8. Pertemuan

2.3K 178 34
                                    

Dimas dan Vika melaju menuju kediaman Anita, mereka mengkhawatirkan keadaan Aini yang syok dengan apa yang terjadi hari ini.

"Semoga mereka salah lihat." di dalam mobil yang sedang dikemudikan Dimas, Vika begitu khawatir dengan keadaan Aini. Ia memang tak begitu tahu dengan orang itu dan apa yang dilakukannya dulu pada Aini, namun dari yang Anita ceritakan, pastilah orang itu melakukan sesuatu yang membuatnya begitu takut dan trauma.

"Ya, semoga saja, udah lima tahun sejak kejadian di hutan berkabut itu, harusnya orang itu udah mati." ya, semua mengharapkan Danu mati bahkan alam pun telah berusaha melenyapkannya, tapi ada rahasia yang tak bisa mereka tahu kenapa Danu masih diberikan kesempatan untuk masih bisa menghirup udara segar di dunia ini.

Terdengar suara ketukan pada pintu rumah Anita setelah sebelumnya juga terdengar suara mobil berhenti tepat di depan rumahnya.

Anita bergegas membukakan pintu. Ia menebak bahwa yang datang di depan adalah Dimas dan Vika, dan benar saja, kedua sahabatnya itu telah berdiri di depan pintu dengan gelisah.

"Dim, Vi." Anita bersalaman dengan Dimas lalu kemudian memeluk Vika.

"Gimana Aini?" Vika tak sabar ingin mengetahui keadaan dan keberadaan Aini, ia khawatir terjadi sesuatu yang buruk padanya.

"Dia di kamar." Anita mengajak Dimas dan Vika ke kamarnya. Di dalam kamar Anita, terlihat Aini yang sedang duduk pada kursi dari meja belajar milik Anita. Ia memandang ke arah jendela dengan tatapan kosong. Perlahan Vika dan Dimas mendekati Aini.

"Ni." Vika memanggilnya dengan lembut agar tak membuatnya kaget. Aini menoleh lalu tersenyum, senyum getir yang tak sesuai dengan isi hatinya. Vika memeluk Aini dari belakang, hatinya bertambah sedih melihat kondisi keadaan Aini saat ini.
Dimas menjauhi mereka bertiga, kemudian ia mengeluarkan ponsel dari sakunya untuk menghubungi seseorang.

"Halo." Suara orang di ujung telefon sudah akrab di telinganya.

"Lo ke rumah Anita sekarang, bro, keadaan lagi gak bagus." Dimas meminta atau lebih tepatnya menyuruh salah satu sahabat mereka untuk secepatnya datang ke rumah Anita.

"Ok, gua ke sana." Tanpa ragu, Daniel menyanggupi dan akan datang secepatnya. Setelah selesai menghubungi Daniel, Dimas juga mengirimkan pesan pada seseorang, ia yakin, lebih banyak orang yang melindungi Aini, maka keselamatannya akan lebih terjamin.

Setengah jam kemudian, Daniel telah datang, namun ia tak sendirian, ia bersama seorang laki-laki yang tak lain adalah Arda. Mereka berdua datang hampir bersamaan dengan kendaraan mereka masing-masing.

"Masuk bro." Dimas mempersilahkan mereka berdua masuk.

"Sebenernya ada apa, Dim?" Arda yang belum tahu masalahnya, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Jadi gini bro..." Arda menjelaskan pada mereka berdua tentang situasi saat ini. Daniel yang telah tahu tentang kekejaman Danu tak begitu kaget. Sedangkan Arda, ia tegang mengetahui masa lalu gadis pujaannya itu begitu kelam, dan ia berpikir kejadian waktu itu bisa saja terulang kembali saat ini.

"Sial, ternyata masa lalunya bener-bener kelam, pantes aja dia tertutup kaya gitu." Arda membatin dengan tatapan tajam. Dalam hati, ia bertekad akan melindungi Aini.

"Ar." Dimas membuyarkan lamunan Arda tentang tekadnya untuk melindungi Aini.

"Gua pasti bantu, Dim." Arda meyakinkan Dimas dan Daniel kalau ia akan membantu mereka melindungi Aini.

"Ok, malam ini kita nginep disini." Semua setuju dengan usul Dimas, mereka akan bersama-sama menjaga Aini.

Malam semakin larut, Arda, Dimas dan Daniel belum memejamkan mata. Sementara Aini, Anita dan Vika telah terlelap di kamar Anita. Mereka bertiga secara bergantian berkeliling rumah Anita yang pada malam itu kedua orang tua Anita sedang tak berada di rumahnya.

"Dim, sebenarnya kenapa Aini bisa di incar sama orang itu?" Arda yang penasaran dengan cerita masa lalu Aini berusaha mencari informasi itu dari Dimas secara lebih jelas lagi.

"Gua juga gak tahu banget masalah itu, orang yang tahu masalah itu sekarang cuma Anita." Dimas duduk bersandar pada dinding ruang tamu seraya menikmati kopinya yang telah dingin dan tak terasa nikmat, matanya menerawang berusaha mengingat kejadian di hutan berkabut itu, tempat ia dan orang yang mengincar Aini bertemu.

"Jadi dia udah dua kali hampir ngebunuh Aini?" Arda kaget, karena ternyata yang dialami Aini begitu mengerikan.

"Ya, bahkan di hutan itu, salah satu sahabat gua mati." Daniel melengkapi cerita tentang tragedi mereka semasa liburan kuliah waktu itu.

"Jadi dia juga udah ngebunuh salah satu dari kalian?" Arda semakin penasaran dengan pengalaman buruk yang pernah dialami sahabatnya itu.

"Ya, sebenernya bukan dia, tapi lebih tepatnya karena dia."

Setelah itu, tak ada obrolan lagi diantara mereka bertiga, semua terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Suasana yang semakin larut hingga menuju pagi semakin bertambah sunyi. Perlahan dinginnya malam mulai meresap hingga ke tulang mereka, menghipnotis kesadaran mereka yang semakin lama semakin berkurang, hingga akhirnya...

Bruk...

*****

"Secepatnya informasikan pada semuanya, kita bergerak." Beberapa orang dengan setelan pakaian serba hitam seperti telah mengadakan pertemuan penting pada sebuah gedung kosong bekas pabrik yang sudah tak terawat. Sengaja mereka memilih gedung yang sudah tak terpakai untuk membicarakan masalah penting, agar informasi rahasia yang mereka bawa tak sedikitpun bocor. Mereka keluar dari gedung itu satu persatu lalu kemudian pergi ke segala arah dengan kendaraan mereka masing-masing.

"Masamu sudah habis, sekarang giliran ku." Sorot mata tajam dan penuh dendam serta ambisi, di balik kemudinya ia telah menyusun rencana untuk membinasakan musuhnya. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai rencana itu terwujud. Ia tersenyum menyeringai membayangkan kesuksesan rencana besarnya, hingga tawanya pun pecah.

*****

Randy berdiri di atap salah satu gedung yang sepi, memandangi langit gelap. Banyaknya kilauan cahaya bintang tak mampu menerangi pandangan matanya yang menerawang jauh. Kepalanya telah dipenuhi banyak pertanyaan tentang apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Banyak kenangan-kenangan aneh mulai terlintas dibenaknya, namun tujuannya menjalani hidup akan tetap sama. Randy menatap benda dalam genggaman yang selalu dibawanya. Benda itu selalu berada di sakunya. bahkan ketika ia terseret banjir bandang pada hutan itu pun benda itu masih ditemukan di dalam sakunya oleh orang yang menyelamatkannya, dan orang itu mengembalikannya ketika Randy akan kembali kekota.

"Mungkin semua jawaban ada disini."

Hai...

Ketemu lagi dengan ceritaku yang apa adanya ini, maaf ya belakangan ini author lagi buntu buat bikin kata-kata yang enak dibaca, jadinya upnya telat terus...

Selesai baca, jangan lupa vote dan komennya ya, terus follow juga akunnya, kalau ada kritik dan saran tinggal di komenin aja, authornya jinak ko...😅

Terimakasih banget buat para pembaca yang masih sempat baca nyampe part ini...🙏

Tanpa kalian, mungkin author gak akan nulis lagi...

Oya, ada yang mau ngasih masukkan gak? Author rencananya mau bikin profil pemeran buat tokoh di cerita ini sama yang sebelumnya, kalau ada, bisa kasih saran di komen atau di pesan langsung ya...

Terimakasih...🙏😅

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang