28. Kembali Bersama

2.4K 113 83
                                    

Dalam posisi saat ini, Aini terkepung, tak ada jalan lain untuknya, menyerah untuk bertahan atau mati melawan, dan Aini lebih memilih mati, karena memang bukan ia yang sedang berada dalam raganya sendiri.

"Kalau kalian gak pengin mati, mundur."

Entah mengancam atau memperingatkan, namun yang jelas ucapan Danu tersirat menekan. Dimas yang merasa Danu telah memiliki jasa padanya, mulai waspada dengan pergerakan Anita dan Vika yang bisa saja secara tiba-tiba mendekati area pertarungan, begitu juga yang dilakukan oleh para penduduk desa, mereka saling mengawasi satu sama lain dengan tetap waspada.

Saat ini, Aini tak memiliki senjata apapun untuk memperkuat diri, namun Danu tak yakin bahwa kekuatan iblis yang pernah ia puja hanya sebatas ini. Ia merasa bahwa kekuatannya jauh lebih mengerikan dari pada apa yang telah ia hadapi, walau dengan segala tipu daya.

Aini menyerang, namun tatapan matanya tak mengarah pada lawan yang berada di hadapannya, ia lebih memilih musuh yang mudah untuk di taklukkan. Anita sama sekali tak berniat melawan, ia hanya berdiri mematung membiarkan Aini atau apapun yang menyerangnya.

"Dasar cewek bego."

Danu mengumpat, namun itu sama sekali tak mengurangi emosinya yang kian meninggi. Ia mulai menggerakkan seluruh tubuhnya untuk menghalau Anita dari jangkauan Aini. Kekuatan yang hanya bagian dari sisa-sisa kejayaan sama sekali tak menunjukkan bahwa ia akan muncul sebagai pahlawan yang siap menyelamatkan. Namun, keberuntungan itu tak sekedar harapan, Aini sedikit terpental oleh Danu, hingga ia terjatuh dan kembali berada di tepi yang akan membawanya pada akhir dari sebuah cerita perjalanan hidup mereka.

Aini segera bangkit, iblis itu masih tak mau kehilangan Jasad baru yang masih ia butuhkan, walau lemah, namun setidaknya cukup untuk memberi waktu hingga ia bisa kembali membawa manusia pada jalan kesesatan yang sama.

Senyumnya mulai menyeringai, menandakan ia masih bersemayam. Danu tak berdaya, ia telah benar-benar kehabisan tenaga untuk menebus semua kesalahannya.

Lagi, Aini akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Kali ini, yang akan menjadi sasarannya adalah salah seorang dari penduduk desa yang terlihat lemah menurutnya, namun sayang, iblis itu ternyata memberikan sedikit celah yang bisa dimanfaatkan oleh Danu sepenuhnya. Danu melompat, ia mengerahkan semua tenaga yang tersisa bersama dengan pisau yang berada dalam genggaman, ia telah benar-benar siap untuk mengakhiri semuanya.

Kedua tubuh itu saling bertabrakan, Aini tak sempat menghindar, sedangkan Danu sengaja agar membuatnya tak sanggup menghindar, hingga mereka tak mampu berpijak pada ujung tebing pembatas antara hidup dan mati. Darah mulai menetes, akibat dari sebuah pisau yang kini bersarang di jantung Aini. Danu tersenyum, senyum yang dulu pernah ia beri dengan rasa yang tak berbeda dari saat ini, Aini melihatnya dari sisa kesadaran sebelum kematian yang datang, sayangnya ia tak sempat tersenyum menikmati nostalgia terakhir dengan orang yang pernah ada dalam impian. Gemuruh ombak di tepian karang menyambut setan yang telah datang, siap membinasakan, menghapus semua kelam dari masa lalu hingga masa sekarang. Ombak itu juga yang telah menyamarkan tetesan air mata penyesalan dari seseorang yang dulu tengah berambisi menjadi penguasa lewat jalan kegelapan, melupakan cinta di dalam dekapan.

"Ah, ya, pada akhirnya aku mati sebagai manusia. Biarlah ia pergi bersamaku, mungkin itu lebih baik dari pada hanya melihat raganya saja yang masih terlihat nyata. Maaf, karena ini satu-satunya cara untuk menyelamatkanmu."

Kesadaran tersisa, ia gunakan untuk mendekap tubuh wanita yang masih begitu ia cintai, sebagai pelukan terakhir untuknya.

Di ujung tebing, Anita bersimpuh, tak kuasa menahan kehilangan atas semua yang telah terjadi. Perjalanan kali ini, semua masih berakhir sama, harus dengan kematian. Jalan hidup mereka akan tetap berlanjut walau dengan rasa yang tak lagi sama.

Dimas dan Vika berusaha menenangkan Anita. Beberapa kali Anita hilang kendali dan bermaksud untuk terjun menyelamatkan Aini, namun mereka selalu bisa mencegahnya.

"Danu sialan, balikin sahabat gua."

Ia masih meronta, berusaha melepaskan diri semampu yang ia bisa, namun usahanya masih tetap sia-sia.

Dimas terdiam, masih jelas dalam ingatan tentang seorang pahlawan yang telah menyelamatkannya dari kematian yang pada waktu itu bisa saja datang. Ia memang tak begitu mengenal Danu, karena yang ia tahu, Danu lah yang berusaha membunuh mereka pada sebuah hutan di mana mereka terjatuh ketika melakukan penerbangan.

"Gua emang gak tau masa lalu loe kayak gimana, tapi makasih udah nyelametin gua waktu itu."

Sebersit doa terpanjat agar ia mati sebagai manusia kembali, walau memang dosa takkan terampuni begitu saja, namun setidaknya ia masih memiliki kesempatan untuk menebus semuanya.

Kencangnya hantaman ombak yang seakan ingin meruntuhkan tebing karang, memberi mereka sebuah kesimpulan bahwa siapapun yang jatuh ke sana akan sulit untuk selamat darinya.

Alam memang begitu kuat, hingga tak ada satu makhluk pun yang bisa melawan kecuali atas kehendak dari yang maha kuasa.

Cukup lama untuk membuat Anita tenang dan bisa menerima keadaan, bahkan hingga saat ini, tangisnya tak juga berhenti, bahkan Anita harus kembali dengan di papah oleh ke dua sahabatnya.

Mereka kembali, beriringan menuju sebuah desa di tepian pantai yang cukup jauh dari sana. Di salah satu sisi,  semburat fajar mulai menyingsing membawa sebuah harapan serta akhir dari kegelapan. Langkah mereka begitu pelan, namun para penduduk desa yang saat itu membantu tak bisa memaksa, mereka berusaha memahami keadaan saat ini, walau mereka tak tahu dengan kenyataan yang sebenarnya. Kondisi dari ke tiga orang yang mereka tolong tampak jelas tak begitu baik, semua terlihat tak karuan dengan penampilan layaknya orang yang terkena bencana, bencana dari kesesatan manusia.

Para penduduk desa yang berjalan di barisan paling depan tiba-tiba saja berhenti. Mata mereka melotot bahkan sampai meneguk ludah sendiri melihat pemandangan bangkai manusia bertebaran di sekitar hutan, menebarkan aroma darah yang begitu pekat. Beberapa dari mereka tak kuat melihat pemandangan itu, bagi mereka semua itu terlihat seperti sebuah pembantaian. Dari pakaiannya, mayat-mayat itu tak terlihat seperti bagian-bagian dari mereka, yang berarti bahwa mereka bukanlah bagian dari penduduk desa setempat. Mereka semakin tercekat manakala mereka ingat bahwa sewaktu gelap, mereka telah melewati tempat yang sama. Sebenarnya mereka ingin segera menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, namun kondisi saat ini bukanlah waktu yang tepat.

*****

Nafasnya tersengal, ia mulai merasa takut dan kebingungan, beberapa kali ia telah melewati tempat yang sama, padahal tujuannya adalah untuk bisa segera keluar dari hutan itu, namun sepertinya ia harus merasakan akibat dari perbuatannya sendiri. Rasa takut itu kian menjadi, tenaganya untuk bertahan hingga bisa keluar dari sana mulai terkikis habis. Ia terjatuh, tubuhnya bergetar hebat, sampai pada akhirnya pandangan itu mulai buram, lalu hilang kembali pada kegelapan.

Selesai...

Terimakasih untuk kalian yang sudah sejauh ini selalu menyempatkan untuk membaca cerita ini.
Sangat banyak sekali kekurangan dari cerita ini, yang masih sama seperti sebelumnya, tapi percayalah, saya sudah berusaha untuk selalu lebih baik.
Kritik dan saran siap saya tampung agar bisa lebih baik lagi dalam cerita berikutnya.

Sampai jumpa di ceritaku selanjutnya.

PANGLIMA PERANG SETAN

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PASUKAN MATI (EPS. 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang