13. Balas Budi

2.2K 152 37
                                    

Di tempat yang sangat jauh dari keramaian, dalam sebuah mobil bus yang membawanya beserta para penumpang yang tak mengenal satu sama lain. Melaju pelan menuju sebuah perkampungan yang berada di pinggiran hutan gelap, di mana kabut pekat selalu menyelimuti kawasan hutan yang dikelilingi pegunungan kecil itu. Ia menatap ke arah jendela, memperhatikan kegelapan di balik pohon menuulang tinggi berjejer menyembunyikan peristiwa kelam beberapa tahun lalu. Bayangan kejadian dengan adegan demi adegan mengerikan pun dapat dengan jelas ia ingat dalam benaknya, di mana dalam peristiwa itu telah terjadi pertumpahan darah akibat perbuatannya sendiri.

Danu menghela napas dalam lalu menghembuskan nya secara perlahan, dengan melakukan itu, ada sedikit perasaan lega dalam hatinya. Ia berpikir dan mengingat semua kejadian yang dulu pernah ia lakukan, mulai dari "Pendakian Terakhirnya" hingga peristiwa terakhir di tempat yang akan aia tuju saat ini.

Perlahan wajah-wajah yang pernah menganggap Danu sebagai sahabat itu muncul. Randy, Arie, dan Beni, mereka semua telah tiada, meninggalkan sedikit memori dibenak Danu yang sayangnya harus berakhir dengan kenangan buruk. Dalam hati kecilnya sempat bertanya-tanya, apa ia menyesal? Namun sayang, sesuatu dalam dirinya selalu menolak kenyataan bahwa ia masih memiliki sisi lembut manusia.

Setelah menempuh perjalanan jauh dan memakan waktu yang sangat lama, akhirnya ia tiba pada sebuah perkampungan yang ia tuju. Tempat itu tak begitu banyak berubah, semua masih seperti dulu, saat terakhir kali ia meninggalkannya.

Danu segera berjalan menuju sebuah rumah berdinding usang serta bercat putih luntur yang berada di dekat sungai yang dulu pernah terjadi bencana yang menyeretnya hingga hampir saja menewaskannya.

Tok tok tok...
Danu berdiri di depan pintu seraya memperhatikan kondisi sekeliling rumah itu, tak jauh berubah namun kondisi atapnya semakin rapuh termakan usia.
Lama menunggu, tak ada jawaban dari pemilik rumah, hingga Danu harus mengetuknya bebera kali hingga pintu rumah itu dibukakan oleh pemiliknya.

Danu tersenyum menatap orang tua yang berdiri dihadapannya saat ini. Ia tersenyum dengan senyum yang telah lama hilang dalam dirinya.

Cukup lama bapak itu menatap Danu dan berusaha mengingat siapa tamu yang datang berkunjung kerumahnya itu. Usia renta semakin menurunkan daya ingat yang dimiliki oleh bapak penolong itu, hingga pada akhirnya...

"Maaf, kamu siapa, ya?" Bapak itu sama sekali belum mengingat siapa tamu di depannya. Danu tersenyum, dengan lembut ia memperkenalkan diri.

"Saya Danu pak, atau Randy, orang yang tiga tahun lalu bapak selametin dari bencana banjir bandang di sungai dekat rumah ini." Danu menjelaskan siapa dirinya dan apa tujuannya datang kemari. Ia menyalami bapak itu dengan sopan, bahkan hingg mencium punggung tangannya, benar-benar sesuatu yang tak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir ia menjalani hidup.

Bapak itu mengerutkan dahi, ia masih berusaha membuka lembaran demi lembaran memori yang berada di otaknya dengan lambat, hingga akhirnya senyum mulai terggambar diwajahnya ketika sudah berhasil mengingat orang dihadapannya.

"Iya iya, saya baru ingat, silahkan masuk, nak." Bapak itu mengajak Danu atau yang lebih dikenal oleh bapak itu dengan nama Randy masuk dan duduk di sebuah kursi ruang tamu yang begitu sederhana.

Setelah itu duduk dan menaruh ransel besar yang sejak tadi berada di punggungnya.

"Tunggu sebentar, bapak ambilkan minum dulu." Danu mengangguk tersenyum, mempersilahkan bapak itu meninggalkannya sendiri di ruang tamu.

Sosok orang tua renta itu mengingatkan Danu pada gurunya, yang sudah ia anggap seperti orang tua sendiri.

Danu termenung, sebuah taring besar yang berada dalam genggaman tangannya membuat Danu goyah, dan memikirkan kembali pada jalannya yang dulu.

******

Sejumlah uang yang ia terima dari Arda dengan nominal tak sedikit, harus ia ganti dengan sebuah janji untuk membantu Arda mendapatkan hati Aini.

Flashback.

"Bro, lo kenapa?" Melihat Daniel melamun dengan wajah kusut, Arda menghampiri seraya membawa dua gelas kopi hangat sebagai teman begadang mereka malam ini. Mereka berdua masih terjaga di ruang tamu rumah Anita, sementara Dimas sedang mengecek kamar Anita, yang di mana di sana juga telah terlelap Vika dan Aini dalam satu tempat tidur yang sama.

"Gak kenapa-kenapa." Daniel menyambut hangat kopi yang Arda berikan, namun tak sehangat ia menyambut perhatiannya.

"Udah, kalau ada masalah cerita aja, siapa tau gua bisa bantu." Daniel tak menimpali Arda, mereka masih baru mengenal satu sama lain, tak semudah itu Daniel mempercayainya, namun apa Dimas sahabat lamanya itu akan mengerti dengan kondisinya saat ini?, Pikiran Daniel mulai berkecamuk.

"Berat." Akhirnya Daniel mencoba mempercayai Arda, ia mulai bercerita tentang apa yang sedang ia alami akhir-akhir ini, yang tak satupun dari sahabatnya itu tahu tentang perjalanan hidupnya yang saat ini bertambah berat setelah ia lulus kuliah.

"Ok, gua ngerti, tapi lo jangan khawatir, gua bakal bantu lo." Daniel menatap Arda yang tersenyum percaya diri padanya.

"Maksud lo?" Tanya Daniel memastikan arti dari ucapan Arda tadi.

"Gua bakal bantu lo nyelsein masalah lo, tapi dengan satu syarat." Daniel mulai mengerti, namun ia belum tahu apa yang Arda inginkan.

"Bantuin gua buat dapetin Aini!"

Mereka tersenyum setelah satu sama lain bisa saling memahami. Namun sayangnya, Senyum ke dua orang itu memiliki arti berbeda.

Flashback end.

"Maafin gua, Ni, gua terpaksa ngelakuin ini, semoga Arda emang bener-bener sayang sama lo dan bisa jagain lo. Mungkin udah waktunya lo buka hati lo buat Arda, lupain semua masa lalu lo." Daniel membatin, matanya menerawang jauh. Ada rasa bersalah pada Aini dan juga yang lainnya tentang apa yang ia lakukan untuk membantu Arda, tapi tak ada jalan lain, ia harus melakukannya demi bertahan hidup.

Pagi menjelang, mentari mulai menampakkan diri, membawa kehangatan untuk dunia yang mulai suram ini, ia memberikan harapan kehidupan baru bagi bunga yang telah layu.

Tit tit.

"Ojek online." Teriak tukang ojek online dari depan pintu halaman rumah Aini yang sebelumnya sudah dipesannya.

Aini yang telah bersiap, segera menghampirinya.

"Gimana kabarnya, mba? Baru kelihatan lagi." Sapa tukang ojek itu yang bernama Rangga. Mereka berdua memang saling mengenal satu sama lain, Rangga adalah tukang ojek online yang sering menerima orderan ojek online Aini, mereka memang tak berteman baik, namun Aini tetap ramah padanya, dan begitu juga sebaliknya.

"Baik." Jawab Aini dengan seulas senyum di bibirnya, yang membuatnya semakin sempurna di mata para kaum adam.
Rangga memberikan helm pada Aini sebagai standar keselamatan para pengendara motor, setelah selesai memakainya Aini naik pada boncengan motor matic Rangga dan merekapun berangkat menuju ke rumah Anita.

Dari jauh, sebuah senyum mengembang dengan tatapan yang tajam memperhatikan Aini dan tukang ojek online itu.

Halo...

Selamat berakhir pekan...😊

Semoga suka dan makin bingung dengan ceritnya...😅

Selesai baca, jangan lupa kasih vote dan komennya ya, terus follow juga akunnya, sama follow akun IGnya juga ya...😅 (Ngarep)

Terimakasih...🙏😊

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang