Bagian 18 - Bukan Mimpi

1K 81 47
                                    

Kekuatan cinta akan menuntunmu menuju tempat dimana hatimu akan berlabuh.

🎮🕹

Setelah gue dan keluarga gue selesai shalat subuh secara berjamaah, gue segera mandi kemudian bersiap-siap. Sehabis berpakaian bersamaan dengan itu pula Mama muncul di kamar gue. Mama duduk di tepian tempat tidur dan menepuk kasur di sebelahnya sebagai isyarat agar gue duduk di sampingnya. Gue segera menuruti kemauan Mama tanpa banyak bertanya.

"Dee, jaga diri kamu baik-baik kalau udah nyampe di sana. Makan yang banyak, jangan kayak disini. Makan kamu udah nggak teratur, cuma sedikit lagi. Kamunya jangan malas makan. Kalau udah sampai sering-sering menelfon—"

Mama menggantung ucapannya. Dia terlihat menghela nafas. Gue tau kalau saat ini Mama lagi menahan tangisnya.

"Kalau kamu udah ketemu sama si Dandi itu, kamu minta maaf baik-baik, kalau dia masih marah dan nggak mau menerima maaf kamu, jangan marah balik. Itu nggak baik. Usahakan juga kamu bertemu dengan kedua orangtuanya dan minta maaf juga ke mereka. Kamu harus menjelaskan semuanya ke mereka. Jadikan kejadian kemarin sebagai pelajaran buat kamu agar tidak mengulanginya lagi. Kalau urusanmu udah kelar, cepat-cepat hubungi kami biar Papa bisa mengurus kepulanganmu. Jangan buang-buang waktu disana, karena liburannmu segera berakhir," pesan Mama panjang lebar.

Gue cuma bisa mengiyakan Mama. Kalau orangtua yang notabene guru ngomong, pasti pesan yang disampaikan ke anaknya saat bepergian sepanjang tembok raksasa Cina atau bahkan serasa diceramahin selama berjam-jam seperti di dalam kelas.

"Kamu jangan iya-iyain aja. Dengerin dan lakukan," imbuh Mama.

"Iya Mama sayang,"

"Kalau uangmu habis, segera hubungi Mama atau Papa biar kami segera transfer," lanjut Mama seakan tiada habisnya memberi gue pesan.

"Ingat—"

"Ma, aku mau siap-siap," potong gue memamerkan gigi.

Bukannya gue nggak mau dengerin khotbah Mama tetapi gue mau bersiap-siap karena jam udah menunjukkan pukul 5.59 Wita sedangkan gue akan berangkat ke Makassar bersama Papa pukul 06.00 Wita. Kalau gue sama Papa ngaret bisa-bisa kami terlambat tiba di bandara. Lagipula nggak menutup kemungkinan jalanan bakalan macet sekitar jam delapan di kota Makassar.

Setelah siap gue segera menuju dapur untuk sarapan pagi bersama Papa. Setelah acara sarapan pagi gue selesai, gue kembali ke kamar untuk menarik koper besar gue menuju garasi. Mama, Kak Ally, Cassy, dan Devandra mengantar gue sampai di depan pintu. Setelah Papa memasukkan koper gue di bagasi dan menghidupkan mesin mobil, gue kembali lagi ke mereka. Gue mencium pipi kiri dan kanan Mama lalu meyalaminya dengan taksim. Gue beralih ke kak Ally untuk mencium tangannya, Dia malah memeluk gue.

"Jangan rindu," goda gue setengah berbisik ke telinga kak Ally.

Kak Ally cuma cengiran lebar sambil menatap gue.

Gue berjongkok untuk mencium Devandra. Dia malah menghindar karena malu-malu dicium di depan umum. Terakhir gue beralih ke Cassy. Si Adik jail gue satu ini, mengulurkan tangannya, gue menyambutnya kemudian dia mencium tangan gue. Gue liat matanya terlihat berkabut. Nahkan, dia suka ngejailin dan marah-marah nggak jelas sama gue tetapi nyatanya nggak rela juga kalau gue pergi.

"Lo jangan sedih, kalau gue balik dari Bengkulu dan punya waktu libur gue bakal pulang ke sini kok dan bawain lo oleh-oleh," kata gue kepada Cassy.

"Ih, siapa yang sedih. Sana pergi jauh-jauh," kata Cassy menghalau gue.

Gue mengerucutkan bibir kemudian berbalik. Rasanya kepergian gue hari ini mirip pelepasan jemaah haji yang mau naik tanah suci.

Gue berjalan menuju mobil yang telah keluar dari garasi. Gue segera naik dan melambaikan tangan ke arah mereka. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman keluarga gue.

14 DAYS MEET IN HAGO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang