Bagian 3 - Hari Kedua Bermain Hago

2.5K 117 29
                                    

Bagi gamer mungkin cinta dianggap sebagai permainan tetapi gamer selalu serius dengan permainannya

🕹🎮🕹

Tepat jam 06.30 wita, gue bangun. Saat bangun, gue langsung mengecek notifikasi hp, maklum gue termasuk anak millenial. Padahal seharusnya yang dilakukan saat bangun tidur itu adalah berdoa dan bersyukur karena Allah masih menghidupkan raga gue setelah mengalami pengangkatan nyawa pada saat malam tadi.

Pertama-tama gue mengecek wattpad gue dengan notifikasi yang masuk 99+, kayaknya gue dapat serangan pagi dari pembaca gue. Setelah gue cek, ternyata benar. Para pembaca gue menyerbu kolom komentar dan mengirimkan gue pesan untuk mengupdate lanjutan cerita gue.

Sabarlah wahai anak-anakku, entar malam gue update. Begitu kata gue disetiap membalas chat maupun komentar para pembaca wattpad gue.

Akhirnya gue beralih ke akun instagram.

"Subhanallah," bisik gue.

Bukan hanya teror di wattpad, gue juga diserang pembaca di dm-an instagram untuk meng-update cerita. Gue segera membalas dm-an mereka satu persatu untuk mengantisipasi pembaca gue meledakkan bom di atas genteng rumah gue ketika gue mengabaikan dm-an mereka.

Sebenarnya salah gue juga mengganggurkan para pembaca dan cerita gue sendiri. Gue lupa kalau sebenarnya gue adalah author bukannya gamers.

Saat gue beralih mau buka game hago. Tiba-tiba, Tok tok tok. Ketukan pintu itu membuat gue menghentikan aktifitas dari hp gue.

"Dee, bangun sayang. Bangun masakin adikmu, dia mau makan. Mama mau siap-siap ke kondangan nih," kata Mama lembut sambil mengetuk pintu kamar gue.

Gue segera bangkit dan menuju pintu kamar untuk membukanya.

"Dee, masak gih untuk adikmu," imbuh Mama saat melihat gue muncul dari balik pintu.

"Iya Ma. Oh ya mama nggak ngajar, kok pagi-pagi gini ke kondangan?" tanya gue ke Mama yang telah siap dengan baju pestanya.

"Selepas dari kondangan mama ke sekolah. Lagian lebih enak ke kondangan pagi-pagi, gak ada yang ngeliat," jawab Mama.

Gue ber-oh ria. Setelah itu gue menuju ke dapur.

Saat gue pulang ke rumah dalam artian gue pulang kampung, gue memang mengambil alih untuk memasak untuk membantu meringankan beban Mama yang super sibuk sebagai guru SMA. Gue mengharapkan Kak Ally tetapi nggak mungkin karena dari pagi sampai jam 17.00 Wita, ia bekerja sebagai pramugara di sebuah mal besar di kota gue. Gue mengharapkan adik gue, Cassandra yang gue panggil Cassy, tetapi dia lebih sok sibuk lagi, apalagi sekolahnya menerapkan fullday school. Dan nyeselinnya kalau gue ada di rumah, dia paling malas kerja-kerja dapur. Jangankan nyuci piring, ngelirik tempat pencucian piring aja malas. Papa yang sangat sibuk sebagai dokter notabenenya kepala rumah tangga nggak mungkin ke dapur untuk masak. Untuk apa keturunan hawa dilahirkan jika bukan untuk memasakkan keturunan kaum Adam.

Gue tiba di dapur. Gue segera menanak nasi di rice cooker. Gue bongkar isi kulkas buat cari bahan makanan untuk gue buat lauk. Gue menemukan sekantong tahu dan ikan mentah. Tahunya gue goreng tepung dan ikannya gue masak biasa. Gue juga bikin sambel plus sayur bening.

"Kak Dee?" panggil Devandra, adik paling kecil gue yang masih berumur 6 tahun.

"Apaan?" tanya gue jutek karena tengah membalikkan tahu di atas wajan.

"Laper," katanya.

"Makanlah," kata gue lagi.

"Ambilin," kata Devandra dengan muka memelas.

14 DAYS MEET IN HAGO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang