Bagian 44. Baikan

859 53 6
                                    

Menjauh darimu itu seperti mengingat wajah orang yang tidak pernah kutemui sebelumnya, sangat tidak mungkin untuk bisa kulakukan.

🕹🎮🕹

Diandra menatap kosong monitor komputernya yang sedang menyala. Tangan lentiknya menjentik pelan di atas meja. Maksud hati ingin mengetik naskah novel malah jadinya ia menghayal tak tentu rimba. Syukur-syukur kalau dapat inspirasi yang ada ia hanya mendapatkan kegalauan.

Penyebab galaunya karena sejak lima hari berlalu ia marah terhadap Dandi dan sejak itu pula tidak ada lagi komunikasi diantara mereka. Jangankan menemuinya, Dandi mengirimkan chat saja tidak pernah.

Rasanya ia menyesal telah marah karena kini ia merasakan rindu. Tetapi ia gengsi untuk meminta maaf bahkan untuk memulai chat duluan. Masa ia yang meminta maaf duluan sedangkan Dandi yang selingkuh. Kan gak unyul.

"Ah, jangan-jangan Dandi pulang ke Bengkulu lagi tanpa ngabarin aku." Gerutu Diandra.

"Tega amat sih pulang ke Bengkulu tanpa ngabarin aku sama sekali. Jangan-jangan Dandi udah nggak nganggap aku pacarnya lagi atau dia sibuk sama---ah nggak...nggak...Aku nggak boleh berprasangka buruk." Celoteh Diandra sambil menopangkan dagu.

TING NONG TING NONG

Lamunan Diandra seketika buyar tatkala telinganya mendengar bel rumahnya berbunyi. Ia segera merapikan diri lalu pergi membuka pintu utama rumahnya.

Dada Diandra bergemuruh tatkala melihat seorang cowok ganteng berdiri stay cool di depan pintu. Rasa rindu yang selama ini menggebu-gebu semakin menguar setelah melihatnya. Rasanya ia ingin segera memeluk cowok itu untuk memuaskan rasa rindunya.

"Deenya ada?" Tanya sang tamu yang merupakan Dandi sedang menampilkan wajah tengilnya.

Diandra ngeflat. Mata Dandi kayaknya udah katarak stadium empat. Diandra di depan mata malah ditanyain ada atau nggak.

"Maaf ngga ada. Anda salah alamat." Balas Diandra kemudian hendak menutup pintu.

Secepat kilat Dandi menahan pintu rumah Diandra sehingga Diandra kewalahan menutupnya. Berhubung tenaga Dandi lebih kuat daripada Diandra, akhirnya ia memenangkan aksi dorong-dorong pintu itu. Alhasil ia bisa menerobos masuk dengan bebasnya.

"Apa sih kamu Dan. Main nyelonong masuk aja, salam dulu kek dan yang utama tuh harus minta izin dulu sebelum masuk." Kesal Diandra menghentakkan kakinya di lantai sebelum menyusul langkah kaki Dandi.

Dandi malah seenaknya masuk di dapur tanpa mempedulikan Diandra sedikit pun. Menuju kulkas dan membukanya santai seperti milik sendiri. Ia mengambil sebotol air lalu menenggaknya brutal.

"Ahh leganya." Ucap Dandi sambil meletakkan kembali botol air tersebut di kulkas.

Diandra berdiri belakang Dandi sambil menyenderkan tubuhnya di tembok. Tangannya terlipat di depan dada.

"Dasar nggak punya malu!" Ketus Diandra setengah bercanda.

"Untuk apa malu kalau di rumah pacar sendiri. Lagipula aku lagi haus jadinya numpang minum deh."

"Tapi kamu kan bisa beli minum di luar. Kenapa di rumah aku?" Protes Diandra dengan muka sebal.

"Kalau aku mau minum gratisan. Kamu mau apa?"

"Orang kaya tapi pelit." Ejek Diandra.

"Bukan pelit tapi hemat." Kilah Dandi.

"Ck, bilang aja pelit. Nggak usah ngeles."

"Iya deh, aku pelit sekarang soalnya lagi persiapan nikah."

"Nikah?" Diandara terkejut bukan main. Matanya sampai melotot seperti mau jatuh dari stannya. "Sama siapa?" Imbuhnya mulai gugup.

14 DAYS MEET IN HAGO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang