Rumah gue emang nggak jauh dari sekolah. Orang bugar juga nggak akan kerasa kalau harus jalan kaki dari sekolah ke rumah gue. Tapi percayalah, gue memdadak jadi nggak minat jalan dan loyo begini. Bukan tanpa sebab tentunya. Apalagi ketika gue ingat Arin tadi nembak Juna. Gue jadi menghela nafas saja, dan masih berjalan dengan lambat. Padahal gerbang rumah gue aja udah kelihatan, tapi gue masih berjalan pelan tanpa minat.
Gue membuka gerbang rumah dengan ogah-ogahan. Mama yang lagi nyiram tanaman di depan rumah nengok sebentar. Tapi, melihat tak ada tanda-tanda gue nyapa, mama hanya menggeleng dan lanjut menyiram tanaman. Gue sendiri sudah membuka pintu rumah dan segera berjalan menuju kamar mengabaikan kak Jessi yang sedang cekikikan nonton televisi di ruang tengah. Dan gue yakin, kak Jojo lagi di kamarnya. Pantes saja kak Jessi kelihatan ayem begitu.
Gue tak peduli dan lanjut menuju kamar. Gue langsung melempar tas ke atas kasur setelah berhasil menutup pintu kamar. Kemudian gue menghela nafas lagi dan memilih terlentang di lantai kamar sambil menghadap langit-langit kamar. Hati gue lelah.
"Na, gue mau pinjem lap--" tau-tau Kak Jojo udah nyelonong masuk tanpa ngetuk pintu. Tentu saja dia juga kaget karena ngelihat gue yang lagi tiduran di lantai kayak orang sekarat begini.
"Top," sambungnya ketika berhasil memasukkan seluruh tubuhnya ke kamar gue. Dia terlihat mengelus dada lega ketika melihat gue udah mulai bangkit dan gantian duduk di tepi ranjang.
"Gue kira lo sekarat, Na," katanya masih syok sambil mandang gue. Gue mendengus dan tak banyak menjawab.
"Hayati lelah saja," jawab gue dengan nada loyo.
Kak Jojo sadar dengan perubahan ekspresi gue. Cowok itu jadi bergerak mendekati gue dan ikutan duduk di samping gue. Jadi menilik wajah gue sambil garuk-garuk tengkuk bingung. Mungkin dia bingung kenapa gue mendadak jadi loyo kayak begini.
"Lo nggak apa-apa kan, Na? Lo banyak tugas ya?"
Aigoo. Gue jadi prihatin sama pikiran Kak Jojo. Terkadang dia itu perhatian dan nyambung. Tapi kadang juga dia jadi bloon dan nggak peka begitu. Pantesan kak Jessi sering war sama dia.
"Udahlah kak. Ambil tuh laptopnya. Gue mau istirahat. Bye!" kata gue mengakhiri percakapan itu tanpa berniat bercerita pada kak Jojo. Kak Jojo hanya manggut-manggut dan lanjut berjalan meraih laptop gue. Yang bikin gue mendengus adalah ketika kak Jojo masih sempat-sempatnya melambai pada gue sebelum tubuhnya menghilang dari pintu yang ditutupnya. Meskipun ganteng, tapi tetap saja senewen.
Gue menghela nafas lagi, dan memilih menghempaskan tubuh ke kasar sambil masih memandangi langit-langit kamar.
"Andai gue tahu akhirnya gini. Mending dulu gue nggak usah mulai," gumam gue sambil mengangkat tinggi kedua tangan gue sejajar dengan arah wajah. Kemudian perlahan menurunkan kedua telapak tangan dan menutupi wajah sambil berharap bisa terlelap dengan segera.
Tapi kegiatan itu tak berlangsung lama, ketika suara mama tiba-tiba berteriak memanggil nama gue.
"Iya, Ma. Yuna mandi dulu!" Balas gue cepat sebelum Mama khotbah lagi.
Gagal sudah rencana gue semedi.
.
.
."Ayunaa! Udah jam setengah tujuh, kamu nggak sekolah?!?"
Teriakan mama buat gue sepenuhnya membuka mata dan terbangun dari tidur. Mata gue langsung menoleh pada jam weker di atas nakas samping tempat tidur. Masih sambil menyipit, gue mencoba mengenali angka yang jarum jam itu tunjukkan.
Pukul setengah tujuh lebih? Demi apaa?!?
Gue kalang kabut. Gelagapan nyari handuk dan serabutan mengambil seragam yang gue gantung dan segera berlari menuju kamar mandi. Ini nih gara-gara begadang baca Wattpad semalem. Ah, apa lagi jam pertama kimia. Bisa digorok gue kalau terang-terangan telat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Panah Arjuna
Teen Fiction[Completed] Ayuna suka yakult, tapi Arjuna nggak suka yakult. Ayuna suka Arjuna, apa Arjuna juga suka Ayuna? BUKAN PANAH ARJUNA Copyright©2018, inesby All Rights Reserved | 24 November 2018 Plagiarism not allowed.