Soraya added you.Gue udah pengen salto aja, mengingat grup ini berisi geng Arjuna. Karena dukungan dan ceramah Yaya yang panjang dan ribet, kemarin gue bisa dengan santai ikutan bakaran di rumah Juna tanpa buat kesalahan apapun.
Senyum gue ngembang sambil meluk hape gue. Ya, hari sepagi ini gue dapat hal yang bagus. Gue nggak sabar menyambut obrolan receh grup ini. Pengen tahu sisi Arjuna sebenarnya.
Entah mengapa gue merasa Rujin kemarin berpihak pada gue. Dia yang ngusulin buat nih grup di Whatsapp. Katanya geng mereka hanya punya grup di Line, dan itu khusus untuk geng cowok. Yaya bahkan katanya dikeluarkan. Kan sadis.
Tapi Rujin yang baik hati itu akhirnya bisa mendirikan grup Whatsapp ini dengan persetujuan kami semua. Katanya kami cocok kalau masalah kerecehan. Jadi terciptalah grup ini. Berharap bisa menyambung 'silaturahmi'
Hape gue dering lagi.
Gue udah berharap itu chat dari grup.
Arjuna added Arinda.
Gue mengumpat kecil.
Dari enam anggota, kenapa Juna yang menambahkan Arin. Kok gue serasa habis di lambungkan, terus jatuh nyosor ke tanah ya.
Miris Na.
Gue mendengus sebal. Menutup hape, dan berjalan pelan memasuki ruang kelas.
Di dalam udah ada Yaya dan Rujin. Kayaknya mereka habis berangkat bareng deh.
Gue senyum ringan ketika Rujin berjalan melewati gue, dan menyapa, kemudian pergi.
Gue manyun sambil memandang Yaya yang juga sedang memandang gue bingung.
Ya, mending nggak usah ungkit hal spele. Toh, cuma nambah doang. Kan belum tentu kasih hati.
"Sumpah. Baru kelas sebelas aja udah banyak tugas. Apalagi entar kelas dua belas," gue bisa mendengar Kinara udah berteriak heboh di bangkunya.
Gue tahu. Hari ini banyak tugas. Hari ini juga penuh dengan jam pelajaran horror. Tapi hati gue sekarang juga lagi horror.
"Napa lo ngelamun?" tanya Lheo yang baru saja datang mengibaskan tangan ke wajah gue.
Gue ndengus kesal. Ngapain nih bocah gangguin gue sih.
"Nih, Nindy nggak masuk sekolah," dia lempar amplop berisi surat ke depan meja gue.
Iya gue hampir lupa. Gue itu penulis jurnal sekaligus pengabsen kelas. Nggak berat sih. Lebih beratan Karrel, yang jadi ketua kelas. Migrain deh tuh ngurusin cacing cacing kremi ini. Belum lagi di tambah buaya kayak Nandra dan kuda kayak Lheo.
Gue menghela nafas, dan mengangguk. Masih malas sih gerak ngambil buku absen di meja guru. Gue udah terlanjur duduk.
"Rel, ambilin buku jurnal sama buku absen, dong," akhirnya gue nyuruh ketua kelas tidak berdosa itu. Kebetulan bangku Karrel dekat meja guru.
Karrel ngelirik gue sekilas, kemudian bergantian melihat keatas meja guru. Dia mendengus, tapi akhirnya beranjak juga, mengambilkannya untuk gue yang mager ini.
"Lo mageran. Makanya jomblo abadi lo," katanya sambil meletakkan dua buku itu ke meja di hadapan gue. Gue nyengir andalan ala Lheo. Nyengir kuda.
Karrel tak kembali nyerocos. Dia sudah kembali merunduk, fokus pada hape.
"Eh, ini nomer lima apa sih, Na?" gue baru aja mau nulis nama Nindy 'S' ke buku absen, kalau saja Yaya tak bersuara.
Entah kenapa gue justru agak tersenyum jijik. Sejak kapan Yaya itu doyan ngerjain kimia. Biasanya PR satupun nggak pernah dia kerjakan. Ini kok tumben.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Panah Arjuna
Teen Fiction[Completed] Ayuna suka yakult, tapi Arjuna nggak suka yakult. Ayuna suka Arjuna, apa Arjuna juga suka Ayuna? BUKAN PANAH ARJUNA Copyright©2018, inesby All Rights Reserved | 24 November 2018 Plagiarism not allowed.