Bagian 31. Pupus

787 59 1
                                    

Semoga perpisahan ini tidak akan menyisakan kepingan-kepingan penyesalan kelak di kemudian hari.

🕹🎮🕹

Dandi POV

Gue udah selesai packing, cuma satu koper yang akan gue bawa ke Makassar. Itupun isinya hanya beberapa lembar pakaian dan peralatan pribadi gue. Rencana gue sih, gue akan belanja pakaian di sana. Untuk masalah tempat tinggal sementara di Makassar nanti, Papa sudah memesan sebuah hotel berkelas untuk kami bertiga. Tiket pesawat pun udah dipesan, tinggal menunggu jadwal keberangkatan besoknya saja.

Gue melirik iphone gue yang nangkring cantik di atas nakas. Tangan gue gatal banget pengen ngambil kemudian menelepon Dee. Gue udah nggak sabar pengen ngasih tau ke dia kalau gue mau ke rumahnya dan menemui dia serta melamarnya. Melamar? Kedengarannya menggelikan. Hahaha.

Daripada gue memendam perasaan yang enggak enak banget kalau nggak disampaikan ke orangnya. Secepat kilat gue menyambar iphone gue dan segera mencari kontak Dee. Sebelum gue benar-benar memanggilnya duluan, panggilan Dee lebih dahulu memenuhi layar iphone gue. Tumben banget dia nelpon duluan, biasanya juga selalu gue yang mulai. Dia kan tipe wanita gengsi dan pasang jual mahal tinggi meskipun terhadap pacarnya sendiri.

"Halo sayang, tumben nelpon balik?"

Nggak ada sahutan dari Dee.

"Halo, Dee?"

Tetap nggak ada sahutan. Bocah ini salah pencet kali alias dia nggak sengaja nelpon gue.

"Halo Dee, kamu kenapa? Jawab dong!"

"Hiks...hiks...hiks..."

Gue mendengar suara cewek nangis dan suara itu adalah suara milik Dee. Gue jadi khawatir mendengarnya. Lagian gue paling nggak bisa banget mendengar cewek menangis notebene cewek itu adalah orang yang gue sayang.

"Dee, kamu kenapa?" Tanya gue dengan kadar khawatir tingkat dewa. Pengen banget gue pinjam sayap spiderman supaya bisa terbang ke Makassar detik ini juga.

"Hiks...hiks...hiks..."

Lagi-lagi Dee menangis tersedu-sedu tanpa menjawab pertanyaan gue.

"Dee, please jawab aku. Kamu kenapa?"

"Dan, hiks...hiks...Dan, aku sayang kamu, hiks...hiks..."

"Iya sayang aku tau. Tapi kamu kenapa nangis?"

Ah elah, Dee romantis banget. Mau bilang sayang aja pake nangis tersedu-sedu. Gue kan jadi baper. Eh, gue apa-apaan sih. Pacarnya nangis malah bahagia sendiri.

"Dan, hiks...hiks... Mama sama Papaku..."

"Iya, mereka kenapa sayang?"

"Mereka—"

Dee menggantung ucapannya. Sumpah nggak enak banget dibikin penasaran begini.

"Iya, mereka kenapa sayang?" Tanya gue yang mulai berpikiran aneh-aneh terhadap kedua orangtua Dee. Jangan-jangan orangtua Dee, kecelakaan lagi. Huft, gue apa-apaan sih. Menyimpulkan segala sesuatu menggunakan persepsi sendiri.

"Dan hiks...hiks, mereka—"

Gue menggigit bibir bawah gue. Rasanya gue pengen nyemplung aja di palung lautan dan nggak muncul-muncul lagi kalau digantung begini terus. Apa salahnya ngejawab coba?!

"Mereka kenapa Dee?" Tanya gue mengelus dada untuk menahan rasa kesal.

"Dan...hiks...hiks... Mama sama Papaku ngejodohin aku sama anak temennya!"

14 DAYS MEET IN HAGO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang