2. Yakult

303 38 4
                                    


Gue nggak tahu kenapa, gue ngeborong yakult di kantin. Lagi pengen aja sih. Lagian gue juga males harus ngantri untuk beli makan. Mending minum yakult aja, bisa dibawa ke kelas.

Gue udah selesai membayar yakult, dan mulai berjalan menuju kelas.

Kalau gue 11 IPA 6 dan Arjuna itu 11 IPA 5, pasti gue lewatin kelas dia selepas gue dari kantin. Tapi kelas dia pintunya tertutup. Gue ngira sih masih ada jam tambahan, tapi itu nggak bener.

Gue bisa lihat anak IPA 5 masih di lapangan tengah. Mereka terlihat masih melanjutkan jam olahraga. Kelihatan kalau mereka lagi ambil nilai praktik sepakbola.

Gue tahu itu karena kelas gue baru kemarin ngelakuin hal yang sama.

Tapi gue nggak fokus kemana-mana. Gue cuma fokus pada cowok yang lagi duduk selonjoran sambil megang bola dan sesekali bercanda bareng teman sekelasnya itu.

Iya itu Arjuna Leonardo.

Gue hampir berteriak sambil maki-maki, ketika Yaya baru saja menepuk pundak gue. Tahu-tahu udah berdiri di samping gue sambil cengengesan.

"Lagi liatin siapa lo?" tanyanya kepo kayak Dora. Gue melengos membuang muka.

Yaya sudah tahu saja kalau gue habis beli yakult. Yaya sendiri juga pesen dibeliin minuman. Dia dengan tega tadi nyuruh gue beli ke kantin sendiri. Katanya dia lagi ladenin pelanggan yang pesen case hape. Iya, Yaya itu jualan case hape yang lucu-lucu gitu. Nggak Yaya sih, tapi kakak Yaya. Cuma aja Yaya yang jadi promotor karena followers Yaya mayan lah.

Dan sekarang dengan wajah tanpa dosanya itu dia udah mergoki gue yang lagi mandangin Arjuna.

Gue mikir. Apa Yaya udah kayak Kai EXO? Punya kekuatan teleportasi gitu?

Udah. Gue nggak mau halu mulu.

Gue udah ngasih tatapan kesal pada Yaya.

"Oh, elo lagi mandangin Arjuna ya. Hm," katanya sambil bersedekap melihat kearah lapangan.

Gue nggak keget aja kalau dia tiba-tiba ngomong gitu. Kan emang faktanya gue lagi mantengin Arjuna.

Gue nggak banyak protes, dan narik lengan Yaya untuk ikut kembali ke kelas. Dia nurut sambil masih ngeledekin.

Ini nih yang gue bingungin. Kemarin dia nyuruh gue nyerah, tetapi sekarang dia godain gue. Kadang gue penasaran sama jalan pikiran si Soraya ini.

"Lo mau nggak nanti ikutan ngumpul bareng geng Arjuna. Di rumah Juna loh," katanya masih sambil merangkul lengan gue.

Gue kaget saja. Demi apa Yaya yang pelit ini ngajakin gue? Gue ndelik nggak yakin.

"Gue seriusan deh. Nanti pengen bakaran gitu."

"HAH!"

Yaya mendengus lelah sambil melonggarkan tangannya dari lengan gue.

"Bakaran ikan, Na. Elah!"

Gue jadi paham. Gue kira bakaran apa.

"Rujin ngomong, gue boleh ajakin elo kok."

Gue ngangguk. Nggak tahu antara senang atau gimana. Gue juga bingung. Intinya gue pengen salto sekarang, tapi gue hanya cengegesan saja.

Yaya menyenggol lengan gue, meledek.

"Awas lo macem-macem sama Juna. Jangan bikin dia ngusir elo," kata Yaya.

"Lah emang mau apa gue?" gue cengo.

"Ya jangan nyablak aja. Mulai dari sini perbaiki dan dekati Arjuna dengan normal."

Bukan Panah ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang