Part 14

2.4K 204 5
                                    

Tanpa menunggu jawaban dariku, vampire yang bernama Hans itu pergi dengan secepat kilat dan kembali juga secepat kilat. Aku sempat melongo melihat kemampuan yang dia miliki tersebut.

Dia kemudian menunjukkan sebuah botol kecil yang terbuat dari kristal kepadaku dan mengatakan.

"Didalam botol ini adalah air mata dari burung api phoenix itu." saat aku hendak mengambil botol itu, dia malah menarik tangannya hingga aku tak bisa menyentuh botol itu. "Dimana sekarang Bibimu? Biar aku bisa tahu rumahmu dan agar kau percaya bahwa obat ini asli." lanjutnya dan lagi-lagi aku sempat melongo seperti orang bego mendengar ucapannya.

Ternyata vampire sialan ini sungguh-sungguh ingin menjadi temanku dan benar-benar ingin membantuku! Kataku dalam hati sambil memandang wajahnya yang tampan dengan mata emerald nya.

"Hei, kenapa kau diam saja? Jangan-jangan kau terpesona ya dengan ketampanan yang ku miliki?"

"A-apa?" ujarku tergagap karena memang benar yang dia katakan. Namun aku segera menyangkalnya karena malu. "Tidak mungkin aku terpesona dengan bangsa vampire seperti mu! Aku benci vampire."

"Bagaimana jika suatu saat nanti aku bisa membuatmu menyukai ku?"

"Itu tidak mungkin!" ucapku yang kemudian melanjutkan perkataanku. "Kau terlalu banyak bicara membuang waktuku saja. Ayo kita segara kerumahku dan mengobati Bibiku!"

"Kau gadis yang unik dan aku tambah menyukaimu."

"Tapi aku membencimu. Andaikan kau tidak memiliki air mata burung itu, maka aku tak kan mau bicara apalagi berteman denganmu!"

Mendengar ucapanku dia hanya tersenyum lebar, dan anehnya aku menyukai senyumannya itu.

"Malah senyum-senyum saja." ujarku sambil memutar bola mataku, "Ayo kita kerumahku!" lanjutku sembari mengajaknya untuk mengikutiku.

Lelaki vampire yang bernama Hans itu kemudian mengikutiku dan tahu-tahu dia sudah ada disampingku. Lagi-lagi sambil tersenyum, hingga membuatku kikuk dan jantungku tiba-tiba berdetak kencang. Gila. Ada apa denganku? Pikirku yang bingung luar biasa.

"Dasar bodoh, itu artinya kau menyukainya!" ujar Miss White me-mindlink ku.

"Apa kau gila? Itu tidak mungkin terjadi! Dia itu bangsa vampire."

"Memangnya kenapa? Kau tahu sendirikan? Bahwa bangsa kita ada yang memiliki mate bukan dari bangsa werewolf sendiri. Misalnya saja dari bangsa manusia atau vampire sekalipun."

"Seandainya dia mate ku, maka aku akan mereject-nya! Lagi pula aku ataupun kau pun tidak mencium aroma mate kan darinya?"

"Iya, tapi kau tahu kan banyak dari bangsa kita yang mencium aroma mate-nya belakangan."

"Mungkin itu werewolf bodoh yang mau-maunya memiliki mate dari bangsa musuh abadinya. Tapi yang pasti bukan aku! Kau tahu sendirikan aku sangat membenci vampire."

Miss White dapat kurasakan terkekeh geli didalam sana, "Jangan membenci seseorang terlalu berlebihan! Bisa-bisa kau nanti akan jatuh cinta padanya, karena jarak benci dan cinta itu tipis sekali."

"Bicara mu tambah tidak masuk akal, Miss White." ujarku memutuskan mindlink kami secara sepihak sambil terus berjalan bersama Hans, lelaki penghisap darah tersebut.

Tak berapa lama kemudian, kami akhirnya tiba dirumah dan keadaan Bibi Lucynda sangat mengerikan. Tubuh Bibi Lucynda membiru dengan napas tersengal-sengal seperti orang yang kelelahan berlari. Hans kemudian memberikan obat penawar yang dibawanya kepada Tabib dan Tabib langsung mengobati Bibi Lucynda dengan obat tersebut. Dia lalu meneteskan obat penawar yang berasal dari air mata burung api phoenix tersebut tepat diatas luka Bibi Lucynda.

Lalu sesuatu yang sangat ajaib pun terjadi, luka yang semula menganga tertutup rapat tanpa meninggalkan bekas sedikit pun. Lalu tubuh Bibi Lucynda yang membiru kembali kewarna kulitnya semula, dan napasnya yang tersengal-sengal sudah kembali teratur. Lalu tidak berapa lama kemudian Bibi Lucynda siuman. Dia bangun dengan keadaan yang sangat baik dan seperti tidak pernah sakit sama sekali. Aku, Bibi Geraldine, Tabib dan bahkan Hans sangat kagum dengan apa yang kami saksikan.

Saat mengetahui yang menolong Bibi Lucynda adalah Hans, dengan obat penawar yang dia miliki. Kedua Bibi Kurcaci ku tersebut sangat berterima kasih kepada penghisap darah itu. Mereka juga sangat berterima kasih kepadaku, karena aku memiliki teman seperti Hans. Sebenarnya aku malas sekali untuk mengakui bahwa lelaki penghisap darah itu adalah temanku. Namun dia terlebih dulu memperkenalkan diri adalah temanku.

Aku tak bisa menyangkalnya, sebab dia memang sudah jadi temanku. Meskipun itu berawal dari sebuah syarat yang harus kupenuhi. Dan aku juga tidak bisa menyangkalnya, sebab aku merasa berhutang budi padanya, yang bisa membantuku untuk menyembuhkan Bibi Lucynda. Sejak hari itu dia jadi sering main kerumah bahkan membantu ditoko. Sebab Bibi Lucynda dan Bibi Geraldine mengizinkannya untuk datang dan bertemu denganku kapan pun dia mau.

.

To be continued...

The Half-Blood GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang