Bagian 4

1.3K 48 5
                                    

Aku bingung dengan pertanyaan yang dia lontar kan, kenapa dia tiba - tiba menyapa ku dan meminta izin untuk duduk di samping ku. Apa di tempat ini sudah penuh hingga membuat dia memutuskan untuk duduk di samping ku?

"Ah tidak apa - apa jika tidak boleh, Aku akan mencari tempat lain,"

"Duduk saja," ucap ku sebelum dia melangkah pergi.

Aku sendiri bingung kenapa bisa aku mengucapkan itu, tapi yang pasti mulutku ini memang menyebalkan. Mengucapkan yang seharusnya tidak perlu aku ucapkan.

"Baiklah, terimakasih."

Lagi dan lagi dia tersenyum manis padaku, dan aku hanya bisa membalas senyuman kaku padanya.

Aku memperhatikan setiap rinci tubuhnya saat dia sudah duduk di sebelahku, namun tidak ada yang kutemukan bahwa dia orang yang aku kenali. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Bahkan sekuat apapun aku mengingat siapa dia, tetap saja dia tidak pernah ditemukan dalam memori ingatan ini.

Dia terlalu asing bagiku, maka dari itu aku menggeser sedikit tubuhku saat ia mengambil jarak yang cukup dekat denganku. Aku bukan takut padanya, hanya saja aku sedang berhati - hati dengan orang asing karena ibuku yang mengajarkan ku bagaimana menghadapi orang asing.

"Kau bisa melukis?" tanya dia saat aku tidak menyadari dia sedang melihat lukisan ku.

Aku melirik ke arah lukisan ku dan dia secara bergantian. Saat aku memperhatikan dia yang tengah mengamati lukisan ku, aku seperti melihat aura takjub di matanya. Entah kenapa dia bisa sampai setakjub itu dengan lukisan ku, padahal menurut ku ini hanya lukisan biasa.

"Ini hanya hobiku,"

Dia langsung mengalihkan pandangannya padaku saat aku menjawab pertanyaannya, dan lagi aku melihat aura takjub di matanya.

"Sungguh? Aku kira kau satu fakultas denganku," ucapnya dengan mengakhiri perkataan dengan nada rendah seperti seorang anak yang telah dibohongi orang tuanya karena tidak jadi membeli mainan.

Aku hanya tersenyum kecil melihat ekspresi kecewa yang sekarang dia pancar setelah tadi dia menatap ku takjub. Perubahan yang cukup signifikan.

"Ah iya aku lupa, perkenalkan namaku Bagas Wijaya,"

♡♡♡

SherlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang