Bagian 21 - Dandi Rese'

1.1K 77 41
                                    

Di mataku, keberadaanmu semakin jelas meskipun keberadaanku tak pernah kau sadari.


🕹🎮🕹

Diandra POV

Gue membuka mata gue perlahan setelah mendengar bunyi alarm shalat subuh dari hp gue. Nggak kaya di rumah gue bunyi adzannya itu mampu mengobrak-abrik mimpi indah gue. Berbeda dengan rumah Dandi, bunyi adzannnya nggak kedengaran sama sekali. Rumahnya kayak kedap suara. Untung aja alarm hp gue sangat membantu.

Gue segera bangkit dari tempat tidur. Dengan tubuh gontai dan mata berat karena masih mengantuk, gue pun menuju wc. Air wudhu serta-merta membuat tubuh gue segar dan rasa kantuk gue menghilang.

Setelah wudhu gue segera melaksanakan shalat subuh dan rasanya aneh karena biasanya gue shalat subuh berjamaah bersama keluarga dan kini gue cuma sendiri. Air mata gue hampir keluar karena teringat mereka.

Setelah shalat subuh dan tadarrusan, gue pun keluar dari kamar. Suasana rumah masih sangat sepi. Mungkin penghuninya masih tidur.

Gue menuju pintu utama rumah dan bermaksud mencari udara segar. Saat di teras, gue mendengar bunyi sapu lidi. Gue mendapati pembantu rumah Dandi yang usianya gue taksir udah kepala lima menyapu halaman.

"Bu?" Panggil gue berdiri di belakang ibu tadi.

Gue bermaksud membantunya menyapu biar nggak dikatakan tidak tahu diri ataupun pemalas oleh tuan rumah.

Ibu itu menghentikan aktifitas menyapunya. Dia menoleh ke arah gue. Alisnya terlihat mengerut.

"Bi, saya Dee. Tamunya Dandi," jelas gue.

"Oh tamunya. Neng mau ngapain disini?" Tanya Ibu itu ramah.

"Mau bantu Bibi," kata gue memamerkan gigi.

"Alah, nggak usah neng. Nanti badan neng kotor." Imbuhnya.

"Nggak apa-apa kok Bi. Sini sapunya biar aku yang nyapu halaman dan bibi bisa selesain pekerjaan lain," ucap gue seraya mengambil sapu lidi dari tangan Ibu itu.

"Ya udah kalau neng mau. Bibi mau nyiram tanaman dulu," kata Ibu itu kemudian berjalan menuju kran air dan memasang selang.

Gue mulai menyapu dan Ibu itu pun juga mulai menyiram tanaman. Gue dan ibu itu mengerjakan masing-masing pekerjaan dengan tekun dan serius, nggak ada obrolan sama sekali sehingga suasana menjadi krik-krik.

"Oi,"

Gue menghentikan pekerjaan gue setelah mendengar suara berat itu. Gue menoleh ke sumber suara.

"Nama lo oi yah?" Ledek Dandi terkekeh.

Gue menatap sebal ke arah Dandi. Tapi rasa sebal itu tiba-tiba menghilang saat gue melihat Dandi mengenakan kain sarung, kemeja, dan peci. Dia kayaknya habis pulang dari shalat subuh di mesjid. Bawaanya adem gitu ngeliat cowok penampilannya yang kayak gitu notabene sekarang langka tau nggak nemuin cowok yang shalat subuhnya di mesjid. Boro-boro shalat di mesjid angkat selimut di waktu subuh aja berat.

Tapi gue menemukan nilai minus dari Dandi. Tangannya kanannya menggenggam hp dan dia pulang lebih lambat, padahal sejak beberapa menit yang lalu shalat subuh telah berakhir. Jangan-jangan usai shalat subuh tadi bukannya tadarrusan, Dandi malah main mobile legends.

"Gue ganteng yah?" Kata Dandi memainkan kedua alisnya saat gue memandanginya kelamaan.

"Sok kecakepan," gumam gue memutar bola matas malas.

"Apa lo bilang?" Tanya Dandi menautkan alisnya.

"Nggak kok."

"Oh. Sapu yang bener, bantuin Bi Zumah kalau pekerjaan itu udah selesai," kata Dandi setengah meledek.

14 DAYS MEET IN HAGO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang