10. Salah Fokus
-
"Rin, mending nggak usah berlebihan cara kita pura-pura. Lo tau kan berapa banyak yang udah salah paham?" kata gue pada Arin waktu kami bertemu di koridor samping UKS. Arin bersedekap sambil memutar bola mata.
"Ini masalahnya itu Yuna mudah banget dibuat cemburu, tapi Karrel sulit njir," gerutu Arin tak suka mengingat sampai hari ini Karrel masih saja cuma chat dia nggak faedah.
"Iya. Karrel bahkan cuma bilang 'oh' saat gue bilang elo gebetan gue. Padahal 'kan pura-pura ini buat dia. Njir gue gregetan," kata Arin mencak-mencak di koridor. Gue menyenderkan tubuh ke dinding, bersedekap sambil manggut-manggut mendengarkan Arin yang selanjutnya bercurhat ria.
"LAH, KALIAN PURA-PURA?"
Astaga, gue hampir latah lagi mendengar pekikan nyaring dari arah belakang gue, UKS. Arin dan gue tentu saja langsung menoleh ke sumber suara.
Cowok setinggi gue itu tau-tau udah melesat mandang gue dan Arin bergantian. Gue ngernyit sejenak ketika ingat dia siapa. Cowok inilah yang kemarin bantuin gue dan Yaya ngangkat tubuh Yuna. Lah, Arin kenal dia?
"Nandra?"
Ah, iya namanya Nandra.
Dia heboh lagi nunjuk gue dan Arin bergantian. Dari tampangnya kelihatan kalem, padahal mah mulutnya licin. Main nunjuk nunjuk gue lagi.
"Elo deket sama dia?" tanya gue pada Arin, memastikan.
Arin meringis sambil memukul kepala. Gue langsung noleh lagi pada Nandra yang masih natap Arin dengan senyum misrterius.
"Dia sahabat Karrel."
Anjir, gue langsung menegakkan tubuh, menurunkan tangan dan mandang Nandra serta Arin secara bergantian.
"Rin, elo suka sama Karrel? Njir," kata Nandra heboh lagi. Gue mengatupkan bibir, belum mau menyela. Mungkin ini bakalan jadi pertanyaan satu lawan satu Arin dan Nandra.
"WAH, KARREL PASTI HEBOH KALAU DENGER INI!" katanya heboh lagi. Gue mendengus tak terima. Lalu Nandra balik mandang gue.
"Bukannya Yuna suka sama elo, Jun? Eh, tapi kalian pura-pura ya," lanjutnya merancau cepat. Arin meringis saja, gue sudah getir pengen nendang cowok ini. Cowok kok mulutnya licin. Tiap hari apa minum oli? Dasar menyebalkan.
"Udah. Awas lo ngomong yang enggak-enggak ke mereka," tunjuk Arin garang. Nandra melengos sambil mencibir pelan Arin. Emang dari cara mereka bicara satu sama lain bisa dikatakan mereka cukup dekat.
Nandra mandang gue lagi,"kasihan Yuna kalau tau kebenaran ini. Eh, tapi mungkin dia juga bakal seneng, ya," rancaunya lagi makin nggak jelas. Dia bahkan udah berkali-kali nunjuk gue sok akrab. Dih.
"Udah nggak usah berisik lo. Nggak usah ember juga," ketus gue sambil menurunkan telunjuknya. Nandra nyengir dan mencibir gue pelan.
"Udah lo pergi sana," usir Arin pada Nandra. Nandra terlihat mendengus tak terima, tapi kemudian akhirnya memandang gue dan Arin sekali lagi sebelum akhirnya melenggang pergi. Gue memijat pelipis, migran tiba-tiba menghadapi kedatangan tak diundang Nandra.
"Gue jadi khawatir. Dia itu lambe turahnya 11 MIPA 6," kata Arin kemudian. Gue mendengus saja, dan tak berniat menyahut Arin. Arin mulai mengekor ketika gue mulai berjalan pergi menuju kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Panah Arjuna
Teen Fiction[Completed] Ayuna suka yakult, tapi Arjuna nggak suka yakult. Ayuna suka Arjuna, apa Arjuna juga suka Ayuna? BUKAN PANAH ARJUNA Copyright©2018, inesby All Rights Reserved | 24 November 2018 Plagiarism not allowed.