Chapter 4

7.9K 349 7
                                    

Dilla POV

"Apa lu bilang ?! Gw mate lu dan lu adalah werewolf nya. Gak gak ini gak mungkin itu cuma cerita doang itu cuma mitos gak mungkin!"

"Tidak itu nyata buktinya yang kau bilang tidak nyata ada didepan mu. Mereka ada Dilla mereka hidup di bagian tersembunyi tempat hidup mahluk mitologi dan immortal yang dihubungkan portal. Yang tahu hanya kita saja para mahluk immortal dan mitologi." Jelas Jack.

Aku hanya geleng geleng kepala gak percaya akan hal ini ternyata mitos ini nyata.

"Sekarang kamu istirahat lah luka mu belum sembuh aku akan memanggil kan Dokter" Kata Jack sambil meluk aku. Aneh aku tidak menolak. Aku masih tidak percaya akan hal ini. tatapan ku kosong, tetapi lama-kelamaan aku tertidur dalam pelukan Jack.

-------------------

Ditempat perkemahan

Para kaka pembina bingung sekali, pasal nya mereka tidak menemukan Rendi, Akbar, Dwi, Risma, juga Dilla.

"Sudah hampir malam, mereka belum balik juga, dimana mereka sebenarnya?" Cemas Sisil salah satu Dewan Ambalan.

"Sebaik nya kita hubungi pihak yang berwajib saja, karna terlalu bahaya jika kita mencari mereka lebih dalam lagi" kata Pak Harto salah satu kaka pembina.

Mereka berniat tidak memberi tahu dulu orang tua Dilla dan kawan-kawan yang hilang, mereka takut para orang tua menuntut sekolah.

Sedangkan Dina, sedari tadi ia didalam tenda bersama teman-teman yang lain. Ia tidak bisa berhenti menangis karna sahabat-sahabatnya tidak kembali.

Teman-teman yang lain hanya bisa menenangkan.

*Dirumah Dilla

Prang..

Suara pecahan gelas terdengar nyaring dirumah sederhana Dilla.

"Kenapa Bun? " Tanya Febri setelah lari dari ruang tamu pada bunda nya yang sedang berada di dapur.

Bunda nya tidak menjawab, dia menatap kosong ke depan. Febri melihat pecahan gelas berserakan dibawah.

Febri mendekati bunda nya.

"Ada apa Bun?" Tanya Febri sambil memberesi pecahan itu.

"Ada apa ini?" Tanya ayah nya datang dengan muka bingung.

"Bunda mecahin gelas Yah" kata Febri berdiri setelah menyingkirkan pecahan itu. Dan dia membawa bunda nya duduk di kursi depan meja makan.

"Ada apa Bun?" Kali ini Ayah yang bertanya.

"Perasaan ku gak enak tentang Dilla" jawab nya menatap suami nya dengan tatapan khawatir

"Gak enak gimana, dia kan sedang kemping?" Saut Febri.

"Bunda gak tau, yang jelas pikiran bunda negatif banget ke Dilla"

"Feb, coba kamu telfon Dilla deh" lanjut bunda.

Febri mengangguk, lalu segera menelfon adik nya itu.

Namun Handphone Dilla tidak aktif, dan itu membuat bunda nya semakin khawatir.

"Coba telfon guru nya" kata bunda dengan suara bergetar.

Febri menelfon salah satu guru Dilla yang ikut kemping.

"Hallo, ini Febri kaka nya Dilla"

"I-iya" jawab guru nya dari sebrang sana dengan suara bergetar.

"Maaf pak, bisa bicara dengan Dilla, soalnya hp nya gak aktif" kata Febri.

Ayah dan bunda nya menatap Febri dengan harap-harap cemas.

You Are My Mate [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang