda masih terkapar, namun ia masih sadar dan bisa mendengar apa yang Danu ucapkan. Luka akibat serangan Danu membuatnya harus kehilangan banyak darah. Daya tahan tubuhnya belumlah satu level dengan Danu.

Danu mulai menyerang, kali ini, Respatilah yang menjadi sasaran. Kakek tua itu masih tangguh seperti sebelumnya, ia bahkan menolak untuk menyerah. Danu menyeringai, ia mencabik dengan senjata yang selalu ia bawa, berupa taring hewan buas berukuran cukup besar. Respati mampu menghindar dengan cara meloncat mundur, namun ia telah salah memperkirakan, serangan pertama Danu hanyalah sebuah umpan untuk serangan berikutnya. Dug. Danu melancarkan pukulan yang tepat mengenai perut Respati, hingga ia terpental cukup jauh dari tempatnya berdiri tadi. Tak puas dengan serangan itu, Danu memberikan serangan kembali, yang diincarnya kali ini adalah wajah atau mungkin kepala, agar ia bisa memastikan mereka mati.

Bug.

Serangan itu tepat mengenai, Danu terhuyung. Ia menggeram dengan tatapan penuh benci pada orang yang menyerangnya tadi. Arda telah sanggup kembali berdiri, dengan sisa tenaga seadanya, ia masih sanggup memberi perlawanan yang sayangnya tak terlalu berarti.

Sementara Danu masih menikmati pertarungannya, dua orang wanita tengah sibuk berlari seraya membawa serta salah satu sahabat mereka yang masih tak sadarkan diri. Tengah hutan yang cukup rimbun itu tak menghalangi mereka sama sekali, namun sayang, mereka berlari tanpa tahu tujuan berarti, yang ada dalam pikiran mereka saat ini hanyalah harus segera pergi menjauh dari tempat tadi, mereka tak perlu memastikan tentang siapa pemenang pertarungan itu, karena siapapun dari mereka yang menang, akan tetap membahayakan nyawa mereka.

"Ta, gua udah gak kuat."

Vika berhenti, kakinya telah kehabisan tenaga walau hanya untuk sekadar berjalan. Dengan terpaksa mereka berhenti, beristirahat sambil tetap bersembunyi. Aini yang mereka bawa, masih tetap tak sadarkan diri, sekalipun guncangan ketika berlari begitu kuat menerpa tubuhnya, namun tak juga membuat kesadarannya kembali.

Anita dan Vika menyandarkan tubuh Aini pada pohon besar di belakangnya, sementara mereka duduk berdampingan di samping kiri dan kanan seraya tetap memperhatikan untuk memastikan bahwa semua masih aman. Namun tanpa mereka duga, sesuatu telah terjadi. Aini mulai sadarkan diri. Ia mulai memperhatikan sekelilingnya, dengan pandangan yang masih buram, juga kondisi tubuh yang masih terasa begitu lemah.

"Ta, Vik."

Suara lirih, memanggil ke dua sahabatnya yang masih ia kenal. Vika dan Anita serempak menoleh, mereka tak menyangka bahwa Aini bisa sadarkan diri lagi. Refleks, Anita dan Vika memeluk Aini, dingin yang dirasakan oleh Anita dan Vika ketika mereka menyentuh tubuh Aini tak mereka pedulikan, yang terpenting bagi mereka bahwa saat ini Aini baik-baik saja. Setidaknya l, itulah yang mereka rasa.

Sementara itu, dalam perkampungan kecil di pinggir hutan, beberapa pemuda dan juga orang tua telah berkumpul untuk bersiap-siap melakukan pencarian guna menolong dan membuktikan bahwa apa yang di ucapkan oleh Dimas itu benar adanya. Mereka hanya terdiri dari beberapa orang pemberani saja, jumlah yang terlalu sedikit dan tak sesuai harapan Dimas, namun dengan mereka mau menolong saja, Dimas sudah sangat bersyukur. Mereka berangkat dengan, penerangan, perlengkapan dan persenjataan seadanya, dengan keberanian sepenuhnya, berharapa semua bisa kembali seutuhnya.

Masih, Danu menikmati pertarungannya walau kini ia semakin terdesak akibat luka di sekujur tubuh yang mulai memberikan efek, yang mengakibatkan kelincahan pergerakannya terganggu. Danu belum sanggup untuk merubah dirinya seperti pada pertarungan melawan Ki Idir dulu. Namun, kondisi dua orang yang menjadi lawannya juga tak begitu berbeda. Andai mereka hanya orang biasa, pastilah saat ini telah meregang nyawa.

Danu mencoba bangkit dengan tenaga tersisa, tekadnya masih kuat walau tenaganya kian melemah. Setelah urusan dengan kedua orang yang dihadapinya selesai, ia bertekad akan mencari Aini, ia tahu bahwa sesuatu telah terjadi, dan akan kembali menjadi lebih buruk.

Orang-orang desa mulai memasuki area hutan. Mereka bisa bergerak lebih cepat andai saja Dimas tak memaksa untuk ikut melakukan pencarian, namun tanpa Dimas, orang-orang desa pun tak memiliki petunjuk lain. Dimas berusaha menunjukkan jalan seperti apa yang pernah Danu katakan ketika menyelamatkannya. Sebenarnya Dimas tak ingin mempercayai apa yang Danu katakan, namun ia sama sekali tak punya pilihan. Demi mereka, bahkan Dimas rela kalau suatu saat nanti harus menganggap Danu sebagai teman atau pahlawan.

Semakin menembus dalamnya kegelapan hutan, aroma darah mulai tercium, mereka tak menyadari bahwa sepanjang perjalanan mereka menuju ke tempat yang di tunjukkan oleh Dimas, beberapa kali mereka melewati mayat-mayat korban dari keganasan seorang Danu yang tersembunyi di balik semak. Andai mereka tahu, mungkin beberapa dari mereka harus siap kembali menata keberanian untuk melanjutkan perjalanan.

"Ta."

Vika mundur selangkah demi selangkah setelah benar-benar menyadari apa yang telah terjadi, namun Anita masih tetap pada pendirian untuk menyelamatkan seorang teman. Ia akan mengorbankan segalanya, termasuk nyawanya sendiri. Sementara itu, orang yang tengah berdiri dihapannya berdiri dengan sesuatu yang berbeda. Namun selain itu, ia pun tak mengerti bahwa yang ada di hadapannya adalah seorang teman...

"Ni, ini gua, Ni."

Tangis tak berguna, semua usaha sia-sia hingga tak ada lagi yang tersisa, semua akan berakhir sama, penuh dengan kematian.

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang